JOMBANG, (kabarjombang.com) – Di kabupaten Jombang, tak banyak kita menemukan seniman lukis dengan teknik realis. Bukan karena sepinya minat pemesan, tetapi teknik melukis seperti ini bisa dibilang cukup sulit dan dibutuhkan ketelatenan.
Apalagi di era digital ini, orang banyak menghias dinding rumahnya dengan lukisan yang dibuat dengan bantuan aplikasi digital komputer atau android. Disamping praktis, juga tak menguras kantong.
Namun, bagi Wiwid Priyanto (34), seorang pelukis realis jalanan di Kota Santri ini, masih tetap bertahan menjadi pelukis wajah. Dia masih meyakini, karya orisinalitasnya bersama pensil, kertas, kuasnya, masih banyak digandrungi peminat seni.
Seniman asal Desa Lengkong, Kecamatan Kertosono, Kabupaten Nganjuk ini mengatakan, karya seni realis bukanlah sebuah pasar. Seni ini merupakan seni obyek dua dimensi yang menggambarkan seperti bidang aslinya. Dia mengaku senang melakoni pekerjaan seninya. Sebab, menghasilkan sebuah karya lukis realis tidak hanya dibutuhkan kejelihan, melainkan juga ketelatenan. Disitulah, dia tertantang dan menikmatinya.
“Mengerjakan lukisan realis harus telaten, dalam mengamati setiap lekuk dan guratan yang ada pada obyek. Saya senang melakoni ini, karena ada kepuasan tersendiri, yakni menghasilkan karya untuk orang lain,” katanya, Sabtu (26/11/2016) yang saat itu dia mangkal di trotoar Jalan Dr Soetomo, barat Kebonrojo, Jombang.
Benar saja, saat KabarJombang.com melihat pria ini mulai melukis 3 wajah pesanan seseorang. Pelukis itupun memulai men-sketsa foto milik pemesan yang dipegangnya. Lalu dia pun mengambil pensil, selembar kertas kanson (kertas khusus sketsa), dan penyangga. Tak lama kemudian, sketsa wajah pun jadi.
Setelah proses sketsa wajah usai, Wid –begitu pelukis realis ini biasa disapa- melanjutkan tugasnya dengan proses arsir dan pewarnaan tipis, menggunakan serbuk konte, atau pensil warna. Sambil sesekali mengamati terus menerus setiap detail wajah yang menjadi obyek. “Untuk hitam putih, cukup dengan serbuk konte. Jika diberi warna, dengan pensil warna,” ujarnya.
Saat beraksi melukis, Wid tampak penuh konsentrasi dan telaten, tanpa merasa terganggu apa yang terjadi di sekitarnya. Dengan kondisi jalan yang bising dan lalu-lalang orang, tak ada rasa gugup sama sekali. Ia terlihat sangat menikmati dan larut bergulat dengan obyek yang dipegangnya. Goresan demi goresan melekat tanpa ragu.
Menurutnya, untuk menyelesaikan obyek, dia hanya butuh 1 hingga 2 jam. “Itu sudah finishing. Tapi juga tergantung tingkat kerumitan dan mud,” akunya.
Pelukis realis ini mengaku, awal memiliki bakat seperti ini muncul secara otodidak. Dalam artian tidak melalui jalan pendidikan di bidang seni lukis. “Namun, saya sempat mengembangkan hobi dan bakat ini di Yogyakarta selama 3 tahun, mulai 2009 hingga 2012,” aku Wid, yang sudah menggeluti seni lukis realis jalanan di Jombang sejak tahun 2013-an.
Disinggung soal penghasilan yang diperoleh dari melukis realis, dia mengaku tiap harinya tak menentu. Namun, Wid tak ingin mengeluh. Ia tetap bersyukur. Komitmen dan kecintaannya terhadap pekerjaan seninya, membuatnya selalu bangkit, meski ia penah mengalami tidak ada pesanan selembar pun dalam sehari.
“Dijalanin saja. Tak pernah ada target berapa banyak pesanan. Toh, rezeki sudah ada yang mengatur. Yang pasti, saya berusaha maksimal dulu. Untuk kepuasan pemesan, sebelum finishing, saya pasti meminta kepada pemesan terlebih dulu, apakah ada komplain atau tidak,” ujarnya.
Untuk satu hasil karya, ia membandrol Rp 100 ribu untuk hitam putih. Sementara untuk warna hanya Rp 150 ribu. “Itu minimalis. Paling mahalnya relatif, tergantung tingkat kesulitan,” tuturnya.
Dia juga mengatakan, sebelum mangkal di Jalan Dr Soetomo setiap Sabtu dan Minggu. Dia biasa mangkal di trotoar Jalan Pattimura saban hari. “Karena trotoarnya dibenahi, saya pindah kesini. Tiap Sabtu dan Minggu saja. Selebihnya, saya kerjakan di rumah, di Lengkong. Untuk lamanya mangkal juga tak menentu. Dapat 1 atau 2 pesanan saja, biasanya terus pulang,” kata pelukis yang sudah tak terhitung hasil karya lukis realisnya ini.
Meski melalui proses yang tampak sederhana, karya lukis realisnya terbilang tahan lama. Sekitar 20 hasil karya yang dibawa dan dipajangnya saat itu, adalah hasil karya beberapa tahun silam. “Semua karya sudah melalui tahap anti gores. Jadi awet dan tahan cuaca,” katanya sambil menunjukkan karya gambar sejumlah tokoh yang dipajangnya. (rief)