Keberadaan Penjahit Sepatu di Jombang yang Tak Lekang Oleh Waktu

Penjahit Sepatu, Berita Jombang, Kabar Jombang, UMKM
Ratno saat menjahit alas kaki milik pelanggannya di Jalan Prof Buya Hamka, Kabupaten Jombang Selasa (31/8/2021).KabarJombang.com/Diana Kusuma/
  • Whatsapp

JOMBANG, KabarJombang.com – Keberadaan penjahit sepatu atau sandal hingga kapanpun akan selalu dibutuhkan. Tak heran jika pekerjaan ini akan tetap awet, meski berganti zaman. seperti keberadaan para penjahit sepatu di Jalan Prof Buya Hamka, Kabupaten Jombang.

Di tengah Kota Jombang, sejumlah penjahit sepatu berjejer rapi. Di atas trotoar sepanjang Jalan Prof Buya Hamka, Jombang ini para pencari nafkah dari benang dan jarum sepatu itu menggelar lapaknya. Meski sederhana, namun keberadaanya selalu dicari orang.

Baca Juga

Salah satunya, Ratno (52) penjahit sepatu asal Kecamatan Perak, Kabupaten Jombang ini. Sudah empat tahun ini diusia yang menuju senja masih melayani jasanya untuk para pelanggan yang mendatanginya.

“Saya termasuk baru di sini, yang lain ada yang sudah lama. Sekitar empat tahun ini saya jadi penjahit sepatu di sini,” tutur Ratno pada KabarJombang.com Selasa (31/8/2021).

Jasanya merekondisi alas kaki, selalu dibutuhkan orang. Ratno sendiri mengaku bahwa keterampilan tersebut tidak serta merta didapatkan, namun harus melewati pelatihan yang didapatkan di Surabaya.

“Dulu saya kerja di pabrik sepatu, selain itu saya juga kuliah setahun di Surabaya, jadi gak asal jahitnya,” katanya.

Menurut Ratno, salah satu lapak jahit sepatu yang dibukanya di area Jalan Prof Buya Hamka, Jombang itu setiap hari buka mulai pukul 07.00 WIB hingga 17.00 WIB. Dari itu mereka mengais rejeki untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.

“Kalau ongkos jahitnya tergantung kondisi permaknya, kadang kalau cuma lem hanya Rp 10 ribu kalau lebih dari itu Rp 15 ribu sampai Rp 30 ribu,” jelasnya.

Diusianya yang tak lagi muda, dengan mempertimbangkan kesehatan dalam sehari Ratno hanya dapat menuntaskan 7 jahitan sandal atau sepatu. Selebihnya harus dikerjakan keesokan harinya.

“Pundak kan tegang terus, akibatnya ke saraf dan mata, jadi sehari palong 7 yang bisa digarap karena faktor usia juga. Nanti kalau uda capek sekiranya masih ada garapan ya besoknya lagi dilanjutkan,” ungkap Ratno.

Tidak semua pelanggan baik terhadap Ratno. Kadang ia harus menerima pelanggan yang komplain karena kurang puas dengan jahitannya. Bukan karena jelek, terkadang sepatu atau sandal yang direkondisi sudah terlalu usang, sehingga sulit untuk dibertulkan seperti sedia kala.

“Ada aja yang bilang gak cocok sama jahitannya, gak sesuai dengan dirinya pasti komentar. Apalagi kalau belum dikerjakan sedangkan masih mengerjakan yang sebelumnya pasti juga marah, tapi ya gapapa resikonya,” ungkapnya.

Di usia yang menuju senja ini, Ratno mengaku akan tetap menekuni pekerjaan sebagai pejahit sepatu. Terlebih di Jalan Prof Buya Hamka Jombang, banyak rekan yang juga bekerja sebagai tukang jahit sepatu dan sandal.

“Kenapa di sini jadi banyak penjahit pusatnya di sini, saya tidak tahu, saya ikut-ikut saja buka jasa di sini. Dan ini akan saya lakukan selama saya masih mampu menjahit sepatu,” kata Ratno memungkasi.

Iklan Bank Jombang 2024

Berita Terkait