Oleh : H Nurkholis Ghufron
Perintah Allah kepada setiap Muslim untuk berhaji bagi yang mampu untuk mengadakan perjalanan ke Mekkah Al-Mukarromah adalah sekali seumur hidup. Rasulullah SAW sendiri melaksanakan Haji hanya sekali seumur hidup, walaupun kesempatan untuk berhaji sejak perintah itu diturunkan lebih dari sekali, karena pada tahun 9 hijriah waktu ayat perintah haji ini turun. Namun Rasulullah SAW tidak melaksanakan perintah ini langsung pada tahun itu juga, tapi menundanya ke tahun berikutnya karena pertimbangan padatnya urusan Nabi SAW dengan aktifitas perluasan dakwah sehingga tahun 9 hijriah dikenal dengan tahun delegasi.
Pada tahun 11 hijriah, Nabi SAW berpulang ke Rahmatullah sebelum bulan haji yakni pada bulan Rabiul Awal tahun tersebut, menjadikan haji beliau pada tahun 10 hijriah adalah satu satunya haji yang beliau laksanakan sepanjang hayat beliau. Tentu, tidak ada kebetulan dalam hal ini sebagaiamana setiap detil dari alam ini diatur oleh-Nya, jika Allah mewajibkan haji lebih dari sekali seumur hidup maka tentu Allah SWT sangat berkuasa menaqdirkan beliau SAW untuk melaksanakan lebih dari sekali karena bisa saja ketika perintah ini turun di tahun 9 Hijriah, Rasulullah SAW menghentikan semua aktifitasnya dan mempersiapkan perjalanan Haji langsung tahun itu juga tanpa menundanya. Kemudian hal yang sama juga dilakukan ketika musim haji berikutnya datang sehingga “dua haji” bisa dikerjakannya dalam rentang waktu turunnya perintah dan wafatnya beliau.
Haji Nabi SAW tak pernah dua kali meski kesempatan itu lebih dari sekali. Salah satu hikmah agung dari kejadian ini, menurut keterbatasan ilmu saya, Haji yang menjadikan Makkah tempat tujuannya memang wajib dikerjakan sekali baik jika menaati perintah Tuhan, dan juga sekali jika mengikuti Rasulullah SAW sebagai suri tauladan apa yang ada di diri beliau.
Selebih dari perjalanan haji ke Makkah untuk menunaikan menggugurkan kewajiban sekali seumur hidup anda bisa berhaji dan berumrah dimana-mana tempat di dunia. Sebagaimana Sabda Nabi SAW:
“Barangsiapa shalat subuh berjamaah kemudian duduk berzikir kepada Allah Ta’ala sampai terbit matahari lalu shalat 2 rakaat, maka baginya seperti pahala haji dan umroh secara sempurna, sempurna, dan sempurna”. (Hasan: Shahih At-Tirmidzi, no. 480, 586; Shahih At-Targhib wa AT-Tarhib, no. 464; Ash-Shahihah, no. 3403).
Hadits ini berarti menekankan masjid sebagai tempat untuk mendapatkan pahala Haji dan Umrah. Sebagaimana hadits yang lain berbunyi:
“Barangsiapa pergi ke masjid, dia tidak menginginkan kecuali mempelajari suatu kebaikan atau mengajarkannya, maka baginya pahala seperti pahala orang haji sempurna hajinya“.
Dalam riwayat lain dengan redaksi, “Barangsiapa berangkat di pagi hari menuju masjid, ia tidak menginginkan kecuali untuk mempelajari suatu kebaikan atau mengajarkannya, maka baginya pahala orang yang melaksanakan umrah dengan umrah yang sempurna. Dan barangsiapa berangkat sore hari menuju masjid, ia tidak menginginkan kecuali mempelajari suatu kebaikan atau mengajarkannya, maka ia mendapatkan pahala orang yang naik haji dengan haji yang sempurna“. (Hasan Shahih: Shahih At-Targhib wa AT-Tarhib no 82).
Dalam nasehat Rasulullah yang sangat menyentuh hati kepada putrinya, Fathimah Azzahra, pahala setara dengan Haji dan Umrah bisa didapatkan oleh seluruh wanita di dunia ketika melayani suami dan menyelenggarakan rumah tangga dengan penuh kasih sayang kepada seluruh anggota keluarga. Beliau menasehatinya :
“Ya Fatimah!!, tiadalah wanita yang melayani suaminya sehari semalam dengan rasa senang serta ikhlas, melainkan Allah mengampuni dosa-dosanya serta memakaikan pakaian yang serba hijau, dan menetapkan baginya setiap rambut pada tubuhnya seribu kebaikan. Dan Allah memberikan kepadanya pahala seratus kali ibadah haji dan umroh“.
Nasehat beliau ini menekankan nilai pahala ibadah Haji dan Umrah yang dapat diraih di mana-mana rumah yang terdiri dari anggota keluarga itu berada tak harus di Makkah Al Mukarramah.
Namun begitu, tidaklah bisa dimaknai bahwa Haji yang wajib seumur hidup di Makkah Al Mukarramah bisa digugurkan dengan aktifitas aktifitas yang berpahala Haji dan Umrah meski tidak mampu menyelenggarakan perjalanan ke Makkah. Karena Allah juga Maha Adil yang “harus” memberikan penghargaan bagi mereka yang telah rela menyisihkan sen demi sen rupiah demi memenuhi panggilan-Nya lewat Ibrahim As. Tentu ada banyak lagi aktifitas yang berpahala Haji dan Umrah dengan hikmah yang mendalam bahwa rahmat Allah Swt sangatlah luas.
Wallohu a’lam bisshowab