JOMBANG, KabarJombang.com – Masa-masa sulit dirasakan sejumlah pekerja pabrik di Kabupaten Jombang, sebagai efek domino virus Corona atau Covid-19. Mereka harus menelan pil pahit lantaran di-PHK (pemutusan hubungan kerja) atau yang dirumahkan dari pabriknya.
Pasca di-PHK, sejumlah pekerja di pabrik yang berbeda ini, mengaku kesulitan lantaran tak ada pemasukan. Untuk bertahan hidup, mereka harus menguras uang tabungan yang selama ini jadi simpanannya.
“Saya karyawan yang dirumahkan akibat dampak Corona. Perusahaan merumahkan sekitar satu minggu lalu. Ya tidak digaji karena dianggap libur. Untuk biaya hidup, selama ini pakai uang tabungan yang ada,” ucap seorang pekerja di pabrik lantai kayu keras di Jombang, yang menolak namanya dicantumkan ini, Selasa (21/4/2020).
Dirinya mengaku bingung, kala tabungannya menipis. Sementara pemasukan praktis tidak ada. Ia pun berharap dipanggil untuk bekerja kembali, seperti janji perusahaan sebelum keputusan dirumahkan menimpanya.
“Perusahaan sempat berjanji akan memanggil kembali untuk bekerja, tapi nggak tahu kapan waktunya,” ungkapnya.
Sementara itu, seorang pria sebut saja Mr Z, pekerja salah satu pabrik produksi jajan di Jombang ini mengaku sempat kaget, saat namanya masuk list daftar PHK. “Surat dikeluarkan mendadak. Ya kaget juga,” tuturnya.
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, dia mengaku banting setir dengan bekerja seadanya. Kuli bangunan hingga pareng pari atau mreman sekalipun, dia lakoni. “Setelah PHK memang gak ada pemasukan lagi, Malah banyak pengeluaran. Nyari kerja lain juga susah,” terangnya.
Parahnya lagi, dia mengaku tidak mendapat pesangon dari perusahaan setelah di-PHK. Padahal dirinya bekerja di perusahaan tersebut sudah empat tahun.
“Yang saya harapkan, perusahaan tidak semena-mena sama karyawannya. Kalau memberhentikan tolong yang sopan dan penuhi hak karyawan,” pungkasnya.
Terpisah, Kepala Departemen Hukum dan Kammas, Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) Jombang, Bagus mengatakan, PHK massal yang terjadi di Jombang, masih belum sesuai dengan pemenuhan hak-hak buruh, yang menjadi tanggung jawab perusahaan dan pemerintah di tengah darurat Covid-19 ini.
Bagus membeber, data PHK yang dirilis Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jombang, tidak transparan. Salah satunya, ungkapnya, ratusan buruh PT SCP Kabuh yang di-PHK. Oleh Disnakertrans, PHK di PT SCP dimasukkan saat berlangsung masa darurat Covid-19. Padahal, katanya, PHK di perusahaan tersebut terjadi sebelum masa Covid-19 diberlakukan di Jombang.
“Kita mengetahui, buruh PT SCP hingga saat ini mereka hanya mendapat pesangon Rp 1 juta sampai Rp 4 juta, padahal mereka bekerja dengan masa kerja 2 – 4 tahun,” ungkapnya.
Dirinya meminta, Disnakertrans Jombang tidak hanya menjadi penonton ditengah derita PHK dan dirumahkannya pekerja atau buruh. Lebih lagi, tidak adanya pemenuhan hak-hak buruh. “Harusnya Disnaker hadir dan berperan aktif, memastikan masalah-masalah ini berjalan sesuai ketentuan yang berlaku,” harapnya.