JOMBANG, KabarJombang.com – Masjid Kedung Macan, yang berada di Dusun Kedung Macan, Sambongsantren, Desa Sambongdukuh, Kabupaten Jombang, sudah berdiri sejak tahun 1912 atau sudah berumur sekitar 1 abad lebih.
Pendiri dari Masjid Kedung Macan yakni Kiai Ali Muntaha dan meski sudah mengalami renovasi bangunannya. Namun, ajaran serta bangunan utama masjid tersebut tetap sama dan masih dipertahankan serta dipegang teguh oleh para penerus Kiai Ali Muntaha hingga sekarang.
Masjid dengan bangunan yang begitu sederhana dengan kolaborasi warna hijau dan putih ini membuat kesan tersendiri bagi para jemaah atau setiap orang yang beribadah. Dan bangunannya pun tak menyerupai masjid pada umumnya melainkan seperti musala.
“Dan kalau bukti pengakuan dari pemerintah terkait izin digunakan untuk salat Jumat saat itu pada tahun 1913 dengan bukti catatan dari Bupati pertama Jombang, R A A Soeroadingnirat,” kata pengurus sekaligus pewaris Masjid Kedung Macan, Muhammad Ibrahim sambil memperlihatkan dokumen lama leluhurnya, Jumat (23/4/2021).
Dikatakannya, masjid yang berdiri ditanah wakaf ini pengurusnya harus berasal dari pihak keluarga. Karena masjid tersebut merupakan warisan leluhur keluarga secara turun temurun.
“Saya itu generasi ketiga. Dari mbah saya, bapak saya, kakak saya terus saya. Kakak saya dan saya kan sama,” ujarnya.
Masjid yang sudah berdiri sejak 1 abad lebih ini dalam menentukan waktu dan jadwal untuk ibadah di masjid berbeda dengan penentuan waktu yang ada di masjid-masjid umum lainnya. Karena disini penentuan waktunya menggunakan jam istiwa.
“Penentuan waktu itu untuk melihat, menentukan titik jam 12.00 WIB. Jadi, bukan seperti jam-jam pada umumnya, disini kita menentukan jam sendiri. Karena pada waktu jam 12.00 WIB itu kan matahari tepat diatas kita. Dan untuk menentukan waktu salat kita ada jadwal sendiri,” ungkapnya.
Ibrahim menjelaskan jika jadwal penentuan waktu salat juga berdasarkan bulan dan tanggal. Ketika adzan berkumandang pun Masjid Kedung Macan ini seringkali mengawali dibandingkan dengan adzan di daerah lain tergantung dari bulan.
“Selisih waktu masjid sini dengan masjid umum itu seperempat jam atau 15 menit, tergantung bulannya. Kalau sekarang selisihnya 25 menit hingga 30 menitan dengan jam umum,” katanya.
“Budayawan Sujiwo Tejo saat di acara ILC itu juga pernah bilang jika pernah Jumatan di Jombang dan khutbahnya itu lebih pendek dari salatnya. Saya sebelumnya juga tidak tau, terus dikasih tau sama yang ikut ngaji disini,” imbuhnya.
Sepengetahuan Ibrahim, sejak dulu ibadah salat Jumat yang dikenal paling singkat di Jombang yaitu di Masjid Kedung Macan. Ibadah tersebut sudah berlangsung sejak kakek Ibrahim dan kakeknya telah berpesan agar tetap dipertahankan dan tidak diperbolehkan untuk dirubah.
Di Masjid ini pun dari dulu hingga saat ini untuk menandakan waktunya salat hanya dengan menabuh bedug. Yang merupakan pesan dan wasiat dari kakek Ibrahim agar tidak menggunakan pengeras suara seperti sound ataupun speaker.
“Ya peninggalan dari kakek saya gitu, tidak boleh dirubah, tidak boleh pasang pengeras, ya tidak boleh narik sumbangan atau kotak amal. Jadi, kalau ada renovasi masjid kita tidak pernah sama sekali narik ke orang-orang. Kalau ada yang bantu itu inisiatif mereka untuk memberikan, saya tidak pernah narik ke mereka,” paparnya.