DIWEK, KabarJombang.com – Masih ditutupnya kawasan wisata religi makam Gus Dur di areal pondok pesantren Tebuireng, membuat ratusan pedagang yang menggantungkan hidup dari kunjungan peziarah terpaksa gulung tikar. Tuntutan perut tak mungkin bisa dihindari, namun mempertahankan los jualan yang sudah dimiliki juga sebuah keharusan. Jalan yang ada adalah, beralih profesi sementara hingga wisata Gus Dur kembali dibuka.
“Mau bagaimana lagi, nekad buka dagangan, yang beli siapa ? Los dagangan di jual, sama saja menutup penghasilan selamanya, yang bisa cuma cari penghasilan sementara,” ungkap Muari salah satu pemilik kios yang berjualan produk UMKM di area makam gus dur, minggu (9/8/2020). Imbas pandemi cukup besar dirasakan para pedagang yang baru saja menempati kios baru.
Lokasi kios yang berada di sebelah area museum islam nusantara tersebut, baru saja beroperasi sekitar awal Februari 2020. Pandemi menghantam Indonesia pada bulan Maret. Begitu pula dengan wisata makam Gus Dur yang ditutup pada pertengahan bulan tiga ini. Tak ayal, para pedagang yang hanya beroperasi sekitar sebulan tersebut hanya mampu mengelus dada terimbas corona.
Sebagian pedagang menurut Muari, saat ini memilih mencari penghasilan sementara diluaran. Apapun dilakukan mereka. Dari menjadi buruh tani, tukang serabutan hingga berdagang dilain tempat, harus dilakukan demi tuntutan perut. Sementara opsi menjual stand yang ditempati, tidak mungkin dilakukan. Muari dan rekan seprofesinya sadar, bahwa area makam Gus Dur masih sangat memberi peluang menjadi pusat mata pencaharian untuk jangka panjang.
Senada disampaikan Lilik (40) pedagang peci dan tasbih. Ia mengaku setiap hari tetap menggelar barang dagangan meski tidak ada pembeli. “Tiap hari saya jualan. Tapi gak dapat duit,” melas dia. Warga asli Kwaron yang mengaku sudah berjualan hampir 10 tahun ini menyebut, barang dagangan miliknya hanya laku dibeli warga sekitar yang membutuhkan peci baru untuk mengganti peci lama yang sudah usang.
“Untung saja saya jualan barang yang tahan lama, jadi bisa dijual dalam jangka waktu yang panjang juga,” tambah dia. Untuk mendapat laba 10 hingga 20 ribu rupiah dari hasil penjualan dagangannya, Lilik mengaku tidak bisa diraup setiap hari. Tiga sampai dengan empat peci laku dalam seminggu, sudah sangat berarti bagi Lilik di tengah pandemi seperti saat ini.
Para pedagang makanan yang menurut Lilik sangat terdampak. Barang dagangan mereka ada masa kadaluarsa. Alhasil, banyak pedagang makanan yang harus menutup lapak dagangan mereka selama pandemi ketimbang harus spekulasi dengan kerugian cukup besar. Para pedagang dikawasan wisata religi Gus Dur ini berharap agar wisata religi tersebut bisa segera di buka. Seketat apapun protokol kesehatan yang diterapkan, mereka berjanji akan menjalankannya.