Pengcovidan Pasien

Dugaan Covid-kan Pasien, Keluhkan Sakit Kepala Meninggal 1 Jam saat Diisolasi di RSUD Jombang

Ilustrasi
Ilustrasi
  • Whatsapp

JOMBANG, KabarJombang.com – Dugaan kasus rumah sakit sengaja mendiagnosa pasien dengan penyakit covid-19 atau ‘pengcovidan’ dialami warga di Kecamatan/Kabupaten Jombang.

Pasien berinisial TI, meninggal usai menjalani isolasi di ruang khusus covid-19 RSUD Kabupaten Jombang, setelah mengeluhkan sakit kepala.

Baca Juga

Anak pasien yang enggan namanya disebutkan mengatakan, ibunya dianggap covid-19 setelah hasil rapid test menunjukkan hasil reaktif, saat baru pertama kali di rawat di ruang UGD RSUD Jombang pada Jumat, 19 Februari 2021 malam.

Ia pun syok saat almarhum ibunya dinyatakan reaktif covid-19. TI pun harus menjalani isolasi di ruang khusus corona. Selang satu jam, pasien menghembuskan nafas terakhir pada malam hari itu.

“Sebenarnya ibu ada sakit diabetes, tapi saat itu gak ada masalah dengan gula, tapi merasakan sakit kepala dan sempat jatuh ternyata pas di RSUD jadi corona, padahal anggota keluarga yang lain gak ada yang kena juga,” tuturnya, kepada KabarJombang.com, Selasa (2/3/2021).

Menurutnya, saat dibawa ke rumah sakit tidak ada gejala yang menunjukkan pasien kearah covid-19, hanya sakit kepala. Namun, oleh petugas di RSUD Jombang, ‘divonis’ terkena corona.

Sesaat sebelum akhirnya TI menghembuskan nafas terakhir karena dalam keadaannya kritis, pihak tenaga medis sempat memberikan ijin untuk pulang.

“Mulai anehnya saat tahu hasil CT Scannya, katanya tumor otak dan ada penyumbatan darah, dan kritis mau dibawa pulang katanya tidak apa-apa. Kakak saya itu yang ngurusi sempat mau dibawa pulang, tapi tida jadi karena reaktif, masuk ruang isolasi covid itu, selang kira-kira satu jam ternyata ibu sudah meninggal dan dimakamkan dengan protokol covid-19,” tutur dia.

“Yang jadi pertanyaan tadinya udah boleh dibawa pulang, karena keadaan ibu yang dirasa saat itu sudah kritis, tapi kok tiba-tiba gak boleh dibawa pulang karena covid, sementara sakit awalnya hanya keluhan di kepala,” tambahnya.

Berutung bagi keluarga pasien, meski ibunya dimakamkan dengan protokol covid-19. Namun tidak lantas dikucilkan oleh masyarakat tempat tinggalnya.

“Tapi untungnya kan orang-orang sini, tahu awalnya ibu sakit apa, gak ada yang menjauh atau dikucilkan. Orang-orang biasa saja karena tahu aslinya sakit apa ibu saya,” kata dia.

Sementara anak pasien lainnya, BD menuturkan jika sempat merasa kecewa dengan hasil diagnosa RSUD Jombang yang mendiagnosa orang tuanya dengan penyakit covid-19.

“Ya kecewa, karena uda sempat boleh dibawa pulang kok itu gapapa, tenyata katanya covid dan harus masuk ruang isolasi gak boleh ditunggu dan gak lama sekitar satu jam sudah meninggal,” akunya.

BD sempat memberikan tanda tangannya ke sebuah kertas yang dirinya tidak terlalu memperhatikan isian tulisan dalam kertas tersebut hanya mengingat tanda centang pada tulisan covid-19.

“Di awal tanda tangan tapi saya gak ingat isinya, saya hanya ingat tanda tangan terakhir ada tulisan covid-19 itu di centang,” ujar BD.

Kejanggalan pemulasaran pasien juga sempat menjadi pertanyaan olehnya, karena petugas pemakaman yang ada berjumlah empat orang dengan APD dan selebihnya enam orang dari warga yang tidak ber-APD.

“Heran saya juga katanya pemakaman dengan protokol tapi kok begini, empat orang pakai APD tapi yang bantu warga itu gak pakai APD ya gapapa itu, warga sekitar masih menganggap bukan covid karena tahu awal mula sakitnya ibu,” pungkas BD.

Dalam Surat Menteri Keuangan Nomor S-275/MK 02/2020 tanggal 6 April 2020 yang memuat aturan serta besaran biaya perawatan pasien Covid-19 disebutkan jika seorang pasien dirawat selama 14 hari, asumsinya pemerintah menanggung biaya sebesar Rp 105 juta sebagai biaya paling rendah. Untuk pasien komplikasi, pemerintah setidaknya harus menanggung biaya Rp 231 juta per orang.

Iklan Bank Jombang 2024

TIMELINE BERITA

Berita Terkait