JOMBANG, KabarJombang.com – Dunia pendidikan pesantren kembali menyoroti peran besar seorang tokoh yang selama ini dikenal tidak hanya sebagai ulama, tetapi juga sebagai inovator dalam sistem pendidikan Islam. KH. Muh. As’ad Umar, pengasuh Pondok Pesantren Darul Ulum Jombang, diangkat kembali kiprahnya dalam sebuah diskusi buku yang digelar di ruang Meeting Room 1 ,Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum (Unipdu) Jombang, pada Sabtu (14/6/2025).
Acara bertajuk dialog interaktif tersebut mengupas tuntas isi buku ‘Pemikiran KH. Muh. As’ad Umar: Pendidikan Pondok Pesantren di Era Modern’ karya Rohmadi. Buku ini menghadirkan narasi yang berbeda mengenai seorang kiai yang tak hanya fokus pada dimensi keilmuan agama, tetapi juga aktif dalam merancang strategi kelembagaan pendidikan pesantren yang adaptif terhadap perubahan zaman.
Dalam pemaparannya, Rohmadi yang juga berprofesi sebagai jurnalis di Times Indonesia tersebut menegaskan bahwa KH. As’ad adalah figur pemimpin yang melihat jauh ke depan. Ia bukan hanya mengayomi dari sisi spiritual, tetapi juga membangun sistem yang memungkinkan pesantren bertahan dan berkembang di tengah arus modernisasi.
“Beliau adalah pemimpin yang tidak hanya memahami psikologi umat, tetapi juga sosiologi masyarakat. Pandangannya tentang pendidikan sangat progresif, namun tetap membumi dalam nilai-nilai tradisi pesantren,” ungkap pria yang juga sebagai kontributor TV One tersebut.
KH. As’ad Umar diketahui menjadi pelopor integrasi kurikulum pesantren dengan pendidikan formal, sebuah langkah yang dulu dianggap berani dan kontroversial. SMA Darul Ulum 2 Unggulan BPPT Jombang yang didirikannya sejak 1990 menjadi contoh konkret bagaimana pesantren bisa menjadi pusat pendidikan unggulan tanpa kehilangan identitasnya.
Tak hanya itu, ia juga menggagas pendirian Unipdu Jombang sebagai upaya menjawab kebutuhan pendidikan tinggi berbasis pesantren, jauh sebelum istilah ‘pesantren modern’ yang populer di kalangan publik.
Anak sulung KH. As’ad, KH. Zaimuddin Wijaya As’ad (Gus Zuem), yang turut hadir dalam acara bedah buku tersebut, menyebut buku ini sebagai rekaman emosional perjalanan sang ayah. “Membaca buku ini seperti menonton ulang fragmen-fragmen perjuangan beliau. Bukan hanya narasi akademik, tapi juga jejak perjuangan nyata,” ujarnya.
Sementara itu, Yusron Aminulloh, seorang wartawan senior yang juga hadir sebagai pemantik, menyoroti aspek keterbukaan dalam kepemimpinan KH. As’ad Umar. Menurutnya, KH. As’ad memiliki karakter inklusif dan toleran yang jarang dimiliki pemimpin institusi pendidikan berbasis agama.
“Beliau tidak membatasi diri dalam belajar. Bahkan dalam urusan manajemen pendidikan, beliau tak sungkan berdialog dan belajar dari siapa saja, termasuk yang berbeda keyakinan,” kata Yusron.
Model pendidikan yang dirancang KH. As’ad Umar tidak dimaksudkan untuk mengikis tradisi, melainkan untuk memperkuatnya agar mampu bertahan dan berkontribusi dalam konteks global. Langkah-langkah inovatifnya kini menjadi inspirasi bagi banyak pesantren di Indonesia yang mulai berbenah menghadapi tantangan zaman.
“Acara bedah buku ini tak hanya menjadi forum ilmiah, tetapi juga ruang refleksi tentang pentingnya pemikiran terbuka dan adaptif dalam dunia pesantren. KH. Muh. As’ad Umar kini dikenang bukan hanya sebagai pendiri lembaga, tetapi sebagai pemikir besar yang berhasil menjembatani warisan klasik pesantren dengan semangat kemajuan,” pungkasnya.