KABARJOMBANG.COM – Desa Kepatihan, Kecamatan/Kabupaten Jombang, Jawa Timur, menolak mentah-mentah adanya kebijakan P-KPU Nomor 18 Tahun 2018 soal pendistribusian Kotak Suara ke masing-masing TPS, sebelum pelaksanaan Pilkada. Salah satu penyebabnya, adalah minimnya penjagaan terhadap kotak suara milik KPU yang akan digunakan untuk Pilkada.
Menurut Kepala Desa (Kades) Kepatihan, Erwin Pribadi, di Desa Kepatihan ada 9 TPS, jarak antara Posko tempat dropping kotak suara yang berada di kantor desa, dengan TPS terjauh hanya 300 meter.
Sementara, kekuatan Linmas atau Hansip di Desa Kepatihan dalam Pilkada ini sebanyak 30 personil. Rata-rata usia anggota diatas 50 tahun, bahkan ada yang sudah 66 tahun. Ia menilai di desa kecamatan kota, sangat sulit mencari Linmas dengan usia produktif.
“Apalagi, Desa Kepatihan menurut analisa pihak Polri, bukan merupakan desa rawan dan cenderung kondusif,” ujar Erwin Pribadi, kepada KabarJombang.com, Sabtu (23/6/2018).
Menurutnya, bila kotak suara di pasang tanggal 26 Juni, dan terjadi hal tidak terduga, semisal kotak suara dicuri, siapa yang bertanggung jawab atas adanya peristiwa tersebut.
“Jika begitu, apakah Linmas saya harus bertanggung jawab? Jangan limpahkan hal tersebut pada pihak Polri dan TNI, karena mereka hanya 3 orang dan harus menjaga 18 kotak suara,” jelasnya.
Apalagi, adanya tanggung jawab besar menjaga kotak suara, juga tidak diimbangi dengan adanya upah yang diterima kepada Linmas. Menurutnya, tidak ada aturan yang mengatur Linmas harus berjaga selama 2 hari mulai 26 dan 27 Juni. Mereka (Linmas) dibayar untuk berjaga saat Pilkada, yaitu tanggal 27 Juni 2018.
“Bila pihak KPU meminta surat pernyataan tanggung jawab mutlak selama kotak suara TPS tersimpan di posko/kantor desa, akan saya tanda tangani dan cap jari bila perlu,” sindirnya. (ari/kj)