Oleh : Muhtazuddin
Tujuan Nahdlatul Ulama didirikan adalah untuk menegakkan nilai nilai luhur aqidah islamiyah yang berpijak pada Ahlussunnah wal Jamaah Annahdliyah. Selain tujuan tersebut, NU selalu berusaha menumbuhkan dan mengembangkan nasionalisme untuk negara Republik Indonesia. Kita bisa melihat bagaimana gigihnya Kiai Wahab Chasbullah dalam mensosialisasikan berdirinya NU, mengajak para kiai yang sepaham dengan Visi Misi NU beliau tidak pernah lelah, padahal saat itu situasi dan kondisi perpolitik di negeri kita ini dalam banyang bayang pengaruh penjajah demikian kuat.
Tetapi Kiai Wahab Chasbullah tidak pernah kenal menyerah dalam usaha beliau mendirikan organisasi NU. Sebelum ide dan gagasan beliau berwujud NU, terlebih dahulu Kiai Wahab mendirikan Nahdlatul Wathan sebuah sekolah untuk mengembleng calon calon pemimpin ummat yang memiliki Visi dan Misi cinta tanah air. Tidak lama Kiai Wahab mendapat izin dari Kiai Hasyim Asy’ari mendirikan NU.
Selain Nahdlatul Wathan dan Taswirul Afkar cikal bakal lahirnya NU. Beliau sebelumnya juga melahirkan Komite Hijaz yang dibentuk pada bulan Januari tahun 1926 oleh Kiai Wahab. Komite Hijaz memperjuangkan nasib ummat islam agar bebas bermadhab di Saudi Arabia bahkan dunia, yang saat itu dilarang oleh Raja Saudi Arabia. Kiai Wahab pun berjuang melawan sang Raja.
Menurut beberapa orang yang pernah diajak berbincang dengan Kiai Wahab, menceritakan, bahwa, Kiai Wahab ketika memperjuangkan misi Komite Hijaz banyak mendapat ancaman, tetapi karena kegigihan dan keberanian beliau ancaman itu tidak sampai mengendorkan semangatnya. Kiai Wahab juga seorang Kiai pemberani sejati. Barangkali ini salah satu motivasi lahirnya kebangkitan para ulama yang dinamakan Nahdlatul Ulama pada tanggal 31 Januari tahun 1926.
NU sudah terlanjur dicintai ummatnya, sebagai Jamiyah Diniyah Al Islamiyah, terbukti dalam berbagai ivent Muktamar selalu dibanjiri Warga NU dan masyarakat umum. Demikian juga pada Muktamar NU ke 33 di Alun alun Jombang pada 1-5 Agustus 2015 lalu, ribuan warga NU membanjiri Kota Jombang utamanya di Alun alun. Pertanyaannya puaskan warga NU dengan Muktamarnya tersebut? Tentu sangat beragam jawababnya. Tetapi yang penulis ingat, banyak peserta maupun warga NU yang menyayangkan kegaduhan yang terjadi di Muktamar ke 33 lalu. Bahkan warga masyarakat Jombang sendiri menyesalkan terjadinya kegaduhan di Muktamar tersebut.
Tak heran jika banyak peserta yang mendapat telepon dari rumah ketika melihat pertengkaran Kiai di Telivisi, “Kenapa para Kiai gegeran, anak anak pada telepon dari rumah, mereka yang menonton di TV melihat Kiai pada gegeran, bagaimana ini, apa ini yang namanya Muktamar NU,” kata salah seorang di Arena Muktamar Alun alun Jombang menyayangkan.
Fakta itu tentu tidak bisa dipungkiri, banyak peserta dan para peninjau hingga warga NU yang kecewa dengan Muktamar NU kali ini. Seperti ketika Rois Syuriyah Wilayah maupun Cabang ketika memasuki ruang sidang, berjam jam mereka antri dikiranya mau memilih AHWA, ternyata panitia tidak menggelar pemilihan AHWA yang terjadi panitia hanya mengumumkan hasil tabulasi sembilan Kiai yang masuk dinyatakan masuk AHWA oleh Panitia, aneh bin ajaib. Kenapa Kiai Rois Syuriyah Waliyah dan Cabang tidak bisa memilih Pimpinan Kiai-nya, mereka hanya cukup mendengar pengumuman hasil tabulasi, ini salah satu pemicu bagi yang menolak hasil Muktamar. Padahal sebelumnya Kiai Mustofa Bisri yang akrab disapa Gus Mus, memberi tausyiyah seperti berikut ini; Apabila ada pasal yang belum disepakati dalam muktamar tentang pemilihan Rois Aam, tak bisa melalui musyawarah mufakat, maka akan dilakukan pemungutan suara oleh para Rois Syuriah. Kalau nanti Anda-Anda tidak bisa disatukan lagi, maka saya dengan para kiai memberikan solusi, kalau bisa musyawarah kalau tak bisa pemungutan suara. Itu AD/ART kita. Karena ini urusan pemilihan Rois Aam, maka kiai-kiai akan memilih pemimpin kiai,” kata Gus Mus disambut hening peserta Muktamir.
Apa yang disampaikan Gus Mus sudah jelas, dan menjadi solusi kebuntuhan pembahsan tatib Muktamar. Para Kiai jajaran Rois Aam yang sedang menjadi Muktamirin tentunya yang dimaksud, Gus sama sekali tidak menyebut hasil tabulasi. Tetapi, kenyataannya panitia hanya membuat forum Rois Syuriyah untuk voting setuju atau tidak dengan AHWA, bukun siapa yeng pantas duduk sebagai AHWA. Akhirnya, sudah bisa diprediksi forum Rois Syuriyah dimenangkan kelompok yang sejak awal ingin AHWA. Padahal, apa yang disampakain Gus Mus sudah jelas, juga tanpa menyebut forum Rois Syuriyah.
Tentu masih banyak kejanggalan kejanggalan di Muktamar NU ke 33 lalu. Penulis sama sekali tidak berpihak kepada salah satu pihak. Yang penulis utarakan adalah fakta di Muktamar. Bahkan, ada yang aneh lagi, terkait tugas jurnalistik di arena Muktamar, Pewarta sesama pewarta nyaris adu jotos gara-gara menulis apa yang terjadi di arena Muktamar. Pewarta yang menulis apa adanya malah ditulis, ditulis oleh pewarta yang berpihak pada Panitia Muktamar, karena itu nyaris adu jotos sesama pewarta. Inikah Muktamar NU? Penulis sendiri tidak tahu kenapa di NU sekarang terjadi kekerasan sikap, pemaksaan kehendak, apa yang melatarbelakangi ini semua? Hanya Allah SWT yang tahu apa yang terjadi dengan NU? Belum lagi mundurnya Gus Mus dari Rois Syuriyah, ada apa ini Gus?. Penulis akhirnya memutuskan tidak mengikuti gelar Muktamar hingga selesai, karena sudah tidak tertarik dengan gelaran Muktamar NU yang di Alun alun yang penulis bangga banggakan.
Meski begitu penulis tetap cinta dengan NU, sekarang Muktamar NU ke 33 sudah selesai, benarkah Muktamar di Alun alun Jombang itu yang diharapkan warga NU? Sekali lagi, banyak warga NU di Jombang yang penulis temui risau, mereka selalu bertanya NU kok menjadi rebutan? Warga NU kelas akar rumput di Jombang juga bertanya apa sesungguhnya yang diperjuangan para petinggi NU itu?. Apalagi sekarang ada yang tidak menerima hasil Muktamar NU di Alun alun dan akan menuntut ke Pengadilan. Warga NU dibawah semakin tidak mengerti, apa sesungguhnya yang terjadi di NU kini?, ini Gus Mus yang harus dan memiliki kewajiban menjelaskan. Bukankah begitu Gus. (*)