PETERONGAN, KabarJombang.com – Jika menilik kerajaan di Jawa Timur, tentu tidak akan lepas dari nama Mpu Sindok, yang merupakan seorang pendahulu dari raja-raja Kahuripan hingga Kadhiri. Pada masa akhir Wangsa/Dinasti Sanjaya, Mataram kuno periode Jawa Tengah, sekitar awal abad X Masehi.
Salah satu peninggalan Mpu Sindok di Jawa Timur yaitu Prasasti Tengaran, tepatnya di Desa Tengaran, Kecamatan Peterongan, Kabupaten Jombang. Lokasinya, berada di tengah atau diapit hamparan sawah, dengan jalan masih berbentuk galengan.
Menurut Juru Pelihara Cakar Budaya Jawa Timur, Hadi Ali menjelaskan, konon asal mula keberadaan prasasti Tengaran, saat Mpu Sindok sedang melakukan perjalanan mencari anaknya yang bernama Sri Isyana Tunggawijaya. Kemungkinan, Mpu Sindok akan menyeberang ke Gunung Pucangan.
Saat hendak menyebrang sungai Brantas besar, cerita Hadi Ali, Mpu Sendok tidak bisa menyeberang. Dan Mpu Sindok memutuskan untuk kembali. Sementara masyarakat Desa Tengaran berinisiatif menolongnya untuk bisa menyeberang Gunung Pucangan.
“Karena pertolongan masyarakat dan dianggap berjasa bagi kerajaan, masyarakat Desa Tengaran dibebaskan membayar pajak oleh Mahamantri Mpu Sindok Sang Sri Isanatunggadewa (Mpu Sindok) bersama Rakyan Sri Parameswari Sri Wardhani Kbi Umisori (Dyah Kbi) sang permaisuri,” papar Hadi kepada KabarJombang.com, Selasa (25/8/2020).
Dulunya, Desa Tengaran bernama Desa Geweg. Karena Mpu Sindok meninggalkan Prasasti, maka masyarakat akhirnya menyebutnya sebagai “Tengeran”, bahasa Jawa yang berarti Tanda. Dan kemudian, menjadi Desa Tengaran hingga saat ini.
Prasasti Tengaran tertanggal 6 Paropeteng bulan Srawana tahun 857 Saka (14 Agustus 935 Masehi). Dengan batu yang terbuat dari bahan batu andesit yang tingginya berukuran 124 sentimeter dan lebarnya 78 sentimeter.
Prasasti tersebut bertulis penuh Aksara Jawa Kuno dan Bahasa Jawa Kuno. Prasasti Tengaran juga tersusun menjadi 7 baris, yaitu pada sisi A dan 16 baris pada sisi B. Prasasti tersebut juga bersebalahan dengan beberapa batu kuno yang berukuran besar.
Hadi juga mengungkapkan, di lokasi Prasasti Tengaran kerap digunakan acara atau ritual masyarakat, seperti khitanan. Juga saat akan tanam, masyarakat akan membawa sesajen ke Prasasti Tengaran. Dikatakan Hadi, ritual ini sebagai tradisi masyarakat dengan harapan masa tanam sampai panennya tidak mengalami permasalahan.
Sebagai destinasi heritage, siapapun diperbolehkan berkunjung ke prasasti Tengaran. “Prasasti Tengaran dibuka mulai jam 07.30 sampai jam 16.00 WIB dan dibebaskan bagi siapa saja yang mau berkunjung, tanpa ada tarif,” pungkasnya.
Foto caption: Prasasti Tengaran, di Desa Tengaran, Kecamatan Peterongan, Kabupaten Jombang. Selasa (25/8/2020).
(Foto: Anggraini)