KABARJOMBANG.COM – Datangnya Ramadlan, menjadi bulan baik bagi kaum muslim di seluruh semesta alam. Kewajiban berpuasa dan memperbanyak amal ibadah, dituangkan untuk meningkatkan pahala bagi yang menjalankan. Namun, dalam bulan Ramadlan, banyak memunculkan kebiasaan dadakan yang nyaris banyak dilakukan masyarakat Jawa, khususnya Jawa Timur, yang tentu saja jarang dilakukan di bulan-bulan biasa.
Fenomena ini, seperti adanya kebiasaan jalan-jalan saat matahari mulai menunjukan sinarnya. Seperti yang terlihat di sepanjang Jalan Raya Jombang – Megaluh misalnya. Di jalan ini, jika ditelusuri sepanjang 5 kilometer, hampir terdapat warga yang menghabiskan sisa paginya untuk jalan kaki, hingga berolahraga. Bahkan, tak ketinggalan pula warga yang lebih suka mengayuh sepeda.
Menurut salah satu warga, kebiasaan ini dilakukan karena usai menyantap sahur. Mereka menginginkan tetap bugar saat aktivitas di bulan puasa.
“Ya memang, kalau jalan-jalan seperti ini biasanya hanya saat bulan puasa. Kalau hari-hari biasa jarang-jarang,” ucap Sukaisi (45), pelaku olahraga dadakan di bulan Ramadlan.
Selanjutnya, kita menengok di Kecamatan Mojogung, Jombang, tepatnya di Jalan Raya Bypass Mojoagung – Trowulan. Di lokasi ini, tampak puluhan warga, berusia pemuda dan pemudi terlihat berjubel, ketika waktu sahur telah habis sekitar pukul 04.15 WIB. Mulai dari ada yang memilih menikmati jalan kaki, hingga menunggangi sepeda motor.
Layaknya geng motor yang ada di cerita film, di lokasi ini para pemuda justru menikmati dengan gaya menggeber gas motornya, hingga membuat asap mengepul, dan raungan keras knalpot kendaraan terdengar sakit di telinga.
Tak jarang, sedikit gesekan antar kelompok pengendara, nyaris setiap hari terjadi di sepanjang jalan Bypass yang belum dioperasikan resmi ini. Terakhir beredar video tawuran yang terjadi di lokasi, diduga akibat saling geber gas motor, hingga menimbulkan kerusuhan yang menyebabkan satu pemuda babak belur di tengah aspal.
“Ya, kemarin memang ada tawuran antara pengendara motor. Penyebabnya, katanya sih, soal senggolan,” terang Titin (25), penikmat aktivitas dadakan di jalan Mojoagung.
Ketika waktu menunjukkan matahari tenggelam di barat. Tampak berjejer pula puluhan pedagang di sekitaran Jalan Gus Dur yang berada di depan Gedung Olahraga (GOR) Merdeka. Ya, mereka merupakan pedagang yang muncul setiap datangnya bulan Ramadlan. Daganganya pun bervariasi, mulai dari makanan ringan, hingga berbagai minuman siap saji sebagai menu buka puasa.
Menurutnya Solikah, dirinya memang berdagang, hanya saat ada Pasar Ramadhan yang digelar Disperindag Kabupaten Jombang. Sehari-hari, dirinya hanyalah ibu rumah tangga yang tidak melakukan aktifitas dagang di luar bulan Ramadhan.
“Dagangnya saat puasa saja. Untung-untung bisa untuk tambahan biaya lebaran yang cukup banyak,” terangnya, sambil memberikan senyum tanda malu.
Aksi sosial berbagai takjil, bertebaran di setiap jalan. Ya, bulan puasa memang banyak aksi-aksi seperti ini. Bahkan, juga banyak dilakukan bagi masyarakat non-muslim. Selain itu, banyaknya komunitas yang ada di Kota Santri, juga meramaikan aksi berbagi takjil untuk masyarakat muslim yang menunaikan ibadah puasa.
Di sepanjang Jalan KH Wahid Hasyim, Jombang, Jawa Timur misalnya. Di lokasi ini, hampir satu bulan Ramadhan penuh, terdapat warga maupun komunitas yang membagikan takjil. Tentu saja, ini merupakan aktifitas yang hanya ada di bulan Ramadlan.
Bulan Ramadlan, merupakan bulan yang akan menyongsong datangnya Hari Raya Idul Fitri. Kebiasaan masyarakat Jawa membeli baju baru, muncul ketika hari raya akan tiba. Hasilnya, meski masih separuh bulan menjalankan puasa, sejumlah toko baju di Pasar Citra Niaga, Jombang terlihat sudah banyak dipadati warga yang memburu baju baru.
Selain baju, alas kaki, dan perlengkapan ibadah, juga menjadi buruan warga yang ingin benar-benar menyambut datang hari kebesaran umat muslim di dunia ini.
“Sudah jadi kebiasaan, kalau hari raya pasti carinya baju, sandal, baru. Pokoknya semuanya baru,” kata Ernawati, salah satu pembeli baju di sebuah Ruko di PCN Jombang.
Adanya sederet kebiasaan dadakan dan misterius di Bulan Ramadlan, menjadi perbincangan sendiri oleh pemerhati sosial, Budi Utomo. Menurutnya, adanya aktifitas masyarakat yang hanya ada di bulan Ramadlan, merupakan warna tersendiri bagi budaya masyarakat Jawa. Terlepas, itu merupakan kebiasaan individu masyarakatnya, ataupun merupakan warisan sosial masyarakat terdahulu.
“Selama tidak ada yang dirugikan dalam hal tersebut, semua sah-sah saja. Kecuali, jika ada aktifitas merugikan baru adanya tindakan terhadap aktifitas tersebut,” katanya, Selasa (29/5/2018). (ari/kj)