Puluhan Tahun Tak Diperhatikan
KABARJOMBANG.COM – Meski setiap tahun mengalami permasalahan yang sama, puluhan warga Dusun Tegalan, Desa Sumberjo, Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Jombang, harus tetap merasakan mahalnya air bersih di lingkungan tempat tinggal mereka.
Untuk bisa mendapatkan air, mereka harus berjalan berliku menapaki terjalnya gunung Anjasmoro hingga 2 kilometer.
Setelah merasakan sengatan panas matahari, serta debu yang hingga di mata dan hidung, mereka baru akan sampai pada lubang 30 sentimeter persegi yang berada di pinggiran sungai yang berada di lereng gunung.
Sumber itu, mereka manfaatkan untuk keperluan rumah tangga. Seperti memasak, mencuci, hingga keperluan air minum.
Namun, jangan berharap mendapatkan air bersih. Di dalam lubang yang bersumber itu, mereka hanya bisa menikmati air yang berwarna kecoklatan. Nampak seperti air sungai yang terbalut tanah merah khas pegunungan.
“Memang kondisi airnya seperti ini. Jadi mau tidak mau harus kita gunakan untuk keperluan sehari-hari,” celetuk Jasmi (45) salah satu penduduk yang bercerita.
Dalam sehari, ia harus mondar-mandir mendaki dan menuruni lereng gunung untuk bisa mendapatkan air. Sebab, lokasi tempat tinggal mereka yang berada diatas tanah milik Perhutani, menjadi penyebab pemerintah tidak memberikan akses kebutuhan rumah tangga.
Bagi mereka yang memiliki kendaraan bermesin, memilih mengambil air di sumber air yang berada di desa tetangga. “Bagi penduduk yang memiliki sepeda motor, biasanya mengambil didesa sebelah untuk kebutuhan mereka, “ terang Jasmi.
Alhasil, sebanyak 25 Kepala Keluarga (KK) yang menghuni pemukiman yang berada di tengah hutan itu, tak bisa menikmati segarnya air bersih yang layak konsumsi. Meski begitu, mereka mengaku tak pernah terserang penyakit gatal maupun penyakit jenis lainya.
“Selama ini, tidak ada warga yang mengaku sakit karena mengkonsumsi air sungai. Sehingga, para warga sekitar tetap istiqomah mengkonsumsinya,” ujar Kakek Suwito (65), salah satu warga lainnya.
Dengan kondisi tersebut, mereka mengaku belum mendapatkan fasilitas maupun bantuan dari pemerintah setempat, untuk mengatasi sulitnya mendapatkan air bersih di lingkungan mereka. Bahkan, listrik saja mereka menggunakan listrik tenaga surya yang hanya mampu menopang lampu untuk menerangi gelapnya rumah mereka.
“Sampai saat ini, tidak ada upaya untuk bisa memberikan akses saluran air di pemukiman kami. Sehingga kondisinya tetap begini,” katanya.
Tak patah arang, mereka tetap mengharapkan adanya perubahan kondisi pemukiman yang mereka tempati seperti layaknya pemukiman warga lainya. Sebab, secara status kependudukan, mereka merupakan bagian dari warga Kabupaten Jombang yang beridentitas di desa tersebut.
“Bagaimanapun kita warga sini. Sehingga, kita berharap pemerintah peduli kepada warga di pemukiman ini,” pesannya. (aan/kj)