JOMBANG, KabarJombang.com – Kekhawatiran akan terjadinya ketakutan masyarakat untuk berobat ke rumah sakit makin tinggi, karena disinyalir setiap pasien yang masuk RSUD Kabupaten Jombang selalu dinyatakan positif covid-19, meskipun belum terbukti keberadaannya.
Ini disinyalir sebagai modus rumah sakit untuk “merampok” uang negara di tengah pandemi covid-19.
Modus seperti ini merupakan kejahatan baru di dunia medis yang patut dicermati. Kejahatan yang melibatkan oknum-oknum rumah sakit ini merupakan sebuah korupsi baru terhadap anggaran negara.
Dugaan itu dikuatkan dengan banyaknya pengaduan masyarakat, jika ada sebagian keluarga yang diminta menandatangani bahwa anggota keluarganya terkena covid-19 dan diduga diberi sejumlah uang oleh pihak rumah sakit.
“Sakitnya itu gagal ginjal, setelah diberitahu pihak rumah sakit hasil rongten. Pukul 6 pagi, mertua saya dinyatakan meninggal dunia. Anehnya pihak rumah sakit mengatakan mertua saya sakitnya menuju ke covid-19,” kata BD, warga Desa/Kecamatan Peterongan, kepada KabarJombang.com, Rabu (10/3/2021).
BD akhirnya melakukan penolakan dan merasa ada keganjilan. Sebab belum genap satu hari dirawat RSUD Jombang, telah memvonis covid-19 yang terkesan dipaksakan.
Tanda Tangan Covid-19 Dahulu, Jenazah Baru Boleh Dibawa Pulang
Ia menceritakan, awalnya karena sakit SD, sempat dibawa ke salah satu rumah sakit swasta namun rumah sakit tersebut tidak sanggup karena sakit yang dideritanya sudah parah dan dirujuk ke RSUD Jombang.
Sesampai tiba di RSUD Jombang, SD mendapatkan perawatan di IGD (Instalasi Gawat Darurat) sekitar pukul 9 malam. Pukul 02.30 WIB pihak keluarga menerima informasi bahwa hasil rontgen menyatakan kondisi ginjalnya sudah parah.
Lebih lanjut BD menuturkan jika pihak rumah sakit memberitahu bahwa kemungkinan sembuh pada pasien sangat kecil. Setelah ada informasi itu, pihak keluarga tidak diperbolehkan menjenguk.
“Dari awal dipaksakan covid-19 itu alurnya ribet. Katanya nunggu dokter spesialis-lah, tiga pilar gitu-gitu. Masuk rumah sakit ini ikut pelayanan umum, mau bayar itu dipersusah. Disuruh ke belakang katanya bayar disana, kemudian disuruh ke depan lagi, intinya ribet,” katanya.
Dari pukul 6 pagi kematian mertuanya itu, hingga jam 14.00 WIB jenazah bisa dibawa pulang. Namun syarat utamanya adalah pihak keluarga harus mau menandatangi pemakaman secara prott covid-19.
“Kami orang awam dan tidak tau apa-apa. Tapi ini terkesan dibuat-buat. Baru setelah saya mau tanda tangan itu, semua akhirnya diperlancar, tidak dipersulit lagi,” tambahnya.
Anehnya lagi, dengan dicovidkan itu, pihak keluarga diperbolehkan memandikan jenasah dengan jumlah dua orang. Bahkan yang awalnya mau membayar biaya rumah sakit, akhirnya digratiskan rumah sakit setelah adanya tanda tangan pengcovid-an.
“Katanya covid ya, tapi kok boleh memandikan keluarga, bahkan pihak keluarga diperbolehkan ambil video juga. Saat ini sudah menginjak 40 hari sepeninggalnya beliau. Bulan Januari lalu pengcovid-an ini kami alami dikeluarga kami, tapi untuk tanggal berapa pasnya saya lupa,” ungkapnya.
Pihaknya berharap agar RSUD Jombang tidak semena-mena melakukan pengcovid-an kepada pasien. Sebab jika hal ini dilakukan berulang-ulang, kasus covid-19 di Kabupaten Jombang tidak akan berhenti.
“Ini kasian pedagang, pencari nafkah dijalanan, jika covid-19 dibuat-buat bahkan dibesar-besarkan. Nggak akan ada habisnya. Kapan kondisi akan normal lagi? Jika covid-19 dipermainkan seperti ini,” tandas BD.
Dalam Surat Menteri Keuangan Nomor S-275/MK 02/2020 tanggal 6 April 2020 yang memuat aturan serta besaran biaya perawatan pasien Covid-19 disebutkan jika seorang pasien dirawat selama 14 hari, asumsinya pemerintah menanggung biaya sebesar Rp 105 juta sebagai biaya paling rendah. Untuk pasien komplikasi, pemerintah setidaknya harus menanggung biaya Rp 231 juta per orang.
-
Dibaca Saat ini 10 Maret 2021, 15:36
Indikasi RS di Jombang ‘Ngotot’ Nyatakan Pasien Meninggal Berstatus Covid-19
-
11 Maret 2021, 20:30
Klaim Biaya Perawatan Pasien Covid-19 di Jombang Ditanggung Pemerintah