Oleh: Siti Maslahah*)
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
و‘اللهُ أَخْر‘جَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهاَتِكُمْ لا‘ تَعْلَمُوْنَ شَيْئاً وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالأَبْصاَرَ وَالأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ [النحل : 78.
Artinya: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, Dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, hati, agar kamu bersyukur. [an Nahl:78].
Ayat diatas diawali dengan kalimat وَاللهُ أَخْرَجَكُمْ , dimana bisa kita maknai merupakan sebuah isyarat bahwasannya proses kelahiran anak merupakan salah satu peran mutlak Allah sebagai Tuhan Yang Maha Mencipta (al Khaliq). Sedangkan bidan atau profesi lain yang sejenis adalah sebagai perantara pembantu dalam proses kelahiran anak.
Selanjutnya disusul dengan penggalan ayat selanjutnya “مِنْ بُطُونِ أُمَّهاَتِكُمْ” , dalam hal ini kita posisikan kacamata kita untuk menatap lebih dalam pada redaksi kata أُمَّهاَت, kata tersebut merupakan bentuk plural/jama’ dari kata أُمٌّ. (Terdapat dua macam jama’ yaitu jama’ salim dan jama’ taktsir. Jama’ salim sendiri terbagi menjadi dua cabang yaitu jama’ muannats salim dan jama’ mudzakkar salim. Begitupun jama’ taktsir yang juga terbagi atas dua cabang yaitu jama’ taktsir ziyadah dan jama’ taktsir nuqshan. Dan kata أُمَّهاَت merupakan hasil metamorfosis dari bentuk mufrad menjadi jama’ muannats salim).
Bentuk singular/mufrad dari kata أُمَّهاَت yakni أُمٌّ adalah sebuah status yang hanya disandang oleh seseorang yang telah melahirkan seorang anak dan seseorang yang memiliki rahim [merujuk pada interpretasi kata بُطُون ]. Lalu mengapa al Qur’an tidak merasa cukup hanya dengan menyebutkan kata أُمٌّ, melainkan lebih memilih kata أُمَّهاَت? Dalam hal ini dosen mata kuliah tafsir tarbawy di lingkungan kampus Institut Agama Islam Bani Fatah (IAIBAFA) Tambakberas, Jombang, KH Musta’in Syafi’i dalam sebuah perkuliahan 19 Oktober 2011 mata kuliah Tafsir Tarbawy menjelaskan tiga alasan terkait penggunaan redaksi أُمَّهاَت dalam ayat an Nahl : 78.
Pertama, dalam susunan huruf yang membentuk kata اُمَّهاَت terdapat huruf “ه” , dimana bisa kita lihat dari segi pelafalan disebut مُفَخَّمَة (pelafalan yang mantap).
Kedua, dari pelafalan yang mantap diatas merupakan sebuah manifestasi akan keagungan sosok ibu hingga pada akhirnya al Qur’an lebih memilih untuk menyebutkan kata أُمَّهاَت yang berbentuk plural untuk mengagungkan sosok seorang ibu tersebut daripada menyebutkan bentuk singularnya yaitu أُمٌّ .
Ketiga, hanyalah seorang ibu yang mengalami masa kehamilan, merasakan payahnya beban mengandung bahkan al Qur’an menyatakan kepayahan itu dalam kalimat وَهْناًعَلَى وَهْنٍ, yakni kepayahan diatas kepayahan. Bahkan kepayahan itu tidak serta merta berakhir saat berakhirnya masa kehamilan yaitu saat melahirkan sang anak, namun seorang ibu telah dinantikan kewajiban barunya dengan lahirnya sang anak yakni menyusuinya. Rabbighfirlana dzunuubanaa wa liwaalidiina wa irhamhum kamaa rabbawnaa shighaaraa… (Ya Tuhan, ampunilah dosa kami dan dosa kedua bapak ibu kami, sayangilah keduanya sebagaimana keduanya mendidik kami kala kecil, amiiiiin).
Melanjutkan penggalan ayat diatas, setelah kalimat مِنْ بُطُونِ أُمَّهاَتِكُمْ adalah kalimat لاَتَعْلَمُونَ شَيئاً. Penggalan ayat ini menjelaskan kepada kita bahwasannya seorang anak dilahirkan tanpa mengetahui sesuatu apapun, maka jika dinalar melalui kacamata Tarbawy setiap anak memiliki hak untuk dididik, diajari dan dibina supaya menjadi tahu akan segala hal. Dan sebagai sarana mendapatkan pengetahuannya Allah menganugerahkan beberapa alat indera kepada seorang anak, seperti yang tersebut dalam redaksi selanjutnya, وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ و‘الأَبْصاَرَ وَالأَفْئِدَةَ.
Penggalan ayat diatas menyebutkan bahwa Allah memberikan kepada seorang anak sebuah piranti pendengaran sebagai media untuk belajar yang ditunjukkan dalam sebuah kata berbentuk singular yakni السَّمْعَ. Dan kemudian Allah menganugerahkan alat penglihatan dan juga hati, dimana mata sebagai sebuah piranti penglihatan yang seharusnya tidak hanya digunakan untuk melihat namun juga selayaknya digunakan untuk mengamati. Berbeda dengan redaksi السَّمْعَ, disini alat penglihatan (الأَبْصاَرَ) dan hati (الأَفْئِدَةَ) diungkapkan dalam bentuk kata plural/jama’ , mengapa demikian? karena kedua alat indera tersebut dalam penggunaanya selalu melibatkan peran otak.
Setelah menjelaskan proses kelahiran seorang anak hingga penciptaan alat inderanya, selanjutnya ayat ini diakhiri dengan kalimat لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ, yakni syukur merupakan manifestasi dari pemanfaatan dan pemeliharaan as sam’a, al abshar dan al af-idah.
لَإِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَإِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذاَبِي لَشَدِيدٌ. (اهدنا الصراط المستقيم)والله اعلم بالصواب
Sumber: buku catatan perkuliahan Tafsir Tarbawy-bpk. KH Musta’in Syafi’i (Rabu, 19 Oktober 2011)
Penulis adalah warga desa Bandung Krajan, Kec. Diwek, Kab. Jombang.