Pisang Mas Kirana Murah dan Tak Laku di Pasaran, Petani Sarankan Ganti Jenis

Sukamad saat ditemui di ladang pisang di Desa Ngrimbi, Kecamatan Bareng, Kabupaten Jombang, Senin (9/11/2020). (Foto: Anggraini)
  • Whatsapp

BARENG, KabarJombang.com – Pengadaan bibit pisang mas kirana di Dinas Pertanian (Disperta) Kabupaten Jombang senilai Rp 2,1 miliar dengan 143 ribu bibit pisang, dinilai sejumlah petani pisang tidak efektif. Sebab, selain harga jual murah, pisang jenis ini tidak laku di pasaran.

Kabar adanya pengadaan pisang mas kirana ini, menuai kekecewaan petani pisang di Desa Ngrimbi, Kecamatan Bareng, Kabupaten Jombang. Seperti diungkap Sukamad (37), pisang mas kirana, mulai proses perawatan, buah, hingga untuk konsumsi, sangat tidak menjual.

Baca Juga

Bahkan, ia menyarankan agar pengadaan bibit tersebut diganti dengan jenis bibit pisang lain, yang lebih menjanjikan bagi para petani. Seperti bibit pisang raja, cavendish atau pisang ambon.

Sukamad yang kesehariannya merawat dan berkecimpung di dunia tanaman pisang ini telah membuktikan, dari berbagai jenis pisang yang ditanamnya seperti mas kirana, cavendish atau raja, hanya pisang mas kirana yang tidak rekomendasikannya untuk dilanjutkan. Karena buah yang dihasilkan kecil dan sulit dipasarkan.

“Pisang mas kirana itu buahnya terlalu kecil, tidak banyak di pasaran dan sulit laku, kasihan petani nantinya. Jadi sangat tidak efektif, sebaiknya digantilah itu bibitnya seperi bibit pisang raja, cavendish, atau ambon. Tiga jenis pisang ini, lebih menjual dari segi bentuk, rasa, dan harganya, juga lebih banyak peminatnya. Kalau pisang mas kirana, buahnya kecil, murah, pokoknya peminatnya hampir tidak ada,” terang Sukamad kepada KabarJombang.com, saat ditemui di kebunnya, Senin (9/11/2020).

Ia juga mengatakan bahwa pisang ambon, cavendish, dan raja, akan lebih banyak yang menampung para petani karena harganya lumayan fantastis yakni Rp 100 ribu per tandannya. Jauh jika dibandingkan pisang mas kirana yang harganya berkisar Rp 35 ribu per tandannya.

“Buahnya kayak pisang ulin, kecil-kecil. Kalau pisang raja, cavendish kan besar-besar, rasanya juga enak. Untuk peningkatan harga dari pisang mas kirana hampir tidak ada. Sedangkan pisang ambon, raja, cavendish kemungkinan ada peningkatan harganya. Karena minimal harganya Rp 100 ribu. Kalau mas kirana, ulin itu ya di bawah Rp 50 ribu,” lanjutnya.

Dikatakannya, pernah ada pembagian bibit pisang mas kirana tepatnya di Desa Bangsri. Namun petani lebih memilih untuk menebangnya, karena tidak adanya hasil atau keutungan yang didapatkan. Bahkan, dibiarkan saja untuk dimakan burung.

Lebih spesifik, Sukamad membeberkan bahwa dari proses penanaman pisang mas kirana hingga panen, memakan waktu sekitar 8 bulan, jika sudah menguning. Untuk ketinggian pisang ini mencapai 2,5 meter. Hanya saja, harganya murah dan sulit dipasarkan.

Diolah menjadi produk apapun akan sulit karena buahnya yang terlalu kecil. Apalagi kualitas tanah, bisa mempengaruhi besar kecilnya buah pisang itu sendiri.

“Jadi, ya untuk dimakan biasa saja, kalau dibuat produk nggak bisa, karena buahnya terlalu kecil meskipun rasanya manis. Soalnya kan konsumen mayoritas tertarik sama bentuknya, bagus apa nggak,” katanya.

Dari segi perawatan, kata Sukamad, pisang mas kirana juga sulit. Karena tidak bisa kekurangan air dan kelebihan air. Takaran air harus seimbang. Pemberian air, dikatakan Sukamad, satu minggu sekali. Karena jika terlalu banyak air, pisang mas kirana akan mati dan gagal tumbuh.

“Nah kalau perawatannya petani kan kadang dibiarkan saja, nggak dirawat. Karena butuh pupuk yang mengandung kalium tinggi untuk pisang juga,” ungkapnya.

Sukamad juga mengatakan pernah membeli bibit pisang cavendish di Badang, Kecamatan Ngoro, Jombang, dengan harga cukup murah. Yakni Rp 10 ribu per bibit plus polybagnya. Harga sebesar itu, kata dia, hampir sama dengan bibit pisang mas kirana. Untuk proses panen pisang Cavendish, rata-rata paling pendek 8 bulan dan paling lama 10 bulan ke atas.

Menurutnya, untuk penanaman pisang semua jenis memang tidak terlalu sulit. Namun, juga perlu pertimbangan terkait harga jual pasca panen. “Iso ngewei bibit tapi ra iso ngedolno kan percuma (Jawa: Bisa memberikan bibit tetapi tidak bisa menjual, kan percuma),” herannya.

“Rencana Dinas kan dikasih ke petani mungkin dalam satu warga dapat tiga bibit. Tiga bibit dalam penanaman maupun perawatan tiap warga kan nggak sama. Jadi pertumbuhan itu kan berbeda, kayak diproyekkan. Karena warga kan perawatannya seadanya, kalau udah ditanam ya sudah. Anggapannya kan setelah menanam, pisang akan hidup normal. Padahal, tanaman pisang juga butuh pupuk,” sambungnya.

Terakhir, Sukamad menandaskan bahwa pisang cavendish akan lebih efektif, karena dari segi harga, rasa, dan bentuk lebih menjual. Harga tiga biji pisang cevendish saja, katanya, bisa dibandrol Rp 10 ribu. Bahkan, kalau di swalayan harganya bisa lebih mahal.

“Satu tandan pisang itu bisa mencapai 10 cengkeh (sisir) dan biasanya dijual kiloan. Dan kalau harga pisang menjual, tentu para petani merawatnya juga maksimal. Kalau pisang mas kirana, saya yakin akan dibiarkan saja karena nggak menjual. Buktinya, kalau bibit mas kirana bagus tentu banyak yang minta. Saya malah banyak pesanan untuk bibit cavendish, meskipun harga bibit mahal, siap untuk dibeli. Seperti di Plandaan dan Bangsri, pisang mas kirana malah dibabat habis,” ujarnya.

Iklan Bank Jombang 2024

TIMELINE BERITA

Berita Terkait