JOMBANG, KabarJombang.com – Mendengar nama “Soto Dok”, bisa dipastikan Anda sudah membayangkan kuliner khas Jombang. Bisa jadi, Anda juga tersenyum kala mengingat pertama kali terhentak dengan bunyi keras “Dok” yang dihasilkan dari ketokan botol besar berisi cairan hitam mirip kecap ke bantalan kayu yang disiapkan.
Namun, dibalik ketenaran nama Soto Dok, bukan berarti semua penikmat soto daging ini tahu asal mula nama Dok disandingkan. Hingga kemudian penganan ini menjadi legenda kuliner Kota Santri. Ternyata, nama “Dok” memiliki dua versi asal usul.
Hal ini diungkap Prakas (47) pedagang soto dok Jalan Prof Buya Hamka, Jombang, Sabtu (8/8/2020). Meski ia belum lahir di dunia ini, namun ia mengaku ingat betul, cerita orang tuanya jika leluhurnya merupakan pedagang soto daging sejak 1972. Kemudian diteruskan oleh orang tuanya. Dan kini, kuliner soto dok itu ia teruskan. Juga beberapa saudara-saudaranya.
“Ada dua versi, nama dok disandingkan dengan soto daging jualan leluhurnya, yang kemudian dikenal sebagai kuliner khas Jombang,” katanya, (Sabtu 8/8/2020).
Versi pertama, berdasarkan fakta. Dikatakan Prakas, botol berukuran cukup besar tersebut berisi kecap asin. Di mana, kecap asin tidak bisa didiamkan lama-lama, karena bisa menyebabkan menggumpal.
“Makanya kecap asin tersebut harus digerakkan. Yang praktis, ya diketok sampai bunyi dok begitu,” katanya.
Versi kedua, lanjut Prakas, adalah banyolan namun mengarah pada ‘riya’. “Ya namanya orang dulu, jedokin botol kecap itu menandakan dagangannya laris,” tuturnya sembari tertawa.
Awal leluhurnya berjualan soto dok tahun 1972, cerita Prakas, dimulai dari jualan keliling antar satu kampung ke kampung lain. “Leluhur saya dulu kalau jualan, rombong sotonya digeledek keliling kampung,” tuturnya.
Selain dirinya, sejumlah saudaranya yang sama-sama generasi ketiga, juga melanjutkan kuliner dari leluhurnya itu dengan membuka Soto Dok di beberapa titik di Jombang. Dengan tetap mempertahankan resep rahasia dari pendahulunya.
“Saya dan beberapa saudara yang buka di tempat lain, sudah generasi ketiga. Kalau saudara saya, buka di dekat Jembatan Tunggoro, Pasar Bhayangkara, dan di sini, gantian dengan saya kalau malam,” sambung Prakas, sembari menghentakkan botol kecap asin dan bunyi keras “Dok”. Saat itu, dia memang menyiapkan soto yang dipesan pelanggannya.
Prakas berharap, Soto Dok masih menjadi ikon kuliner Kota Santri, di tengah makin beragamnya kuliner yang masuk ke Jombang. “Tentu, kita tetap melakukan inovasi, tanpa meninggalkan resep asli dari leluhur,” katanya.
Ia juga bersyukur, lantaran hingga saat ini, Soto Dok masih dikenal soto khas Jombang oleh orang Jombang dan orang luar daerah. “Nah, bapak ini kegiatan setiap harinya di Surabaya, dan Alhamdulillah selalu mampir untuk sarapan Soto Dok di sini,” katanya sambil menunjuk pelanggannya.