JOMBANG, KabarJombang.com – Dalam upaya menjaga kesehatan mental remaja sekaligus mencegah kekerasan di lingkungan pelajar, Pimpinan Cabang Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (PC IPNU) dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) Kabupaten Jombang menggelar kegiatan ‘Training of Facilitator.’
Kegiatan tersebut berlangsung Minggu (10/11/2024) di Aula BMTNU, Jalan Gatot Subroto No 4, Jelakombo, Jombang. Kegiatan ini bertujuan membekali para peserta dengan keterampilan menjadi fasilitator yang efektif, khususnya dalam mendampingi remaja.
Ketua PC IPNU Jombang, Syahrul Munir, menyampaikan pentingnya pelatihan ini dalam rangka membentuk generasi muda yang mampu menjadi teladan dan memberikan dampak positif di tengah masyarakat.
“Peran IPNU dan IPPNU dalam menjaga kesehatan mental sangatlah krusial. Kami ingin para fasilitator ini nantinya bisa menjadi model pencegahan kekerasan di kalangan pelajar,” ujar Syahrul.
Syahrul Munir, menegaskan komitmen organisasi untuk terus mendukung pengembangan kapasitas anggotanya.
“Kami berharap, setelah pelatihan ini, para fasilitator dapat mengimplementasikan ilmu yang telah mereka dapatkan. Kami yakin mereka akan menjadi pelopor perubahan yang positif di lingkungan mereka,” terangnya.
Dengan adanya pelatihan ini, ia berharap para fasilitator IPNU dan IPPNU mampu menjadi agen perubahan yang tidak hanya peduli terhadap kesehatan mental remaja, tetapi juga menjadi contoh dalam menolak dan mencegah kekerasan di kalangan pelajar.
Kegiatan ini diikuti oleh puluhan peserta dari kalangan pelajar dan remaja yang tergabung dalam organisasi IPNU dan IPPNU se-Kabupaten Jombang. Mereka mendapatkan berbagai materi yang berkaitan dengan pengembangan diri dan keterampilan fasilitasi dari beberapa narasumber yang ahli di bidangnya.
Salah satu materi utama yang disampaikan dalam kegiatan ini adalah konsep remaja yang sehat dengan narasumber Qurrotu Ainin, Psikolog dari Bright Talenta. Wanita yang akrab disapa Ainin tersebut menjelaskan bahwa penting bagi remaja untuk mengenal diri mereka sendiri dan memiliki konsep diri yang positif.
“Remaja yang sehat adalah mereka yang mampu memahami kondisi fisik, emosional, sosial, dan psikologisnya. Ini penting agar mereka memiliki kontrol yang baik atas dirinya dan mampu membuat keputusan yang bijaksana,” jelasnya.
Ainin juga mengajak peserta untuk menggali potensi diri dan memahami nilai-nilai yang mereka miliki. Dalam sesi interaktif, para peserta diajak untuk mengenal konsep diri, memahami kelebihan dan kekurangan, serta menetapkan tujuan hidup yang ingin dicapai dalam 5–10 tahun mendatang.
“Hal ini kami lakukan dengan harapan untuk membekali mereka supaya punya kemampuan menghadapi berbagai tantangan di masa remaja, termasuk pengaruh lingkungan dan tekanan sosial,” ungkapnya.
Selain materi terkait kesehatan mental, peserta juga mendapatkan pembekalan tentang karakteristik Remaja Qeren Qur’ani (RQQ) yang dibawakan oleh Andrika Fithrotul Aini dan Abdur Rouf Hasbullah. Materi ini membahas nilai-nilai keteladanan yang dapat diambil dari kisah para nabi dalam Al-Quran.
Andrika menjelaskan beberapa karakteristik penting yang dapat diteladani dari para nabi, antara lain keteguhan Nabi Yahya, kesederhanaan Nabi Isa, ketaatan Nabi Ibrahim dan Nabi Isma’il, kecerdasan dan kebijaksanaan Nabi Yusuf, keberanian Nabi Musa, serta keluhuran akhlak Nabi Muhammad SAW.
“Kami berharap dengan memahami keteladanan para nabi, para remaja dapat mencontoh sifat-sifat mulia ini dalam kehidupan sehari-hari mereka,” ucapnya.
Sebagai penutup, Sugiati Ningsih seorang trainer profesional dan konsultan ekonomi kreatif, membawakan materi teknik fasilitasi. Dalam sesi ini, Sugiati menjelaskan bahwa fasilitasi adalah upaya memudahkan orang lain dalam menemukan solusi atas permasalahan yang dihadapi.
“Fasilitator harus bisa mendengar dengan baik, memahami masalah, dan mampu menciptakan suasana yang interaktif,” jelas Sugiati.
Sugiati menambahkan bahwa seorang fasilitator perlu memiliki keterampilan komunikasi yang efektif dan mampu menggunakan metode yang interaktif agar proses fasilitasi berjalan optimal.
Ia juga mengajak peserta untuk melakukan simulasi fasilitasi yang melibatkan studi kasus seperti bullying, broken home, dan pergaulan bebas. Dengan simulasi ini, peserta diharapkan mampu mempraktikkan teknik fasilitasi yang telah dipelajari.
Kegiatan pelatihan ini mendapatkan respons positif dari para peserta. Mereka merasa termotivasi dan mendapatkan wawasan baru tentang pentingnya peran fasilitator dalam mendampingi remaja.
Salah satu peserta menyampaikan bahwa materi yang disampaikan sangat relevan dengan permasalahan remaja saat ini, terutama dalam menghadapi tekanan dari lingkungan dan media sosial.
“Pelatihan ini benar-benar membuka wawasan kami tentang cara menjadi fasilitator yang baik. Kami jadi lebih memahami bagaimana membantu teman-teman yang mungkin sedang mengalami masalah tanpa menghakimi,” pungkas Sofia, salah satu peserta.