Pungli Jual Beli LKS di Jombang, Cabang Dinas Pendidikan Jatim Kecolongan

Kantor Cabang Dinas Pendidikan Jawa Timur Wilayah Kabupaten Jombang.
  • Whatsapp

JOMBANG, KabarJombang.com – Kebijakan sekolah menegah atas negeri di Kabupaten Jombang, yang mewajibkan orangtua siswa membeli buku pelengkap dan lembar kegiatan siswa (LKS) dengan nilai tidak wajar merupakan perbuatan pungli (pungutan liar) dan melanggar hukum, karena sudah dilarang diperjual belikan oleh Kemendikbud.

“Kita akan lakukan pengecekan apakah itu benar- benar dilakukan oleh komite sekolah. Kami menerima informasi LKS baru kemarin. Sehingga besok kita cek lapangan,” kata Kepala Seksi Sekolah Menengah Atas Cabang Dinas Pendidikan Jawa Timur di Jombang, Aisyah kepada KabarJombang.com, Kamis (11/3/2021).

Baca Juga

Untuk memastikan kebenaran beredarnya LKS ke tangan pelajar SMA di seluruh wilayah Jombang, Cabang Dinas Pendidikan Jatim di Jombang akan menemui para pengajar beserta kepala sekolah secara langsung.

Menurut Aisyah, beredarnya LKS diakuinya tidak efisien. Sebab pelajaran dilakukan secara daring (dalam jaringan) atau online.

“Maka dari itu untuk memastikan, kami akan cek ke lapangan, untuk konfirmasi secara langsung terlebih dahalu kepada bapak/ibu guru maupun kepala sekolah yang bersangkutan. Biar semuanya fer,” katanya.

Aisyah juga membenarkan jika LKS dilarang beredar, sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) nomor 75/2016 tentang Komite Sekolah Pasal 12 ayat 1.

Dalam permen tersebut ditegaskan, Komite Sekolah baik perseorangan maupun kolektif dilarang menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, pakaian seragam atau bahan pakaian seragam di sekolah.

Modus Jual Beli LKS SMA Negeri di Jombang

Menurut ED, salah satu siswa SMA Negeri di Kabupaten Jombang. Dia membeli buku LKS ke sekolah Rp 200 di semester ganjil. Sedangkan untuk semester genap nanti, pelajar kelas 2 ini bersiap membayar kembali.

“Dua ratus ribu itu dapat LKS sekitar 15. Saya rasa ketika pandemi covid-19, LKS ada yang kurang terpakai. Sebab guru mengajar secara online kadang tidak memakai patokan LKS, tapi patokan lain,” katanya pada kabarjombang.com, Selasa 9 Februari 2021.

Menurut ED, pembeli LKS itu kurang efisien dan tidak ekonomis. Karena pembagian LKS dirasa sangat telat kedatangan disaat semester telah berjalan.

“Ini LKS semester kemarin masih kerasa baru bukunya. Eh semester genap ini katanya mau turun lagi. Padahal beberapa bulan lagi saya sudah naik kelas 3, kan ini nanti jadinya percuma,” tambahnya.

“LKS-nya suruh ambil, bayarnya belakangan nggak papa. Tapi kan kasihan orang tua kalau gini. Yang kemarin kurang maksimal pemanfaatannya, sekarang disuruh beli lagi,” tandas ED.

Lebih lanjut, ia menceritakan guru kelasnya lebih memberikan tugas atau materi melalui google. Hanya beberapa guru saja yang memberikan tugas LKS, selebihnya LKS itu hanya disuruh buka dan dibaca.

Sementara salah seorang wali murid SMA Negeri di Kota Jombang, NN menuturkan, untuk buku bahan ajar semester genap dipungut uang hingga ratusan ribu.

“Kemarin ambil buku (LKS) tidak dikasih kuitansi, hanya diminta tanda tangan di buku besar. Mungkin ini modusnya, supaya tidak ada bukti,” tuturnya.

Larangan penjualan LKS ini mengacu Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) nomor 75/2016 tentang Komite Sekolah Pasal 12 ayat 1. Beredarnya LKS telah melanggar Permendikbud.

Dalam permen tersebut ditegaskan, Komite Sekolah baik perseorangan maupun kolektif dilarang menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, pakaian seragam atau bahan pakaian seragam di sekolah.

Praktik jual beli LKS masuk dalam kategori bahan ajar di sekolah dan tidak bisa dibenarkan.

LKS sebenarnya boleh digunakan asal dibuat oleh guru dan tidak diperjualbelikan.

Iklan Bank Jombang 2024

TIMELINE BERITA

Berita Terkait