JOMBANG, KabarJombang.com – Kalau dulu, sekitar tahun 1990-an, “Rambut Nenek” menjadi jajanan berasa manis paling diburu anak kecil hingga remaja. Namun sekarang, seiring perkembangan zaman, jajanan tradisional ini, tak banyak ditemukan di wilayah Kabupaten Jombang. Jika pun ada, itu pun bisa dihitung jari.
Jajanan tradisional Rambut Nenek atau arbanat tempo dulu ini, terbuat dari bahan dasar gula, dengan campuran tepung terigu, pewarna makanan dan air. Diolah tanpa penggunaan mesin. Disebut rambut nenek, karena awal munculnya jajanan ini berwarna putih seperti uban.
Kini, peminatnya tak banyak, karena kemungkinan jajanan tradisional ini, sudah tergeser dengan jajanan kemasan siap saji yang lebih menggoda anak-anak.
Namun, hal ini tidak menggoyahkan Endah (37) untuk tetap berdagang jajanan lawas Rambut Nenek. Ia bersama suaminya menekuninya sejak tahun 2018 silam.
Alasan Endah tetap berjualan jajanan masa kecil rambut nenek ini, karena sudah mulai langka di kalangan masyarakat Jombang. Disamping itu, mayoritas masyarakat sudah banyak berjualan nasi ataupun es masa kini.
Menurut Endah, langganan Rambut Nenek jualannya, rata-rata ibu-ibu. Ia tidak tahu, mengapa anak-anak jarang membeli jajanan tradisional tersebut. Ia hanya berkira-kira, ibu-ibu yang membeli Rambut Nenek, sekedar bernostalgia.
“Rata-rata yang beli ibu-ibu. Kalau anak-anak zaman sekarang banyak yang belum tahu dan mengenal jajanan rambut nenek ini seperti apa. Kira-kira, bisa jadi ibu-ibu bernostalgia. Juga mengenalkan ke anak-anaknya,” ungkap Endah kepada KabarJombang.com, Sabtu (26/9/2020).
Endah mengaku, jajanan lawas Rambut Nenek, dia kulak di saudaranya yang berada di Kediri, Jawa Timur. Dia membuka lapak di Desa Mojongapit. Sementara suaminya, berjualan Rambut Nenek di dua tempat. Yakni di Kebonrojo dan di Jalan dr Soetomo, Jombang.
Di lapaknya yang ada di Desa Mojongapit, Kecamatan Jombang, ada berbagai rasa varian Rambut Nenek. Mulai rasa original, mangga, anggur, dan permen karet. Begitu juga kemasan yang disediakan, ada yang cup kecil hingga besar.
Untuk harganya, ia bandrol Rp 2 ribu untuk kemasan cup kecil, dan cup besar Rp 5 ribu. “Rambut nenek ini saya peroleh dari saudara saya yang ada di Kediri, terus saya jual di sini. Saya mulai buka jualan dari jam 09.00 WIB sampai jam 21.00 WIB,” katanya.
Penjualan rambut nenek ini, sempat dikeluhkan Endah, lantaran Covid-19 mewabah di Kabupaten Jombang khususnya. Ia mengaku terjadi penurunan penjualan , dari 11 kilogram menjadi 9 kilogram.
“Sejak awal ada Corona kemarin saya sempat berhenti berjualan sekitar empat bulan. Kalau pendapatan, tidak tentu. Sekitar Rp 30 ribu per harinya, bahkan pernah dibawah itu. Kalau sebelum Corona dulu, ya Alhamdulillah lumayan, masih bisa buat kebutuhan sehari-hari,” jelasnya.
Merosot tajam itu, karena CFD (Car Free Day) ditutup sejak pandemi Covid-19. Sebelumnya, ia memanfaatkan keramaian pada setipa Minggu pagi itu, dengan membuka lapak di Alun-alun Jombang. Kala itu, ia mengaku, dalam durasi dua jam, penghasilan yang ia dapat lumayan banyak.
“Saya sudah kangen ada CFD, semoga cepat dibuka lagi dan bisa jualan lagi disana. Untuk saat ini, kita hanya bisa bersyukur saja berapapun dapatnya,” pungkasnya.