Haul Gus Dur Ke-14 di Jombang, Meneladani KH Hasyim Asy’ari dan KH Abdurrahman Wahid

Kh Abdul Hakim Machfudz atau Gus Kikin saat memberi sambutan di agenda Haul Gus Dur Ke-14 di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang. (Anggit Pujie Widodo).
  • Whatsapp

JOMBANG, KabarJombang.com – Haul Gus Dur ke-14 dan Masayikh Pesantren Tebuireng Jombang, jadi ajang tauladan dari KH Hasyim Asy’ari dan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Haul yang digelar di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang pada Sabtu (6/1/2023) ini juga dihadiri Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM (Menkopolhukam) Mahfud MD, Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak dan Putri Presiden Ke-4 KH Abdurrahman Wahid, Yenny Wahid ini berlangsung khidmat.

Baca Juga

KH Abdul Hakim Machfudz atau Gus Kikin, Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang yang diberikan waktu sambutan, menyebut banyak pelajaran yang bisa diambil dari Hadratusyaikh KH Hasyim Asy’ari dan KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.

“Mengenal Gus Dur banyak sekali yang ingin dikenang. Beliau juga merupakan putra dari KH Abdul Wahid yang juga pahlawan nasional cuci daripada KH Hasyim Asy’ari yang juga pahlawan nasional,” ucapnya.

“Banyak yang bisa kita gali sebagai teladan. Dari beliau yang tidak bisa kita teladani, bahwa beliau merupakan orang yang punya nasab yang baik. Mewarisi keilmuan dari ayahnya, kakeknya, kesalehan dari ayah maupun kakeknya,” ujarnya menambahkan.

Dari situlah kemudian beliau banyak melakukan sesuatu, hal-hal yang mana mengikuti KH Hasyim Asy’ari, membangun ukhuwah, persatuan.

Perjalanan panjang di Ponpes Tebuireng, mulai dari Mbah Hasyim yang mendirikan pondok di tahun 1899 setelah pulang dari Mekkah, dimana Bangsa Indonesia saat itu dalam kondisi yang sangat lemah.

Ekonomi, pendidikan lemah, dan pemerintahnya pemerintah Belanda. Mbah Hasyim pulang dari Mekkah dan mendirikan pondok pesantren Tebuireng. Sejak berdirinya pondok, Mbah Hasyim terus konsisten mendampingi masyarakat, mengajarkan agama dan dilakukan setiap hari Selasa.

“Pendampingan yang dilakukan sangat istiqomah. Mulai dari pendirian awal sampai saat beliau wafat. Dan itulah, setiap hari Selasa, santri di pondok tidak ngaji. Bahwa semangat untuk menyatukan umat Islam, dimulai dari hal dasar, mulai dari peningkatan ekonomi, pendidikan sampai kemudian masyarakat hampir di seluruh jawa tersentuh dengan apa yang dilakukan Mbah Hasyim,” ungkapnya.

Pria yang akrab disapa Gus Kikin itu juga menceritakan kisah Mbah Hasyim yang pernah ditulis dalam satu buku.

“Dari satu buku yang ditulis As’ad Shihab di tahun 36 menuliskan bahwa Mbah Hasyim mendirikan satu federasi majelis Islam A’la Indonesia dan itu menaungi 13 organisasi Islam yang ada di Indonesia,” jelasnya.

“Dan NU bergabung setahun kemudian di tahun 1938. Semangat itulah dengan bersatunya umat Islam, pemerintah Belanda mulai berfikir, bahwa itu merupakan satu kekuatan. Dan itu kemudian kita bisa mengikuti sejarahnya, masuk ke proses selanjutnya menuju kemerdekaan bangsa Indonesia di tahun 1945,” imbuhnya melengkapi.

Perjuangan itulah yang terus kemudian berkembang, apa yang telah dilakukan Gus Dur adalah hal yang sama. Gus Dur selalu punya semangat untuk menyatukan umat di Indonesia ini. Bahkan tidak hanya terbatas umat Islam.

“Gus Dur sangat dekat dengan semua masyarakat agama apapun. Etnis Tionghoa dekat, Kristiani juga dekat. Kedekatan ini kemudian banyak yang mencintai Gus Dur,” tuturnya.

Teladan Gus Dur lainnya yang kembali diceritakan Gus Kikin, dimana banyak umat yang berbeda agama juga tak luntur cintanya ke Gus Dur.

“Ada sebuah cerita, tahun kemarin saat tahun baru China. Karena terlalu cinta dengan Gus Dur, datang rombongan dari Klenteng membawa bunyi-bunyian dan  peralatan, lalu ikut berziarah di makam Gus Dur. Yang satu rombongan sedang tahlil, wiritan dan datang satu rombongan dengan budaya lainnya,” kata dia.

“Itulah pluralisme dan itu tidak menjadi masalah disini. Semuanya diterima jadi yang sedang tahlilan juga nengok saja, yang lain memberi jalan itulah gambaran apa yang diajarkan oleh Gus Dur kepada kita,” imbuhnya.

Menurut Gus Kikin, pelajaran dari Mbah Hasyim dan Gus Dur itulah yang perlu dijadikan pelajaran dan menjadi teladan. Tujuannya menjadi contoh, bagaimana seorang insan dapat memberikan toleransi kepada orang lain.

“Berangkat dari Tebuireng ini, mari bersama kita jaga dan bangun persatuan, ukhwah. Semoga menjadi kekuatan bagi bangsa Indonesia ini. Bisa menjadi modal bagi bangsa untuk kedepannya,” tandasnya.

“Banyak hal yang menjadi tantangan, maka sering saya sampaikan kepada para alumni yang sedang aktif berkegiatan supaya kita berkomunikasi, sama-sama kita mengadakan silaturahim mulai saat ini hingga kedepannya,” ujar Gus Kikin memungkasi sambutannya.

 

Iklan Bank Jombang 2024

Berita Terkait