Hasil Bahtsul Masail Nasional di Haul Gus Dur ke-15 di Tebuireng Jombang

Pesantren Diminta Tanggulangi Perundungan dengan Pendidikan Ramah Santri

Konfrensi pers hasil bahtsul masail nasional di rangkaian Haul Gus Dur ke-15. (Kevin Nizar).
  • Whatsapp

JOMBANG, KabarJombang.com-Dalam Haul ke-15 KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Masyayikh Pesantren Tebuireng, Jombang. Sebuah forum Bahtsul Masail Nasional digelar untuk membahas isu penting yang tengah marak terjadi, yakni perundungan di bangku sekolah, khususnya di pesantren.

Acara ini berlangsung pada 19-20 Desember 2024, di Pesantren Tebuireng, Jombang, dihadiri sebanyak 47 delegasi dari berbagai daerah. Di antaranya  Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jambi, Riau, dan Sumatera Barat.

Baca Juga

Forum ini membahas sebuah fenomena yang telah mencuat belakangan ini, yaitu meningkatnya kasus bullying di sekolah dan pesantren.

Kemudian hasil dari forum tersebut disampaikan melalui konfrensi pers Minggu (22/12/2024) sore, yang bertempat di Gedung KH M. Yusuf Hasyim lantai 3, Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang.

Berdasarkan data yang disampaikan, jumlah kasus perundungan di Indonesia mengalami lonjakan signifikan, sebanyak 293 kasus tercatat pada tahun 2024, dibandingkan dengan 30 kasus pada 2023.

Di pesantren, yang seharusnya menjadi lembaga pendidikan moral, perundungan tak jarang terjadi, terutama dalam bentuk perploncoan atau kekerasan fisik dan verbal yang dilakukan oleh senior terhadap junior.

Pengasuh Ponpes Tebuireng, KH. Abdul Hakim Mahfudz (Gus Kikin), menyatakan bahwa pesantren seharusnya menjadi tempat yang memberikan kedamaian dan pendidikan yang berkualitas, bukan tempat untuk kekerasan atau perundungan.

“Kita harus menciptakan lingkungan yang aman dan penuh kasih sayang bagi para santri. Perundungan, apalagi yang berakhir dengan korban meninggal dunia, adalah sesuatu yang tidak bisa dibiarkan,” ujarnya dalam sesi diskusi.

Dalam forum tersebut, perundungan di pesantren disoroti sebagai tindakan yang tidak sejalan dengan ajaran agama dan moral yang seharusnya ditanamkan di lembaga pendidikan agama. Rekomendasi yang dihasilkan dari Bahtsul Masail ini mendorong pesantren untuk mensosialisasikan bahaya perundungan dan menerapkan sistem pendidikan yang lebih ramah bagi santri.

Achmad Roziqi, penasihat Pengurus Wilayah Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBM NU) Jawa Timur, mengingatkan bahwa pengurus pesantren memiliki kewajiban untuk menjaga dan melindungi santri dari segala bentuk kekerasan, baik verbal, fisik, maupun sosial.

“Pengurus pesantren harus memiliki peran aktif dalam mencegah terjadinya perundungan. Ini adalah bagian dari tanggung jawab moral dan hukum yang harus ditegakkan,” katanya.

Sebagai hasil dari Bahtsul Masail ini, disepakati bahwa menormalisasi perundungan, baik dalam bentuk pembiaran maupun pembiasaan, tidak dapat diterima.

Tindakan tersebut tidak hanya bertentangan dengan nilai-nilai agama, tetapi juga melanggar hak-hak dasar individu untuk merasa aman dan nyaman di lingkungan pendidikan. Pengurus pesantren diingatkan untuk selalu berupaya menciptakan atmosfer yang sehat bagi para santri.

Acara Bahtsul Masail ini dilaksanakan dalam dua sesi utama, yakni pada Kamis malam (19/12/2024) dan Jumat pagi (20/12/2024), diikuti oleh 55 delegasi dari berbagai wilayah.

Peserta dan pengurus pesantren sepakat untuk melanjutkan upaya-upaya edukasi untuk mencegah perundungan dan meningkatkan kesadaran terhadap pentingnya menjaga keharmonisan dalam kehidupan pesantren.

Ketua Dewan Masyayikh Pesantren Tebuireng,  K.H. Ahmad Musta’in Syafi’i yang juga turut hadir berharap hasil Bahtsul Masail ini dapat menjadi langkah awal bagi pesantren-pesantren di Indonesia untuk menciptakan lingkungan yang aman dan penuh kasih bagi santri, serta menghindari terjadinya perundungan yang dapat merugikan semua pihak.

“Hasil dari Bahtsul Masail Nasional ini nantinya akan kami serahkan kepada pemerintah atau pengambil kebijakan melalui surat rekomendasi,” pungkasnya.

 

 

Iklan Bank Jombang 2024

Berita Terkait