NGORO, KabarJombang.com – Program Kementeriaan Sosial terkait Bantuan Sembako atau yang dikenal masyarakat BPNT (Bantuan Pangan Non Tunai) di Kabupaten Jombang, menyalahi aturan pedoman program sembako terbitan Kemensos pada tahun 2020. Pernyataan ini disampaikan salah satu agen di Kecamatan Ngoro Jombang. Bahkan tak segan, agen ini ‘mbalelo’ dari aturan yang dibuat para suplayer ‘tunjukan’. Atas sikap para agen mandiri ini, justru berbuah ancaman yang diduga berasal dari jaringan ‘mafia’ BPNT.
“Sebenarnya kesalahan berjamaah ini sudah terjadi sejak awal tahun 2020, tapi saya dan ada satu lagi agen di Ngoro memilih membangkang dengan menjadi agen mandiri daripada ikut arus yang jelas-jelas menyalahi aturan,” ungkap Ema, salah satu agen desa Ngoro, Kecamatan Ngoro Jombang kepada kabarjombang.com. Agen mandiri yang dimaksud Ema, adalah mendapatkan barang komiditi di pasar bebas ketimbang harus menerima dari suplayer yang sudah ditunjuk koordinator wilayah.
Alur ketidakberesan dengan menerima seluruh komoditi dari suplayer ‘tunjukan’ ini dianggapnya menyalahi pedoman program sembako yang sudah ditetapkan pemerintah pusat. Pada poin keempat tentang prinsip pelaksanaan program, lanjut Ema, agen dapat membeli pasokan bahan pangan dari berbagai sumber dengan memperhatikan kualitas dan harga yang kompetitif.
Atas dasar itulah menurut Ema, di kecamatan Ngoro terdapat dua agen mandiri, ia dan satu lagi agen Wasis di wilayah Desa Badang. Kendati demikian, menurut Ema, pihaknya tetap mematuhi pedoman sembako dengan memberikan pelayanan terbaik bagi KPM (Keluarga Penerima Manfaat) dengan mengutamakan 6T, tepat jumlah, tepat sasaran, tepat waktu, tepat kualitas, tepat harga, dan tepat administrasi.
Jika terjadi hal yang kurang tepat dilapangan, pihaknya selalu berusaha memberikan harga dan kualitas terbaik bagi KPM, supaya tidak mengecewakan. “Keuntungan agen mandiri yang sesuai aturan pemerintah itu, agen seperti kita bisa mencari sendiri suplayer yang terbaik, dengan harga kompetitif, yang pasti linier dengan kualitas barang bukan manut apa kata suplayer tunjukan, harga, jenis dan kualitas sudah ditentukan yang dirugikan kan ya jelas penerima saya gak mau itu. Saya gak mau mengexploitasi warga miskin, kasihan ,” ungkap dia lebih jauh.
Senada juga diungkapkan Wasis agen sembako mandiri Desa Badang, Kecamatan Ngoro. Menurutnya menjadi agen mandiri memiliki banyak keuntungan. Selain sesuai aturan yang ada, pihaknya juga bisa memilih suplayer yang terbaik bukan tunjukan Kordinator Wilayah. “Kebetulan kami agen mandiri, untuk pengadaan barang nyari sendiri, suplayer kami nyari sendiri. Nyari yang murah dengan kualitas terbaik,” ungkap istri wasis, yang kebetulan mendampinginya.
Ditegaskan kembali oleh Wasis, tidak ada aturan tertulis yang menyebut harus menerima pasokan dari orang atau suplayer tertentu saja. Sehingga dalam pelaksanaanya, Ia menyediakan komoditi dengan memberdayakan warga sekitar dengan tujuan perputaran ekonomi di desanya berjalan.
“Harga eceran tertinggi yang di tetapkan suplayer itu selisih banyak, kita bisa menggunakan selisih tersebut untuk membantu warga miskin yang tak terima KPM. Kalau menerima suplayer ‘tunjukan’ pihak tertentu, keuntungannya tidak bisa mencukupi karena laba yang di ambil suplayer itu juga banyak, tapi nggak pernah di perhitungkan. Intinya harga suplayer itu terlalu mahal dengan kualitas yang tak memadai,” jlentreh Wasis panjang lebar.
Intervensi suplayer ‘tunjukan’ menurut Wasis, berlaku dari tingkat Kabupaten hingga desa. Dari tingkatan Kabupaten saja, lanjut dia, telah ada intervensi dengan penunjukan koordinator wilayah yang membawahi. Sesampai di desa, kepala desa juga berperan menekan agen untuk menerima suplayer tertentu dan tidak memberikan kebebasan pada agen.
“Di desa Badang, suplayer yang ditunjuk ketika rapat kordinasi tidak datang. Sehingga barang yang ditawarkan mutu nya seperti apa, tanggung jawab apa tidak jika ada kerusakan barang tidak bisa dijelaskan, ini jelas menyalahi aturan, karena di pedoman tidak ada seperti ini. Kalau pakek suplayer itu dari tangan satu ke tangan yang lain menyebabkan harga lebih mahal, jelas ini tidak efisien,” papar Wasis.
Namun karena sikap ‘mbalelo’ nya ini, Wasis justru mendapat ancaman tidak boleh menjadi agen oleh ‘mafia’ BPNT melalui kepala Desa. “Saya diancam mau dicabut ijin sebagai agen, terus salah saya apa ? Apa karena dianggap melawan kebijakan yang salah, dengan menjalankan prosedur yang ada ? Bukankah apa yang saya lakukan justru malah bisa jadi percontohan agen mandiri untuk memberdayakan potensi masyarakat sekitar ?,” ulas dia memungkasi.
Pihak desa Badang sendiri masih terus berupaya dikonfirmasi perihal pernyataan Wasis. Tim KabarJombang.com (kelompok faktual media) juga tengah menghubungi dinas terkait guna menjadikan perkara ini bisa gamblang.