PETERONGAN, KabarJombang.com – Sudah lebih sepenggalah matahari naik. Tapi tak satupun penumpang, yang berhasil dimuat Suwarno, menaiki becak kayuh usangnya. Ia hanya mampu duduk termenung di pos pemberhentian bus antar kota di area terminal Kepuhsari Jombang. Matanya menerawang jauh menembus kenangan bulan ramadan lalu.
Di jam yang hampir sama, puluhan ribu rupiah telah memenuhi kantong lusuh baju kucelnya. Hilir mudik penumpang, menjadi ladang rejeki tersendiri menyambut kebahagiaan idul fitri. Tempat mangkalnya merupakan tempat favorit penumpang yang hendak turun maupun naik bus antar kota. Baik dari arah Surabaya menuju wilayah barat, ataupun sebaliknya.
Keramaian yang terjadi hampir setiap idul fitri tersebut kini tak lagi dirasakannya. Wabah corona tidak hanya mampu merenggut nyawa. Akan tetapi juga berhasil menyumbat pundi-pundi rupiah bagi Suwarno dan para pengais nafkah di terminal Kepuhsari
“Kalau dulu, kita mangkal dari jam 6 pagi, jam 12 siang di bulan ramadan, udah mampu mengantongi 65 sampai 100. Itu pun sudah ada untuk makan siang. Kini bisa bawa pulang uang 10 ribu saja sudah sangat bersyukur,” lirih Suwarno saat ditemui KabarJombang.com, rabu (29/4/2020) siang.
Sementara kebutuhan hidup satu istri dan keempat anaknya tak bisa ditunda. Kondisi semakin memburuk, ketika larangan mudik diberlakukan. Seluruh armada bus sudah tidak lagi beroperasional. Penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar di tiga kota yakni Surabaya, Sidoarjo dan Gresik kian memperparah.
Pejuang receh lainnya juga mengungkapkan hal yang sama. Eko, pedagang asongan yang setiap harinya bak seekor tupai, lantaran loncat dari bus satu ke bus yang lain, mengaku bingung. Mata pencaharian utamanya kini berhenti total. Tak ada lagi teriakan permen..permen..tisu….tahu..kacang..kacang… Lidahnya kini bukannya kelu. Bus yang menjadi sumber rejeki nya tak lagi melaju. Istri dirumah butuh makan agar air susu untuk bayinya bisa keluar.
“Dulu sehari masih bisa bawa pulang 50 sampai 70 ribu, apalagi kalau jelang lebaran, pagi dan malam jualan, sehari bisa 200 sampai 300 ribu, kini saya gak bisa lagi jual di bus-bus karena total berhenti, ya terpaksa jualan di perempatan jalan-jalan utama. Yang penting pulang bisa bawa uang untuk makan keluarga,” ucap Eko sambil berlari ketengah jalan guna menjajakan barang dagangannya ke pengguna jalan yang terhenti karena lampu merah.
Terminal Kepuhsari yang berasal dari dua nama desa yakni Kepuhkembeng dan desa Keplaksari, Jombang dimana lokasi terminal berada, sudah nampak lengang. Hari kedua Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di tiga kota Jawa Timur, cukup berimbas bagi Kabupaten Jombang. Suasana Terminal Kepuhsari pun nampak seperti tidak bernyawa