JOMBANG, KabarJombang.com – Jum’at, (22/12/2023) merupakan hari yang sangat spesial, karena diperingati sebagai hari ibu. Hal itu juga, menjadi spesial bagi Kasmimi seorang ibu tuna netra di Jombang merupakan sosok ibu yang sangat menginspirasi. Ditengah keterbatasannya pada penglihatan ia berhasil menjadi sosok ibu yang luar biasa bagi 3 buah hatinya dan anak-anak didiknya.
Kasmimi, seorang tuna netra yang mempunyai hobi masak itu, mempunyai prinsip, walaupun orang tuanya punya keterbatasan. Tapi dalam mendidik anak harus memberikan contoh perilaku yang baik kepada anak-anaknya.
Anak pertamanya sekarang menjadi seorang guru bahasa inggris di salah satu pondok pesantren yang ada di Bogor. Anak yang kedua lulusan dari UGM jurusan akutansi dan sekarang bekerja di Rumah Sakit Mata Masyarakat Jawa Timur, Surabaya bagian keuangan. Yang ketiga baru lulus dari UGM jurusan sosiologi dan sekarang membantu kakaknya di Surabaya.
Selain sebagai seorang Ibu bagi anak-anak kandungnya. Bu Mimi panggilan akrabnya, juga merupakan seorang pendidik bagi anak-anak yang sebagian besar mempunyai keistimewaan sama dengan dirinya yaitu tuna netra, baik pendidikan formal, maupun non formal.
Bu Mimi selalu menanamkan nilai kejujuran pada anak-anaknya. Ia mencontohkan dari salah satu kejadian yang pernah mereka alami pada saat bersama anak-anaknya. Waktu itu ia dan anak-anaknya mau berenang di salah satu kolam renang yang ada di Jombang, kemudian penjaganya belum ada, dan langsung masuklah mereka bersama.
Lalu pada saat pulang penjaga kolam belum juga muncul, entah kemana, otomatis mereka belum bayar tiket masuk. “Dalam kejadian tersebut kalau misalkan kita langsung saja pulang tanpa membayar tiket masuk bisa saja, tapi itu tidak saya lakukan, apalagi di depan anak-anak. Kemudian saya suruh anak saya yang paling besar untuk mencari dulu penjaga kolamnya dan setelah ketemu langsung kami bayar,” katanya.
Dengan cara itulah Bu Mimi memberikan contoh prilaku yang baik kepada anak-anaknya. Dan otomatis langsung tertanam di pikiran mereka sejak dari kecil.
“Saya akan marah kepada mereka kalau berbohong, kejujuran adalah mata uang yang berlaku di manapun. Sekali berbohong akan tidak dipercaya sama orang lagi, ingat ada Allah tuhan kita yang selalu mengawasi di manapun dan kapanpun itu. Jadi saya tidak banyak menasihati tapi memberikan contoh langsung prilaku yang baik kepada anak-anak,” tuturnya.
“Mereka bisa nyaman dengan kami selaku orang tuanya, karena kami juga tidak gampang untuk melarang. Mau main kemanapun saya izini, bahkan anak saya kedua yang cewek suka manjat pohon pada saat kecil juga tidak pernah saya larang. Tapi saya cuma berpesan tetap berhati-hati,” tambahnya.
“Saat anak-anak saya masih kecil, saya sendiri yang nyuapin mereka, saat nyuapin itu saya selalu bacakan doa-doa di setiap suapanya. Kemudian pada saat mulai bicara saya kenalkan dengan nama-nama benda yang ada disekitar. Tapi kelemahan saya adalah tidak bisa menunjukan gambar,” imbuhnya.
Jadi karena saya dan suami dua-duanya adalah tuna netra, saya tidak bisa menunjukan ini gambar apa, itu hewan apa. Tapi supaya anak-anak pada saat kecil tidak ketinggalan informasi maka saya manggil orang untuk menunjukkan hal tersebut,” tambahnya.
Bu Mimi harus menyiasati, jangan sampai orang beranggapan maklum orang tuanya tuna netra, wajar kalau tidak bisa baca. Bu Mimi ingin menunjukan bahwa anaknya tuna netra pun bisa maju dan mereka juga bisa bergaul dengan teman-temannya yang lain.
“Jadi saya tidak pernah menasehati anak-anak kalau orang tuanya adalah tuna netra, kalian harus bantu, itu tidak pernah saya lakukan. Alhamdulillah mereka tumbuh secara insting, dan naluri, kita hanya bisa memberikan doa-doa yang terbaik untuk mereka.
Ia berharap sebagai sosok seorang ibu, hendaklah menjadi ibu yang baik, baru boleh berharap anak-anaknya akan menjadi baik. Karena contoh yang paling utama itu adalah seorang ibu bagi anak-anaknya terutama anak perempuan.
Jadi kadang-kadang kalau ada anak nakal itu kita perlu bertanya bagaimana ibunya, bagaimana bapaknya. Kalau misalkan bapak ibunya baik tapi anak-anaknya masih nakal, kita patut pertanyakan sejauh mana kehalalan makanan yang di berikan pada anak-anaknya itu.
“Jadi untuk menciptakan generasi yang baik itu, harus menjaga kedekatan kita dengan Tuhan, memberi contoh yang baik, dan memberi makanan yang halal. Karena contoh yang baik lebih berarti dari pada sejuta nasihat yang tidak dilakukan,” ucap seorang ibu tuna netra yang juga pernah menjadi giru SLB di Jombang.
Kasmimi dulunya merupakan seorang guru Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) Jombang, yang sekarang sudah pensiun. Tapi meskipun sudah pensiun ia tidak berhenti untuk terus mengabdikan diri pada dunia pendidikan. Di rumahnya yang berada di Pulo, Kecamatan Jombang biasanya ramai oleh anak-anak difabel yang ingin belajar bersama Bu Mimi.
Termasuk dari anak-anak sesama tuna netra. Anak-anak tuna netra biasanya diajari untuk mengoperasikan hp dan laptop oleh Bu Mimi, tentunya dengan metode versi mereka. Handphone atau laptop di install aplikasi khusus untuk pengguna tuna netra, yang mana aplikasi saat sudah dijalankan di perangkat akan berubah dari bentuk teks atau bacaan-bacaan menjadi suara-suara.
Jadi para pengguna perangkat tuna netra sekarang bisa main handphone ataupun laptop dengan fokus pada perintah-perintah dari suara. Hal tersebut sangat mempermudah para tuna netra dalam proses belajarnya tanpa harus bersusah payah membaca dengan metode braille. Cukup mendengar buku-buku dari laptop atau hp saja.
“Jujur dari kecil saya tidak tertarik untuk menjadi seorang guru, malahan tertariknya menjadi penyanyi. Namun sayang orang tua tidak mengizini. Dulu pada saat remaja tidak menyadari kalau saya adalah seorang tuna netra, kepinginanan saya aneh-aneh mulai dari pingin jadi perawat, yang pingin kuliah di psikologi, kepingin sastra arab, dan macam-macam,” terangnya.
“Tapi akhirnya karena kondisi keluarga saya pilih kuliah yang paling murah yaitu di Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa (SGPLB). Yang di situ mau tidak mau harus jadi guru, maka saya harus menuruti kemauan dari orang tua,” tambahnya.
Awalnya Kasmimi tersebut bertanya-tanya bagaimana sih menjadi guru yang baik itu, apa harus marah-marah ya. Tapi persepsi tersebut tidak dipakai oleh Bu Mimi. Awal ia jatuh cinta pada profesi guru adalah pada saat masih menjadi guru honorer di Lamongan.
“Di situ saya mengajari murid menulis dan membaca, waktu itu sebenarnya saya cuma kepingin mengetahui tulisannya aja seperti apa. Kemudian saya suruh untuk menuliskan syair lagu anak-anak, naik-naik ke puncak gunung, lha murid tersebut nulis tinggi kliru tinging,” bebernya.
“Kemudian saya betulkan, dan mengajari anak tersebut dengan pelan-pelan sampai dia bisa, tanpa harus dengan marah-marah. Dari kejadian tersebut, menurut saya adalah merupakan ada sebuah kepuasan batin tersendiri. Oh ternyata jadi guru tuh begini ya ada kepuasan batin yang tidak bisa dinilai dengan nominal,” imbuhnya.
Dan dari situ Bu Mimi jatuh cinta pada profesi guru. Berbeda dengan teman-temannya guru seangkatan yang kepingin ngajar di sekolah-sekolah kota, Saya malah kepingin ngajar di sekolah daerah. Dan pada tahun 1985 ia diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil oleh pemerintah.
“Dengan menjadi guru kita bisa mencetak generasi yang lebih baik. Salah satu usaha mencetak generasi emas ya, tergantung bagaimana guru mencontohkan perilaku kepada muridnya. Selain memberikan contoh guru juga selalu harus memberikan pesan-pesan yang baik melalui tutur katanya,” tuturnya.
Selain ia peduli pada pendidikan anak-anak Bu Mimi juga harapan kepada pemerintah untuk bisa memberikan pelatihan gratis bagi para penyandang disabilitas supaya skill mereka juga terasah.
“Saya punya mimpi, misalkan ada orang tuna netra seperti saya, kemudian ia jago di bidang masak. Itu nanti bisa dijual di grabfood, gofood atau aplikasi lainya. Karena biasanya kalau orang beli makanan dan mereka tau kalau yang jual tuna netra maka pembeli akan meragukannya. Kalau ordernya lewat aplikasi pembeli kan tidak tau yang jual kayak kondisinya gimana yang penting masakannya enak,” harapnya sambil sedikit bercanda. (Kevin Nizar)