DIWEK, KabarJombang.com – Meneladani sifat KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur sebagai Bapak Pluralisme bisa dilakukan dengan berbagai hal, salah satunya dengan menjalin hubungan baik antar sesama.
Berbicara tentang Presiden RI ke-4 itu tidak akan ada habisnya. Bagaimana Gus Dur bisa menjadi seorang penengah dan pengayom bagi kaum minoritas di Indonesia.
Sebagai ikhtiar membumikan moderasi beragama, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Poros Sahabat Nusantara (Posnu) menggelar lokakarya bertema ‘menepis prasangka’. Dalam hal ini juga sebagai memperingati haul Gus Dur ke-12.
Pada kesempatan ini, kegiatannya diselenggarakan secara hybrid yang berpusat di Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Bongsorojo, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Kamis (30/12/2021).
Tampak hadir perwakilan dari Kristen, Katolik, Konghucu, Hindu, Aliran Kepercayaan, dan Islam. Mereka antusias memulai forum dengan berkenalan. Selain itu, para peserta menyampaikan prasangka masing-masing terhadap agama lain.
Selanjutnya, perwakilan dari masing-masing agama maupun kepercayaan memberikan klarifikasi terhadap prasangka yang sebelumnya disampaikan peserta lain.
Tidak hanya itu, peserta juga diminta menulis prasangka dan kesan terhadap klarifikasi dari perwakilan agama.
Kegiatan yang difasilitatori oleh Pendeta Ridha dari GKJW Bongsorejo dan Nur Arfi Khoiriyah perwakilan DPP Posnu ini berjalan dengan lancar.
Nur Arfi Khoiriyah yang juga sebagai sekretaris panitia mengatakan, meneladani Gus Dur bukan hanya sekedar menyanjung dan membanggakannya. Namun, bagaimana generasi sekarang bisa meneladani dengan cara menerapkan apa yang sudah dicontohkan Gus Dur.
“Sebenarnya konsep moderasi agama sudah dilakukan oleh Gus Dur. Sekarang yang perlu kita tanamkan dalam diri kita yaitu bagaimana menerapkan apa yang sudah dilakukan Gus Dur dalam kehidupan sehari-hari,” ungkap perempuan yang akrab disapa sahabat Arfi ini.
Perempuan asal Kediri ini memaparkan, bahwa toleransi bukan hanya menghormati perbedaan keyakinan, namun bagaimana memberikan kebebasan atas hak yang dimiliki. Menerima perbedaan untuk saling kolaborasi.
“Kebhinnekaan merupakan anugerah, rahmat yang perlu kita rawat dan kita jaga. Tanpa perbedaan Indonesia tidak akan berwarna, karena perbedaan Nusantara jadi indah,” tegasnya.
Pihaknya berharap dengan adanya kegiatan seperti ini bisa menjadi wadah silaturahim antar umat beragama mampu menjadi langkah nyata menuju moderasi beragama indonesia kuat.
“Ya juga sebagai ajang silaturahmi juga, semoga kedepannya tambah akrab dan saling menjaga toleransi,” imbuhnya memungkasi.
Diketahui bahwa kegiatan lokakarya ini diakhiri dengan tabur bunga di makam Gus Dur di Komplek Pemakaman Pondok Pesantren Tebuireng. Sebelum tabur bunga, perwakilan masing-masing agama dan kepercayaan memimpin doa di pusara makam Gus Dur.