Masyarakat di Jombang Bingung Mudik Dilarang Objek Wisata Dibuka, Pengamat: Pemerintah Harus Konsisten

Penyeketan oleh petugas kepolisian di Pintu Masuk Tol Tembelang, Jombang. KabarJombang.com/Daniel Eko/
Penyeketan oleh petugas kepolisian di Pintu Masuk Tol Tembelang, Jombang. KabarJombang.com/Daniel Eko/
  • Whatsapp

JOMBANG, KabarJombang.com – Kebijakan pemerintah melarang mudik lebaran tahun ini, membuat masyarakat bingung. Bagaimana tidak karena, tempat wisata yang jelas-jelas menimbulkan kerumunan tetap dibuka.

Salah satu warga Jombang, Wawan (29) mengatakan jika pemerintah dalam membuat peraturan kurang totalitas dan setengah-setengah.

Baca Juga

“Karena tempat-tempat yang justru mengundang keramaian seperti mall, pasar, dan wisata malah dibiarkan dibuka. Begitupun dengan takbir keliling kemarin tidak diperbolehkan sedangkan nongkrong-nongkrong dibiarkan, tidak dibubarkan,” ungkap dia kepada KabarJombang.com saat di Alun-alun Jombang, Senin (17/5/2021).

Senada dengan salah satu pemudik asal Surabaya, Alfin saat ditemui di taman Kebon Ratu Jombang jika ia menilai kebijakan larangan mudik ini sebagai permainan politik dan aneh.

“Soalnya mau dilarang mudik atau dibiarkan mudik, Covid-19 ini akan tetap ada. Dan mall-mall di Surabaya juga dibuka semua, seharusnya kan ditutup semua dan diperketat. Bukan masyarakatnya yang ditekan,” katanya.

Alfin juga mengaku jika selama larangan mudik ini pihaknya bebas keluar masuk Surabaya Jombang dan tidak ada pemeriksaan secara ketat.

“Itu mungkin hanya formalitas saja dari pihak Kepolisian, karena kan hanya jam-jam tertentu saja di jalan. Saya pikir itu ketat, ternyata saya bolak balik, wira-wiri Surabaya Jombang bebas, padahal lewat tol dan disitu ada pos penyekatan,” paparnya.

Pos Penyekatan di Desa Harus Diaktifkan

Pengamat kebijakan publik Jombang, Sholikhin Rusli mengatakan jika pemerintah harus konsisten dalam menerapkan kebijakan.

“Saya pikir adanya penyekatan itu kurang berhasil ya, dasar hukumnya memang sudah jelas yang diterbitkan Permenhub (PM) No. 13/2021 tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Idul Fitri 1442 H/2021 dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19,” kata Sholikhin.

“Tapi dalam penyekatannya itu kan kadang dilakukan, kadang dibiarkan. Jadi, program apapun kalau tidak ada konsistensi dilapangan itu tidak akan berhasil,” imbuhnya.

Menurut Sholikhin, peraturan pelarangan mudik akan lebih maksimal jika pos-pos penyekatan di desa diaktifkan kembali seperti saat awal-awal ada Covid-19 dulu. Sehingga, setiap warga pendatang dilarang masuk atau diperiksa lebih dulu di pintu masuk desa.

“Dengan menyediakan perawat disetiap desa, kan ada banyak perawat. Pendatang yang dari luar kota kan juga tidak banyak, dengan menyediakan rapid antigen dan sejenisnya di desa itu nanti akan diketahui tracingnya. Daripada pos penyekatan, yang di lapangan ternyata banyak yang lolos,” ungkapnya.

Sholikhin menilai peraturan yang dikeluarkan oleh Menteri Perhubungan sudah bagus, tetapi dalam pengaplikasian oleh bawahannya yang kurang konsisten. Jadi, jika inkonsistensi terus terjadi maka tidak menutup kemungkinan Covid-19 akan meledak kembali.

Menanggapi tempat-tempat wisata maupun tempat keramaian lainnya yang dibuka. Pihaknya kembali menegaskan bahwa suatu aturan jika hanya dibiarkan tanpa ada tindak lanjutnya dan tidak dilaksanakan dengan baik akan percuma.

“Aturan itu kalau hanya sekedar aturan dan aplikasinya tidak dijalankan dengan baik ya percuma. Ya artinya aturan itu hanya sebatas kertas saja dan itu perlu aplikasi serta penegasan,” katanya.

Ia menyarankan agar larangan mudik maupun peraturan apapun harus disertai pengawasan yang ketat dari para atasan ke anggotanya.

“Seperti Kapolres, Dandim, Kasatpol PP mengawasi para anggota-anggotanya siapa saja yang bertugas. Nah, atasannya itulah yang perlu memantau anggota,” tutupnya.

Iklan Bank Jombang 2024

Berita Terkait