JOMBANG, KabarJombang.com- Masjid Manaazilul Akhiroh di Desa Dapurkejambon, Kecamatan Jombang. Ceritanya, adalah masjid tiban di masa menantu salah satu legenda Kabupaten Jombang, Kebokicak, yang rutin salat Jumat di Ampel Surabaya.
Menantu Kebokicak tersebut adalah Mbah Nur Khotib keturunan tokoh agama Islam di Banyuarang, Kecamatan Ngoro, Jombang. Merupakan silsilah Joko Tingkir saat itu membuat Kebokicak berbesanan dengan seorang Kiai tersebut. Menjadikan dirinya belajar mengenai ajaran Islam.
Hal tersebut dituturkan salah satu keturunan ketujuh dari menantu Kebokicak, Riyadl (38) yang juga menjadi pengurus masjid tersebut yang menceritakan cikal bakal adanya masjid tiba tersebut.
“Ini berdasarkan cerita yang saya peroleh. Dan menurut versi keluarga kami tentang masjid ini mempunyai karomah. Saat itu pendahulu kami Mbah Nur Khotib setelah menjadi menantu Kebokicak itu disini. Namun setiap salat Jumat beliau selalu melakukan di Ampel yang saat itu masih ada Sunan Giri,”tuturnya pada KabarJombang.com Jumat (23/4/2021).
Dilanjutkan, pada suatu ketika dari rutinitas salat Jumat yang dilakukan kebiasaan Mbah Nur Khotib. Karena suatu hal mengalami keterlambatan. Namun dirinya kekeh untuk berangkat meski konsekuensinya harus terlambat sampai di Ampel.
“Suatu waktu beliau akan salat Jumat mengalami keterlambatan, tapi tetap memaksa dirinya harus berangkat meski harus terlambat. Namun ditengah perjalanan diujung desa ini di Kebontemu, Mbah Nur Khotib dikejutkan dengan harimau putih yang menghadangnya,”jelasnya.
Saat itu Nur Khotib dikatakan Riyadl pasrah. Dan jika ingin menerkam dan memakannya belia akan pasrah. Namun hal tersebut berbeda karena harimau tersebit justru baik dan menawarkan agar harimau tersebut ditunggangi menjadi kendaraannya untuk mengejar keterlambatannya.
“Sesampainya di sana Mbah Nur Khotib menjadi perhatian khususnya oleh Sunan Giri. Dengan ditanyakan Mbah Nur Khotob berasal darimana dan dijawabnya dari wilayah yang jauh dari Ampel dan Sunan Giri mengatakan agar untuk Jumat berikutnya melakukan salat Jumat di tempat asalnya,”kata Riyadl.
Menurut Riyadl, karena Sunan Giri merasa tersentuh dengan kegigihan dan ketekunan Nur Khotib. Benar saja sesampainya di tempat asalnya telah berdiri masjid yang saat itu menyerupai saung yang dengan tiba-tiba ada agar digunakan untuk melakukan salat Jumat hingga perkembangannya seperti sekarang ini.
Hingga kini, keberadaan masjid tiban atau masjid Manaazilul Akhiroh telah mengalami tiga kali renovasi karena mengikuti zaman yang sedang berkembang. Namun dua peninggalan asli masjid tiban masih dilestarikan.
“Masjid ini pun sudah mengalami renovasi yang setahu saya tiga kali. Waktu itu direnovasi yang kedua yang saya tahu di tahun 60 an. Namun saat renovasi dilakukan satu ornamen yang masih ada hingga sekarang adalah kuncup atau pucuk dari masjid orang sini nyebutnya “ngaron” karena bentuknya hampir sama dipercaya asli dari masjid tiban yang pertama dan itu awet,”ungkapnya.
“Selain itu juga ada peti yang sampai saat ini masih saya simpan yang kebanyakan cerita orang terdahulu juga sepaket dengan adanya masjid tiban. Terlihat dari bentuknya memang saksi peninggalan masa lalu yang masih ada,”imbuhnya.
Diceritakan pula, bahwa perjuangan untuk mengurus masjid tersebut juga sempat diwarnai dengan aksi budaya Jawa yang sempat dilakukan meskipun hingga saat ini telah kembali fungsi masjid sebenarnya.
“Untuk mengurus masjid ini ternyata waktu itu gak berjalan dengan mulus setelah berganti masa. Saya kurang paham detail ceritanya, tapi dulu di masjid ini juga banyak sesajen yang saat itu seperti apa kurang tahu, namun akhirnya kembali lagi difungsikan sebagai masjid,”pungkasnya.