NGORO, KabarJombang.com – Keluhan buruknya kualitas bantuan sosial sembako yang dulunya bernama BPNT (Bantuan Pangan Non Tunai) di sejumlah wilayah Kecamatan Ngoro mulai bermunculan. Agen penyalur sendiri ketika dikonfirmasi, membenarkan buruknya kualitas barang yang ia dapat dari suplayer ‘tunjukan’.
Sebagaimana diungkapkan salah satu keluarga penerima manfaat (KPM), Sundiyah (30) warga Dusun Kesamben, Desa Kesamben, Ngoro. Menurut dia, kualitas komoditi yang diterima tak memadai dengan harga yang dipatok. “Ini kualitasnya menurun, semua warga pada protes, kok beda nggak kayak bulan lalu, bagus-bagus, sekarang jelek,” ungkapnya.
Sundiyah menambahkan, ayam yang diterimanya saat ini sangat pucat dan tidak segar, serta kondisi ayam telah difrozen (dibekukan). Selain ayam, pihaknya juga mengeluhkan kualitas kentang dengan harga Rp 14 ribu per kilogram dengan kondisi yang buruk. “Ayam yang kami terima juga beda, bulan lalu masih segar dan bagus lha kok sekarang kayak gini. Ini kentang juga kecil-kecil padahal dulu bagus,” keluhnya, minggu (27/9/2020).
Terpisah, pemilik agen penyalur di Desa Kesamben Ngoro, Sugeng Raharjo (38) membenarkan keluhan para keluarga penerima manfaat tersebut. Kualitas barang yang diterima serta langsung di distribusikan ke warga, menurut Sugeng berasal dari suplayer ‘tunjukan’ koordinator wilayah (korwil) pendistribusian program sembako di Jombang.
“Iya ini barang memang dari suplayer, saya sebelumnya agen mandiri dan karena harus ikut aturan baru, bulan ini kembali jadi agen yang seluruh barang berasal dari suplayer tunjukan korwil,” ungkap dia. Komoditi yang dibandingkan warga pada bulan lalu, menurut Sugeng merupakan hasil sebagai agen mandiri.
“Awal saya jadi agen yang ikut suplayer, kemudian kurang lebih 6 bulan lalu saya menjadi agen mandiri. Namun bulan ini saya diminta ikut korwil dengan menerima pasokan barang dari tingkat Kabupaten langsung, tapi malah di clatui (marahi) KPM karena kualitas barangnya jelek beda ketika saya ambil komoditi secara bebas,” tegas Sugeng kembali. Dia mengaku, warga lebih puas dengan pelayanan yang diberikan selama menjadi agen mandiri.
Justru dengan adanya aturan dari korwil dan tikor, pihaknya harus menerima pasokan komoditi dari suplayer tunjukan, yang berujung pada kekecewaan oleh warga. “Kita disini sebagai agen mengikuti alur dan perintah dari atas, kita juga tidak pernah keluar jalur atau keluar koridor. Harga yang ditentukan ya kita ikuti, kalau masalah kualitas, KPM yang punya hak bersuara, ujung-ujungnya saya sebagai agen jadi tumpuan kemarahan warga,” kesal Sugeng.
Terkait keluhan kualitas daging ayam, selain tidak segar, KPM pun tidak mendapat utuh sekilo. Ketika ditimbang, daging yang diterima hanya seberat 980 gram. “Untuk kentang yang kecil dan busuk sudah kami tarik dan akan kami kembalikan ke suplayer. Setidaknya ini bisa menjadi bahan perhatian suplayer untuk terus meningkatkan kualitas yang sudah menjadi hak warga miskin,” pungkas Sugeng.