KABARJOMBANG.COM – Mimpi membangun potensi yang ada di desanya, mendorong Fathur Rohman (50), warga yang tinggal di Jalan KH Mansur Dusun/Desa Jatirejo, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, terus memutar otak.
Betapa tidak, melimpahnya buah salak disaat panen, berakibat harga jual salak di pasaran jatuh. Begitu pun sebaliknya. Kondisi ini, menjadi suatu dilema bagi petani salak, sebab dianggap tidak memberikan banyak penghasilan bagi mereka. “Saya prihatin, harga buah salak terus anjlok, disaat panen tiba. Sementara manfaat buah salak sangat baik bagi kesehatan,” kata Fathur Rohman, Jum’at (23/7/2017) malam.
Sekitar tahun 2013, dirinya kemudian merintis usaha yang memanfaatkan produk unggulan di daerahnya, yakni buah salak. Bak gayung bersambut, kisaran tahun 2014, kemudian berdiri 5 kelompok di desanya, yang diharapkan mampu memanfaatkan salak yang melimpah, menjadi bentuk yang beragam dan bernilai ekonomi tinggi.
“Saat itu, dibentuk lima kelompok ini, termasuk saya. Masing-masing membuat penganan olahan berbahan baku salak. Saya kebagian memproduksi dodol. Sementara lainnya, ada minuman sari buah salak, kerupuk, kopi, dan teh. Dan harapan ini kemudian mendapat dukungan dari Dinas Koperasi Kabupaten Jombang berupa bantuan mesin,” paparnya.
Namun, upaya membangun penganan olahan buah salak itu tak sesuai harapan. Kelompok yang sudah terbangun, mati suri. Kondisi inilah, mendorong dirinya terus bermimpi dan berusaha. Dari sekian kali uji coba, dirinya kemudian menemukan produk baru dengan komposisi yang pas, yaitu jenang salak. Tak lama, dirinya kemudian membuat wadah pemasaran, yang diberi nama “Pondok Salak”.
Metode pemasarannya, lanjutnya, berawal dari getok tular alias dari mulut ke mulut dan rekan kerja. Dan saat ini, ditambah dengan memanfaatkan perkembangan teknologi yakni media sosial (Medsos). Alhasil, sejak dua tahun terakhir, produk jenang salak olahannya, laris manis di pasaran. Beberapa toko jajanan baik di Jombang mapun di luar Jombang, juga menjadi pelanggan setianya.
Apalagi menjelang hari raya Idul Fitri seperti ini. Menurutnya, jenang salak olahannya, sudah diproduksi sejak awal bulan puasa. Itupun sesuai jumlah pesanan yang sudah mengantri. Hingga jelang lebaran, dirinya mengaku sudah menghabiskan hampir 1 ton buah salak sebagai bahan baku. “Selain kepada pelanggan, juga untuk pemenuhan pesanan lain. Ya.. juga banyak pesanan dari luar Jombang. Kita jualnya Rp 35 ribu per kemasan,” ungkapnya.
Meski demikian, dirinya mengaku masih terkendala oleh alat produksi yang masih manual. Selain itu, juga bergantung pada stok bahan baku, karena salak merupakan tanaman musiman. “Hingga saat ini, kita masih memanfaatkan kebun salak milik pribadi sebagai bahan baku. Jika nantinya kebutuhan buah salak meningkat, tidak menutup kemungkinan kita memanfaatkan buah salak yang ada di desa ini,” kata Fathur Rohman.
Banjir pesanan jelang Idul Fitri, Fathur Rohman kemudian mengajak warga sekitar untuk membantu sekaligus mengedukasi produk jenang salaknya, hingga menjadi bentuk kemasan tradisional namun menarik. “Disinilah, kita masih berupaya untuk mendongkrak bahwa tanaman salak yang melimpah di desa ini bisa memiliki daya jual tinggi, dengan berinovasi pengolahan buah salak,” katanya. (rief/kj)