Oleh: KH Lukman Hakim
Tambakberas, Jombang
Perbedaan membaca shalawat antara yang termaktub pada Diba’ Simtudduror dengan Maulididdiba’i tidaklah menjadi persoalan. Yang paling penting adalah membaca shalawat.
Berikut ini Fadlilah (keutamaan) membaca Shalawat kepada Nabi Muhammad SAW dalam kitab I’anatut Tholibin Juz 3.
Dalam kitab tersebut diceritakan, pada zaman Khalifah Abdul Malik bin Marwan. Pada suatu saat, ada seorang pemuda yang menunggangi kuda dengan kencang. Saking kencangnya, pemuda tersebut pun tidak bisa menguasai kendali kuda tersebut. Hingga masuk pelataran kediaman Khalifah Abdul Malik bin Marwan, yang saat itu banyak anak kecil yang sedang asyik bermain.
Dan terjadilah sebuah peristiwa, dimana salah satu anak yang tersebut tertabrak dan terinjak kuda yang ditunggangi pemuda tersebut, hingga meninggal dunia. Anak yang menjadi korban tersebut tak lain adalah putera Khalifah Abdul Malik bin Marwan. Karena takut, sang pemuda tersebut langsung saja menghilang tanpa jejak, tanpa menghadap sang Khalifah untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya.
Tak ayal, sang Khalifah sangat marah atas peristiwa yang menyebabkan anaknya meninggal dunia. Dan Khalifah Abdul Malik langsung memerintahkan polisi dan tentaranya untuk mencari pelakunya dan mengusut tuntas kasus tersebut. Sang Khalifah pun menandaskan, jika pelakunya sudah ditemukan, dirinya lah yang akan menghukumnya sendiri.
Di pihak lain, sang pemuda tersebut pun tahu jika dia sedang dicari oleh para penegak hukum negeri Khalifah Abdul Malik bin Marwan. Dia juga menyadari jika perbuatannya melanggar hukum dan pasti akan diganjar hukuman seberat-beratnya, bahkan hukuman mati.
Tapi dibalik itu, pemuda tersebut meyakini jika kematian itu hanya ditentukan oleh Allah SWT. Karenanya, dia memiliki niatan, jika sewaktu-waktu dia diringkus polisi, namun tidak dihukum mati atau dimaafkan, dia berencana mengundang warga sekitar untuk membaca sholawat bersama di kediamannya.
Tak lama, pemuda tersebut pun diringkus polisi. Dan kemudian sang pemuda langsung dihadapkan pada Khalifah Abdul Malik bin Marwan untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya. Pemuda itu pun hanya pasrah dengan apapun keputusan yang diambil sang Khalifah.
Namun apa yang terjadi, Khalifah Abdul Malik bin Marwan yang sebelumnya marah besar, malah tidak bisa menampakkan kemarahannya saat bertemu dengan pemuda tersebut. Bahkan, Khalifah Abdul Malik tidak menjatuhi pemuda itu dengan hukuman mati. Khalifah kemudian memaafkan pemuda tersebut.
“Kamu itu memiliki ilmu sihir apa, sehingga aku tidak jadi menghukummu setelah bertemu denganmu. Padahal sebelumnya, aku sangat marah besar terhadapmu,” tanya Khalifah Abdul Malik.
“Saya tidak memiliki sihir apa-apa, wahai sang Khalifah,” jawab pemuda tersebut.
“Terus mengapa saat aku bertemu denganmu, aku tidak marah?,” kata sang Khalifah.
“Begini sang Khalifah, setelah saya menabrak anak anda wahai Khalifah, saya yakin akan dihukum mati jika berhasil ditemukan. Tapi saya pikir lagi jika kematian adalah ketentuan Allah SWT. Saat itulah, saya punya keinginan jika nanti saya tertangkap dan tidak jadi dihukum mati dan bahkan dimaafkan, saya akan mengundang warga di desa saya untuk bersama-sama membaca sholawat di rumah saya,” jawab pemuda tersebut.
Mendengar jawaban pemuda itu, sang Khalifah pun berbesar hati. “Kalau begitu, kesalahanmu aku maafkan, dan aku beri hadiah uang sebesar 1000 Dinar sebagai dana untuk mengundang warga yang lebih banyak lagi untuk membaca sholawat di rumahmu,” kata Khalifah Abdul Malik bin Marwan.
Maka bisa dipetik sebuah hikmah dari cerita tersebut, yakni siapa saja yang meski hanya masih memiliki rencana membaca shalawat saja, sudah bisa menyelamatkannya. Apalagi benar-benar sudah melaksanakan bershalawat. Subhanallah..
*) Dirangkum dari Mauidloh Hasanah Peringatan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW dan Penutupan Sementara Jam’yah di Desa Jatirejo, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Selasa (17/5/2016)