DIWEK, KabarJombang.com – Beginilah kondisi gubuk reot yang ditempati Kacung Prawi (66) dan Imam Ghozali (70) di Desa Kedawong Kecamatan Diwek, Jombang, Jawa Timur.
Tak disangka, gubuk yang bisa dibilang tak layak huni ini, ternyata jadi tempat manusia. Tak hanya itu, gubuk bambu berukuran sekitar 2 x 3 meter persegi, dibangun di atas sebuah saluran irigasi.
Atapnya terbuat dari genteng, sedangkan penyangganya dari bambu. Begitu pula dengan tembok dan lantainya, juga terbuat dari anyaman bambu. Di dalam ruangan, sebagian bagunan dijadikan sebagai tempat tidurnya.
Tak ada kasur, namun alas tidur Kacung ini, hanya dibuat dari banner dan spanduk bekas. Persis di bawah tempat dia tidur ini, adalah sungai kecil yang mengalir menuju sawah, tak jauh dari tempat itu.
Pemandangan aliran air sungai inilah, setiap hari dia saksikan dari sela-sela papan ubin bambu tempatnya berbaring. Di atasnya, hanya ada sebuah bola lampu tergantung, sebagai penerangannya.
Lampu yang menerangi gubuk Kacung ini merupakan listrik yang diambilkan dari kuburan umum setempat oleh pihak perangkat desa. Yang membuat miris, di gubuk yang dibangun atas perintah Kepala Desa Kedawong belasan tahun silam ini, juga jadi tempat tinggal ayam peliharaan Kacung.
Kacung sendiri merupukan seorang pria lajang, yang selama hidupnya belum pernah menikah. Sehari-hari, Kacung hanya mengandalkan pemberian orang lain sebagai relawan penyeberangan di jalan raya desa setempat. Penghasilannya yang tak tentu ini, hanya cukup digunakannya untuk makan sehari-hari.
“Saya dibangunkan Pak Kades yang terdahulu di sini, kerja sebagai juru penyeberangan jalan (polisi cepek), kadang dikasih lebih sama orang yang kasihan. Sehari, saya dapat Rp 50 ribu, kadang lebih, kadang kurang,” ungkap Kacung, Selasa (10/9/2019).
Sementara, tak jauh dari tempat tinggal Kacung, kondisi Imam Ghozali juga nyaris sama. Kakek ini pun tinggal disebuah gubuk bambu.
Berbeda dengan gubuk milik Kacung yang dibuat di atas sungai, tempat tinggal Imam Ghozali ini berada di depan kuburan umum desa setempat.
Gubuk berukuran 3 x 3 meter ini juga dibuat dari bambu. Baik tiang penyangga maupun temboknya. Begitu pula dengan alas tidurnya yang hanya dilapisi spanduk atau baner bekas.
Sama halnya dengan Kacung, kakek Ghozali juga tinggal dengan sejumlah ayam peliharaannya. Hanya saja, ayam-ayam milik Ghozali ini dibuatkan tempat sendiri di bawah tempat tidurnya.
“Ini yang bangunkan juru kunci makam, di tanah kuburan Desa, sudah bertahun-tahun,” terang Imam.
Tak ada dapur dan kompor untuk tempat memasak di gubuk dua kakek tua ini. Untuk makan, tak jarang keduanya memasak nasi bersama di belakang gubuk milik Ghozali dengan kayu bakar.
“Kadang Kacung yang dapat beras, saya yang masak. Kadang juga diberi tetangga untuk makan,” Imbuh Ghozali.
Ghozali sendiri merupakan duda tanpa anak. Kakek yang sudah tak mampu lagi bekerja karena usianya lanjut ini, mengaku pernah memilik seorang istri.
Namun, dia ditinggalkan istrinya menikah dengan pria lain, kemudian bercerai belasan tahun lalu. Ghozali akhirnya memutuskan menduda hingga saat ini.
Kacung dan Ghozali merupakan penduduk asli Desa Kedawong. Namun demikian, dua kakek miskin tersebut sejauh ini mengaku belum mendapatkan perhatian dari Pemerintah. Baik dalam bentuk bantuan sembako atau yang kini disebut BPNT (Bantuan Pangan Non Tunai) maupun jaminan kesehatan dan lainnya.
Mereka berharap, ada uluran tangan dan peran Pemerintah untuk kelanjutan hidupnya.
Jurnalis: Muji Lestari
Editor: Nurul Yaqin