Indikasi Pungli Jual Beli LKS Juga Terjadi di MAN Kabupaten Jombang

Lembar kerja siswa (LKS) sekolah MAN di Jombang.
Lembar kerja siswa (LKS) sekolah MAN di Jombang.
  • Whatsapp

JOMBANG, KabarJombang.com – Praktik jual beli lembar kerja siswa (LKS) selain terjadi di sekolah menengah atas juga terjadi di sekolah Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Kabupaten Jombang, Jawa Timur.

Pihak sekolah MAN di Kabupaten Jombang mewajibkan seluruh orang tua siswa untuk membeli LKS dengan harga yang terbilang cukup mahal.

Baca Juga

Padahal, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah menegaskan jual beli LKS yang dilakukan pihak sekolah dan biasanya bekerja sama dengan penerbit atau pihak ketiga lainnya termasuk pungutan liar (pungli).

Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 juga melarang pendidik dan tenaga kependidikan, baik perseorangan maupun kolektif, menjual buku pelajaran, bahan ajar, seragam sekolah atau bahan pakaian seragam di satuan pendidikan.

Praktik jual beli LKS masuk dalam kategori bahan ajar di sekolah dan tidak bisa dibenarkan.

Menurut salah seorang orang tua siswa salah satu MAN Kabupaten Jombang, berinisial I. Untuk pembelian LKS dirinya harus membayar ke sekolah sebesar Rp 360 ribu, untuk LKS semester ganjil dan genap.

“Kemarin bayar LKS anak saya kelas XI itu Rp 360 ribu, terus LKS yang didapat sekitar 40 buku LKS, pokok itu untuk semester satu dan dua. Jadi, persemesternya LKS yang didapat sekitar 20,” katanya kepada KabarJombang.com, Senin (15/3/2021).

Dijelaskan I, jika pembelian LKS tersebut mengalami peningkatan dari sebelumnya. Yakni pada kelas X anaknya harus membeli LKS sebesar Rp 300 ribu, sedangkan kelas XI sebesar Rp 360 ribu. Sehingga, pembelian LKS alami kenaikan sebesar Rp 60 ribu.

Kuitansi pembelian LKS sekolah MAN di Jombang. KabarJombang.com/istimewa/
Kuitansi pembelian LKS sekolah MAN di Jombang. KabarJombang.com/istimewa/

Modus Pembayaran LKS Gunakan Metode Transfer

Ketika LKS dipaksakan untuk dimiliki para siswa, sementara harga satuan per bukunya kurang terjangkau untuk ukuran masyarakat kecil, ini menjadi beban tersendiri bagi orang tua siswa.

Hal itu yang dirasakan I, jika ia mengaku keberatan jika anaknya harus membeli 40 LKS, karena jarang dibuka. Meski ada satu dua tetapi para guru lebih sering memberikan tugas melalui hp atau online, dibandingkan melalui LKS. Dan LKS yang dibeli masih tersimpan rapi.

“Memang kalau untuk anak sekolah itu efektif saja. Tapi, saya juga keberatan soalnya LKS nya itu kan beli, terus ndak pernah dibuka, dapat tugasnya dari hp terus. Itu yang jadi keberatan saya,” ungkap I.

Hal ini pun turut dialami siswa berinisial E. Pelajar kelas X, yang sedang menimbah ilmu disalah satu MAN di Jombang. Untuk memperoleh LKS ia harus membeli sebesar Rp 150 ribu dengan jumlah 15 LKS. Yang mana dalam sistem pembayarannya melalui transfer ATM.

“Kemarin saya beli LKS di sekolah Rp 150 ribu dan jumlah LKS yang saya terima 15. Untuk di sekolahan saya, sistem pembayaran apapun dan sekecil apapun itu harus transfer jadi tidak langsung bayar ke sekolah. Ambil LKS-nya juga drive thru di lapangan soalnya kan lagi corona,” katanya.

Dengan adanya bukti transfer pembayaran LKS tersebut, para siswa kemudian mengirim ke pihak sekolah untuk bisa menerima LKS.

“Jadi sistem pembayaran di sekolah saya itu transfer, kalau sudah transfer bukti pembayarannya dikirim ke pihak sekolah untuk bisa mengambil LKS-nya,” ungkapnya.

Iklan Bank Jombang 2024

TIMELINE BERITA

Berita Terkait