KESAMBEN, KabarJombang.com – Era 1990-an, jajanan Terang Bulan keliling menggunakan sepeda ontel hingga ke pelosok desa, cukup digandrungi masyarakat mulai anak kecil hingga orang dewasa, termasuk di Kabupaten Jombang.
Namun, eksistensinya mulai beringsut sejak tahun 2000-an seiring munculnya beragam jajanan serta pedagang Terang Bulan yang sudah memiliki tempat jualan. Hanya beberapa pedagang saja yang masih setia menjalani profesi ini.
Slamet (40) warga asal Desa Podoroto, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Jombang, salah satunya. Terhitung sudah 17 tahun lamanya, ia masih melakoni berdagang terang bulan keliling kampung untuk mengais rezeki.
Saban hari, mulai pukul 06.00 WIB hingga 12.00 WIB, ia mengayuh sepeda ontel tuanya yang dibelakangnya terdapat gerobak berbahan stenlies berisi jajanan Terang Bulan, mengelilingi sejumlah desa. Tak peduli terik matahari dan cuaca mendung kemudian hujan, ia hanya berharap, dagangannya habis terjual.
“Iya, sudah 17 tahun ini saya jualan terang bulan. Keuntungannya, bisa buat makan keluarga dan bayar sekolah anak,” katanya pada KabarJombang.com di sela-sela melayani pembeli di pinggir jalan Kecamatan Kesamben, Minggu (10/1/2021).
Saat berhenti melayani pembeli dan diwawancarai KabarJombang,com, dagangan Slamet hampir habis. Dikatakannya, tiap hari dia membawa maksimal 160 lapis Terang Bulan untuk dijajakan keliling. Harga per lapis terang bulannya, hanya Rp 1 ribu. Lengkap dengan taburan misis dan susu cokelat.
“Dari dulu penyajiannya begini, ditaburi misis dan susu cokelat, juga dibungkus kertas koran. Satu lapisnya seribu rupiah. Setiap hari saya bawa paling banyak 160 lapis. Tapi kadang juga tidak tentu,” katanya.
Rupanya, sepeda ontelnya ini juga setia menemaninya sejak awal dia berjualan. Ia mengaku tidak mengunakan sepeda motor, karena mempertahankan tradisi jualan Terang Bulan Ontel. Dan ia juga mengatakan, akan tetap menjalani berjualan Terang Bulan menggunakan sepeda ontel meski zaman sudah modern.
“Kalau pakai sepeda motor, selain cepat berlalu, juga kalau dipanggil pembeli tidak dengar. Kan suaranya kalah dengan suara mesin motor,” ungkapnya
Selain itu, Slamet mengaku sepeda ontelnya itu seolah pembawa hoki atau keberuntungan. Ia mengaku, selalu mengingat-ingat apa yang dikatakan pendahulunya, yakni tradisi tidak menjual barang yang selama ini menjadi tumpuan profesinya.
“Karena berjualan terang bulan dengan sepeda ontel seperti ini, saya bisa beli menghidupi keluarga dan menyekolahkan anak. Juga bisa membangun rumah, dan beli sepeda motor. Jadi, tidak bisa meninggalkan ini,” ungkapnya.