KABARJOMBANG.COM – Adanya kasus surat suara siluman pada Pilkada Jombang, terus bergulir. Informasi terakhir, Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kabupaten Jombang mendapatkan adanya unsur kesengAjaan dalam kasus tersebut.
Hasil ini diketahui, ketika Panwaslu melakukan pemeriksaan terhadap 8 orang dari 10 orang yang tercatat akan diperiksa dalam kasus surat suara siluman.
“Dari 10 orang yang kita data, sudah 8 orang yang kita periksa. Dalam pemeriksaan yang dilakukan, ternyata ditemukan unsur kesengajaan,” ujar Nur Khasamuri, Ketua Panwaslu Jombang, Jumat (6/7/2018).
Menurutnya, delapan orang yang dimintai keterangan, merupakan petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 001 Desa Tambar, Kecamatan Jogoroto, Kabupaten Jombang, Jawa Timur.
“Kedelapan orang tersebut dari unsur KPPS dan Saksi Paslon yang hadir saat di TPS,” tambahnya.
Meski begitu, hingga saat ini, pihaknya belum berani membocorkan soal adanya unsur kesengajaan dalam kasus yang sempat membuat Pilkada Jombang, gaduh tersebut.
“Untuk unsur yang lain masih kita dalami. Sebab, dalam menangani temuan tersebut, kita memiliki waktu cukup terbatas untuk memutuskan, apakah temuan tersebut masuk ranah pelanggaran pidana atau masuk ranah pelanggaran kode etik penyelenggara Pilkada,” katanya.
Meski begitu, sorotan tajam atas munculnya 25 surat suara siluman tersebut, terus dipelototi sejumlah masyarakat. Seperti yang dikatakan Aan Anshori, Direktur Lingkaran Indonesia untuk Keadilan (LiNK).
“Saya sudah dapat menduga sejak awal, kasus pemilih hantu (ghost voters) Pilbup Jombang di TPS 01 Tambar tidak akan ditindaklanjuti proses pidananya. Ada indikasi keengganan dari penyelenggara pemilu,” tegasnya.
Padahal, ia menilai kasus tersebut sudah sangat terang benderang. Menurutnya, Bawaslu bisa fokus pada 4 orang yang diberhentikan secara mendadak oleh KPU. Yakni, memanggil KPU untuk dimintai keterangan terkait alasan pemberhentian.
“Tidak mungkin, KPU melakukan penggantian secara ngawur. Dengan semangat transparansi dan akuntabilitas, KPU sebenarnya bisa berinisitif memberikan keterangan kepada Bawaslu untuk memudahkan proses ini,” jelas Aan.
Jika kasus tersebut tidak segera ditemukan pelanggarannya, ia curiga adanya lepas tangan pengawas pemilu terhadap kasus tersebut.
“Yang mencurigakan, justru kenapa ada keengganan? Apakah kasus Tambar ini melibatkan penyelenggara pemilu di level Kabupaten? Apakah ini berkaitan dengan upaya salah satu Paslon untuk memenangkan politik elektoral secara curang. Jika kasus ini dipetieskan, maka penyelenggara pemilu telah melakukan dosa politik yang luar biasa, dan tidak layak lagi menjabat. Saya juga meminta DKPP untuk segera melakukan investigasi atas kasus ini,” tegasnya. (ari/kj)