Mengenal Filosofi Pakaian Khas Jombang Deles

Pakaian khas Jombang yang dilaunching Pemkab pada jari jadi Pemkab Jombang ke 112 di Alun-alun
  • Whatsapp

JOMBANG, KabarJombang.com – Pakaian khas Jombang yang baru saja dilaunching oleh Pemkab Jombang pada hari ini, Jumat (21/10), menarik untuk dicermati. Selain dikenal sebagai Kota Santri, Jombang juga memiliki nilai-nilai kearifan lokal, budaya serta tradisinya.

Berikut makna dari Jenis pakaian khas Jombang mulai dari blangkon Sundhul Mego, pakaian jas Gulon Dwi Garta beserta celana Tapih Kudawaningpati.

Baca Juga

Udheng Blangkon Sundhul Mego

Udheng Blangkon Sundhul Mego merupakan gabungan penutup kepala atau tekes pada era abad 13, Udheng Remo, udeng Ludruk, udeng Jawa Timuran, dan Blangkon Cekdongan. Ini mengingat insan Jombang sangat egaliter, sangat menghormati perbedaan, dan sangat toleran.

Nama Sundhul Mego sendiri diambil dari nama Patih dalam Cerita Wayang Topeng Jatiduwur dalam lakon Wiruncono Murco.

Undheng Blangkon Sundhul Mego dengan ciri Poncot Ngarsa atau Poncot Depan ada 2 (dua) macam:

1. Poncot Ngarsa depan keatas 

Poncot ngarsa depan keatas ini diartikan sebagai ciri kembang kanthil yang mengacu pada Sunan Kalijaga yang memberi wejangan “manusia itu seperti bunga mawar (bermacam-macam) asalkan tetap seperti bunga kanthil (hatinya tetap kumanthil terhadap Tuhan yang maha esa) seperti selalu mengangkat tangannya untuk meminta maaf, agar apapun yang lahir dari bumi Jombang mendapatkan belas kasih dan barokah dari Tuhan.

2. Poncot Ngarsa menghadap ke bawah

Poncot ngarsa ke bawah ini diartikan sebagai lambang hati yang ramah atau padi yang merunduk, poncot ngarsa yang menghadap ke bawah ini seharusnya di bawa oleh satria yang memberikan Wahyu, seperti air mancur yang di gambarkan dalam relief candi rimbi yang bermakna selalu menetesi anugrah terhadap bawahannya beserta rakyatnya.

Jas Gulon Dwi Garta

Jas Gulon Dwi Garta merupakan pakaian atasan pria. Jas Gulon Dwi Garta pernah di pakai oleh Bupati pertama Jombang yakni RA Soeryo Diningrat V, busana ini dipilih karena mengikuti pola busana adat Jawa yang cenderung menggunakan jas untuk busana atasannya. Bagian Jas Gulon Dwigartra ini menjadi titik pembeda dengan busana adat dengan daerah lain di Jawa Timur. Jas gulon bermakna memakai kerah tegak, untuk membedakan dengan model potong gulon atau pun desain teluk belanga.

Busana Atasan Jas Gulon Dwi Gatra juga sebagai pembeda dengan bentuk Jas Mataraman dan Jas Jawa Timuran atau sering disebut jas Basofi.

Sedangkan nama busana Dwi Gatra adalah bertemunya dua gatra budaya menurut pemetaan sejarawan dan budayawan almarhum Prof. Ayu Sutarto, yaitu gatra budaya Mataraman (Pracima) dan gatra budaya Arek (purwa).

Tapih adalah istilah untuk busana bagian bawah pria. Istilah tapih yang artinya kain atau busana bawah yang sudah dipakai sejak era Mataram Kuno atau Medang. Tapih Kudawaningpati untuk menunjukkan busana laki-laki Jombang Deles. dari tokoh dalam cerita Panji pada Wayang Topeng.

Nama Tapih Kudawaningpati diambil tak lepas dari sejarah Jatiduwur yang diduga peninggalan dari Majapahit. Sejarah Majapahit juga yang ada di Jombang sebagai latar belakang kota santri Jombang beriman.

Raden Panji Kudawaningpati merupakan sosok yang dipercaya sebagai pembabat Dusun Wonoayu, Desa Dukuhmojo, Mojoagung. Panji Kudawaningpati dipercaya sebagai putra mahkota kerajaan Jenggala yang wilayahnya masuk Jombang bagian timur, kini tampilan Tapih Kudawaningpati berupa gabungan dari celana dan sarung atau celarung.

Bagian bawah busana pria Jombang Deles ini dari kain jarik yang memiliki sampiran kain penutup di bagian depan seperti jarik pada umumnya. Bagian depan dibuat bukaan samping kiri untuk menghadap posisi pasangan busana putri yang menghadap sebaliknya atau mengarah ke kiri dan bisa digunakan bebet untuk acara tertentu yang bawahannya menggunakan celana hitam dengan motif sama seperti Tapih Kudawaningpati di atas.

Busana wanita Jombang Deles Kemodiningrat

Dalam pakaian adat Jombang Deles ini dinamai dengan Kemodoningrat. Kemodoningrat ini adalah nama lain Dewi Sekartaji atau Galuh Candrakirana, istri Panji Asmarabangun alias Panji Kudawaningpati. Dewi Kemodoningrat juga dipercaya sebagai pembabat Dusun Kemodo, Desa Dukuhmojo, Kecamatan Mojoagung Kabupaten Jombang.

Tapih Kudawaningpati untuk Wanita

Bagian bawah busana wanita Jombang Deles ini dari kain jarik yang memiliki sampiran kain penutup di bagian depan seperti jarik pada umumnya. Bagian depan dibuat bukaan samping kiri untuk menghadap posisi pasangan busana putra yang menghadap sebaliknya atau mengarah ke kanan.

Jilbab dan Selendang Pati

Penutup kepala wanita mengenakan kerudung polos yang senada dengan warna bajunya. Sedangkan Warna corak selendang yang disepakati adalah hijau botol dengan kombinasi motif lainnya yang mencerminkan islam sebagai agama mayoritas di Jombang, juga bentuk perwakilan warna santri.

Bagian kerudung ini sebagai penutup kepala sesuai dengan ciri khas kota Santri Jombang Beriman. Model kerudung berupa selendang yang dikenakan sebagai penutup kepala, seperti busana adat Jawa Timur pada umumnya. Bagi pengguna busana adat putri Jombang Deles yang muslim bisa mengenakan jilbab saja atau bisa menambahkan selendang, sedangkan yang non muslim bisa menggunakan selendangnya sebagai tambahan aksen keanggunan wanita Jawa.

Iklan Bank Jombang 2024

Berita Terkait