Calon Pengantin Laki-laki Harus Menculik Sang Pujaan Hati Sebelum Menikah

Mengenal Budaya Pernikahan Antar Sepupu di Desa Sade Lombok Tengah

Teks foto : Lokasi Desa Sade Lombok Nusa Tenggara Barat (28/3/2022)./Ema/
  • Whatsapp

JOMBANG, KabarJombang.com – Desa Sade yang berlokasi di Rembitan, Kecamatan Puju, Lombok Tengah merupakan salah satu Desa yang masih kental dengan adat budaya pernikahan antar sepupu.

Nama Sade memiliki arti sadar. Sade sendiri merupakan perkampungan Suku Sasak, salah satu suku asli penduduk Pulau Lombok di Nusa Tenggara Barat.

Baca Juga

Dengan luas sekitar 3 hektar, Desa Sade dihuni 150 rumah atau Kartu Keluarga (KK) dengan jumlah penduduk sebanyak 700 orang yang masih satu garis keturunan.

“Di sini masih kawin antarsepupu. Tujuannya untuk semakin mempererat persaudaraan. Boleh dari luar kalau memang saling suka. Tapi mayoritas masih antarsepupu,” ujar Amak Solihin, seorang pemandu wisata Desa Sade.

Meski masih melakukan perkawinan antarsepupu, namun proses meminang gadis di desa ini rupanya tidak mudah dan cenderung kontroversial.

Pasangan yang hendak melakukan pernikahan harus melakukan kawin lari. Pasalnya, dalam adat setempat, melamar adalah pelanggaran adat karena dianggap tidak sopan.

“Jadi dibawa lari dulu atas dasar suka sama suka. Baru kembali ke rumah dan memberitahu pihak orangtua,” kata Amak Sholihin.

Sementara kawin culik antarsepupu, sambung Amak Sholihin, semacam perjodohan meski harus menggunakan drama penculikan.

Penculikan, pada praktiknya, pihak laki-laki akan membawa pihak perempuan di malam hari dan tidak boleh ketahuan oleh pihak keluarga selama 24 jam.

“Bila ketahuan ada denda adat. Kalau berhasil, ada pemberitahauan dari pihak laki-laki sebagai pemberitahuan bila anak perempuannya bukan hilang tapi mau diajak menikah,” terangnya.

Akan tetapi, anak perempuan di Desa Sade juga tidak bisa langsung menikah meski sudah dewasa. Adat setempat mewajibkan anak perempuan wajib bisa menenun baru diperbolehkan menikah.

Selain tradisi culik-menculik, Suku Sasak juga masih menjaga tradisi leluhur yakni mengepel lantai dengan menggunakan kotoran sapi yang masih hangat.

Untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari, penduduk desa yang sudah memeluk agama Islam ini rupanya tidak membeli dari luar. Sebagian besar masyarakatnya memilih untuk bertani dan menenun.

Mayoritas laki-laki bertani dan perempuan membuat kerajinan tangan sebagai cinderamata. Sedangkan perempuan berumur lanjut kebanyakan melakukan kegiatan memintal benang.

“Panen kami di sini sekali dalam setahun. Tidak ada irigasi hanya mengandalkan hujan dan tidak di jual keluar. Untuk tambahan membuat tenun,” ungkapnya.

Sebagai informasi, penduduk Suku Sasak menjual kerajinan tangan berupa gelang dengan harga Rp 10 ribu. Untuk kain tenun sendiri harganya sangat bervariasi dan dijual dengan harga mulai dari Rp 100 ribu. Untuk wisatawan yang ingin berkunjung ke Desa Sade saat berkunjung ke Pulau Lombok, tidak perlu ragu.

Desa yang masih memegang teguh adat istiadatnya ini cukup dekat dari Bandara Udara Internasional Zainuddin Abdul Madjid. Jarak tempuhnya hanya 30 menit dari Bandara. Untuk masuk ke desa wisata ini, pengunjung tidak dipungut biaya alias gratis.

Iklan Bank Jombang 2024

Berita Terkait