Sejarah dan Tradisi Maleman yang Masih Tetap Dilestarikan Oleh Masyarakat

Foto : Hafiz saat menghantark maleman ke salah satu rumah kerabatnya, Rabu (24/4/2022)./Ema/
  • Whatsapp

JOMBANG, KabarJombang.com – Tradisi maleman masih membudaya bagi masyarakat Jawa, termasuk masyarakat di Kabupaten Jombang.

Tradisi maleman atau selikuran biasa ditemui saat bulan Ramadhan, tak terkecuali pada ramadhan Tahun 1443 Hijriah ini.

Baca Juga

Naimul Umam, salah satu tokoh agama di Dusun Kalianyar, Kecamatan Jogoroto, Jombang mengatakan, sesuai istilahnya, maleman dilaksanakan pada sepuluh malam ganjil terakhir di bulan suci Ramadhan.

“Biasanya dilaksanakan pada malam 21, 23, 25, 27 dan malam 29. Hingga berkembangnya zaman, tradisi maleman masih dilestarikan di sejumlah tempat di Jombang dengan berbagai kemasan,” ujarnya pada Minggu (24/4/2022).

Biasanya, masyarakat sekitar yang mengikuti sholat tarawih di masjid berduyun-duyun membawa sejenis Tempelangan atau nasi bungkus yang berisi beraneka ragam makanan.

“Bermacam-macam lauk pauk yang dibawa warga sekitar, makanannya dibagikan setelah shalat tarawih dan pembacaan dzikir tahlil,” jelasnya.

Lanjut Umam, Maleman memiliki arti dan filosofi yang erat antara budaya jawa dengan penyebaran agama Islam di tanah Jawa khususnya.

“Maleman sebagai bentuk pengajaran untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT, meningkatkan perilaku sedekah juga menggiatkan ibadah-ibadah di akhir bulan Ramadhan,” kata Na’imul Umam yang merupakan Alumni Pondok Pesantren Demak.

Untuk itu, dirinya berharap agar regenerasi pemuda-pemudi di Jombang melek sejarah dan melestarikan budaya maleman yang sudah lama di tekuni oleh para sesepuh.

“Saya berharap pemuda pemudi saat ini semakin rajin untuk melestarikan budaya yang ada di jawa khususnya Jombang, salah satunya tradisi maleman,”ujarnya.

Untuk pelaksanaan maleman pada tahun ini, Umam menerangkan sedikit dirasa berbeda dari pada tahun-tahun sebelumnya.

Pada maleman tahun ini, nasi bungkus yang telah dibagikan langsung kebanyakan dibawa pulang ke rumah masing-masing. Hal ini berbeda dengan tahun lalu, dimana pada tahun lalu, nasi malemen dimakan bersama sama di teras masjid.

“Kalau dulu kita bisa makan bersama di teras mushollah atau masjid. Sungguh, rasanya sangat berbeda dan mempunyai kenikmatan tersendiri daripada kita membawanya pulang,” katanya.

Adapun isian dari tempelang maleman yakni bervarian, dan alas bungkus yang di kenakan pun masih kebanyakan menggunakan daun pisang.

“Isian dari tempelangan maleman ini berbeda-beda mbak. ada yang menggunakan telur, ayam goreng dan tidak lupa kue apem. Bungkusnya juga masih alami, memakai daun pisang,” terangnya.

Tak hanya di Musholla atau masjid saja, Hantaran maleman juga bisa diserahkan secara langsung ke rumah masing-masing tetangga atau kerabat, makanan diletakkan dalam rantang atau kotak, kemudian di hantarkan.

“Biasanya orang-orang menyuruh anak kecil untuk menghantarkan ke tetangga dekat, setelah itu si penerima akan memberi uang tips sebagai bentuk shodaqoh di bulan suci Ramadhan,” jelasnya.

Sementara itu, Menurut Hafiz (5), Salah seorang anak yang di sedang disuruh orangtuanya untuk menghantarkan maleman mengatakan, jika dirinya acap kali mendapatkan tips dari sanak saudara yang telah ia beri hantaran maleman.

“Biasanya diberi Rp 10.000 ada juga yang sampai Rp 20.000,” jelasnya.

Dirinya mengaku sangat senang, tak heran jika tampak jelas rasa bahagia dari raut wajah anak kecil yang masih duduk di bangku Taman Kanak-kanak (TK) ini.

“Sangat senang sekali, dan kata mama saya nantinya uang ini untuk di masukkan ke kotak celengan,” tukasnya.

Iklan Bank Jombang 2024

Berita Terkait