KABARJOMBANG.COM – Jika terus berusaha, tidak ada yang tidak mungin di dunia ini. Bahkan, sesuatu yang tidak berguna, tampak berharga jika sudah menjadi rupiah. Mungkin itu slogan yang pantas diberikan kepada Mustamil (40) warga Desa Grogol, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur ini.
Ya, Mustamil merupakan pengrajin kaligrafi bambu yang mulai dikenal di dunia seni tulisan Arab tersebut. Keahliannya meracik potongan bambu menjadi tulisan arab bermakna, tak patut diragukan lagi. Pria jebolan seniman Yogyakarta ini, mulai menekuni kaligrafi bambu sejak 15 tahun silam.
Inspirasinya muncul, ketika ia bermain dengan sang anak yang menggunakan batang daun pepaya. Anaknya yang memotong batang daun pepaya, menjadi cikal bakal munculnya seni kaligrafi dari tangan kreatifnya.
“Berawal dari situ, saya berfikir jika batang daun pepaya bisa digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kaligrafi. Nah, setelah saya fikir terus, ternyata bahan dasar bambu lebih awet untuk digunakan sebagai pembuatan kaligrafi. Disitulah, saya mulai membuat dengan pohon bambu,” ujarnya saat ditemui di rumahnya, Minggu (3/6/2018).
Dari awal ide tersebut, ia terus meningkatkan kemampuan untuk membuat segala macam bentuk kaligrafi dengan berbagai tema dan bentuk, serta ukuran yang diminta. Dalam satu bulan, ia hanya memproduksi sejumlah pesanan yang masuk dalam dapur seninya.
Cukup fantastis, dalam hitungan 30 hari omzet sebesar Rp 25 Juta bisa dikantonginya. Ia merinci, bahwa karya seni tidak bisa dipatok harganya. Akan tetapi, berkembangnya permintaan mulai dari kalangan menangah hingga ke bawah, membuatnya harus membandrol harga sesuai kantong pemesan.
Kini, harga mulai Rp 100 ribu hingga puluhan juta disediakannya untuk memenuhi pasar seninya. “Semua harga tergantung kesulitan dalam membuatnya. Jika semakin sulit dan semakin berkarakter tentu akan berharga mahal. Namun, ada juga yang murah. Intinya menyesuaikan pasar saja,” jelasnya.
Berkembangnya dunia kaligrafi yang ditekuninya, membuat minat konsumen terpencar hingga keluar daerah. Mulai dari pulau Jawa hingga keluar pulau Jawa. Bahkan hingga pulau Sumatera. “Pemesannya dari berbagai daerah. Dan itu akan digunakan mulai dari tempat ibadah hingga rumah, jadi terserah konsumennya,” terangnya.
Ia tak memungkiri, memasuki bulan Ramadlan, omzetnya merangkak naik. Ini tak lain karena banyaknya warga yang ingin rumah dan tempat ibadahnya semakin bernuansa religi. “Dalam Ramadlan ini, ada peningkatan permintaan hingga 50 persen. Alhamdulilah, mungkin berkah Ramadlan tersendiri,” katanya. (ari/kj)