JOMBANG, KabarJombang.com – Kepala BPKAD (Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah) Kabupaten Jombang, Muhammad Nasrulloh angkat bicara terkait polemik keterlambatan pencairan Dana Desa (DD) tahap tiga. Diakui pihaknya, anggaran pemerintah pusat baru masuk Rekening Kas Umum Daerah pada 18 Desember 2019.
“Tanggal 23 Desember kemarin sudah masuk ke masing-masing rekening desa, terserap atau tidak, bukan lagi wewenang kami,” tandas Nasrulloh, kepada KabarJombang.com (Kelompok FaktualMedia), Senin (23/12/2019).
Lebih jauh diungkapkan, apabila tenggat waktu pencairan dengan tahun anggaran berkenaan sangat mepet dan berimbas tidak terserapnya anggaran sebagaimana ketentuan yang ada, DD yang telah masuk akan menjadi Silpa di masing-masing desa, bukan kembali pada rekening kas daerah.
“Kalau masalah tidak bisa mencapai 75 persen itu bukan per desa melainkan se kabupaten,” tambahnya.
Begitu pula tentang aturan Silpa (sisa lebih pembiayaan anggaran) DD, menurutnya telah tertuang dalam peraturan bupati. Akan tetapi, lanjut Nasrulloh, pihak yang berkompeten memberikan keterangan adalah DPMD (Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa).
Sejumlah kepala desa sendiri menilai, Pemkab Jombang sengaja lepas tanggung jawab. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 Tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara, pasal 27 mengatur dengan jelas pemberian sanksi ini bila Silpa dalam rekening lebih dari 30%.
Salah satunya berbunyi, sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa pemotongan penyaluran Dana Desa tahun anggaran berikutnya sebesar Sisa Dana desa tahun berjalan. Pemotongan penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menjadi dasar Menteri melakukan pemotongan penyaluran Dana Desa untuk kabupaten/kota tahun anggaran berikutnya.
Terpisah, Koordinator Kepala Desa, Kecamatan Jombang, Erwin Pribadi menandaskan, dalam Permendesa no 16/2019 tentang skala prioritas penggunaan DD 2020, penyerapan anggaran harus berbasis online atau OMSPAN.
Dijelaskan Erwin, rentang waktu lima hari kerja sampai dengan 31 Desember. Mustahil desa merealisasikan pekerjaan pemberdayaan apalagi fisik. Jika BPKAD menyatakan transfer dari pusat baru 17 Desember.
“Justru saya menanyakan pada bulan November, bahwa pihak SKPD menyatakan bahwa transfer DD tahap tiga belum bisa dilakukan karena banyak desa yang belum memenuhi/melaporkan serapan anggaran DD tahap 1 dan 2, mana yang betul ?,” tanya Erwin.
Erwin juga membenarkan pernyatan Nasrulloh terkait komulatif pencapaian 70 persen se kabupaten. Namun ia menyayangkan pola pikir Kepala DPMD yang dianggap naif tersebut.
“Justru resikonya makin besar bila 40 persen DD tahap tiga. Dengan total 302 desa hanya mampu menyerap kurang dari 70 persen,” sindir dia.
Erwin mengungkapkan bagaimana kesulitan yang dihadapi desa pasca cairnya DD tahap tiga di tanggal akhir tutup tahun.
Menurutnya, desa dibuat kelabakan. Setidaknya perencanaan tahun 2019 ada yang gagal realisasi. ” Tahun 2020 lebih sulit lagi nyerap anggaran. Karena saldo akhirnya semakin bertambah. Pemkab seolah menyalahkan pihak desa serta desa seakan wajib memaklumi ke alpaan mereka,”ujar Erwin kesal.
Seharusnya, menurut Erwin, pihak DPMD dan BPKAD, sejak November berani menyatakan bahwa dana transfer belum diberikan oleh pemerintah pusat.
“Bukan dibalik, desa belum memberikan laporan serapan DD tahap 1 dan 2 hingga DD tahap 3 belum bisa dicairkan, aturan jelas PP no 8 tahun 2016 juga mengatur tentang tahapan pencairan dan sangsi. Harusnya Pemkab Jombang yang kena sanksi karena mereka tidak mencairkan tepat waktu,” ucap Erwin memungkasi.
Senada juga disampaikan Kepala Desa Pulo Gedang, Tembelang, Eko Ariyanto. Menurutnya, dengan pencairan DD tahap tiga di tanggal 23 Desember kemarin, beban berat berada di desa.
“Kalau tidak dikeluarkan akan mengganggu, tapi perlu diingat desa sudah menetapkan APBDES dan harus dilaksanakan, karena ini perintah dari Musdes sebagai hukum tertinggi dari penjabaran UU No 6 /2014 tentang Desa. Yang penting tidak ada perbuatan melawan hukum juga tidak ada kerugian negara,” ulasnya.
Eko menambahkan, mau tidak mau desa harus melakukan upaya semaksimal mungkin untuk bisa menyerap DD tahap tiga tersebut. Diantaranya lanjut dia, membayar kegiatan desa yang terhutang sesuai SPP yang sudah masuk tapi belum dicairkan oleh desa.
“Sama halnya dengan awal tahun, desa sudah menjalankan kegiatannya mulai Januari, tapi DD baru cair bulai April – Mei, desa kan harus membiayai dulu awalnya, setelah pencairan baru dibayar,” tandas dia.
Pihak desa maupun Pemkab Jombang sendiri, kata Eko, harus bisa mengevaluasi atas polemik yang terjadi.
Eko menandaskan, ada sistem yang tidak jalan diatas desa. Disebutkan, diantaranya tenaga pendamping, bagian kecamatan, DPMD dan Itwil, kalau BPKAD hanya penyalur saja.
Dijelaskan, kalau kemudian mereka lempar bola panas ke pihaknya, mereka lupa pada saat masa pencairan bulan November. Ditegaskan, jika Pemkab Jombang berkelit dengan menyatakan banyak desa yang belum setor 70%.
“Cara ngeceknya mudah kok di Kemendes pusat, aparat yang berwenang bisa tahu apakah pada bulan November itu dana sudah turun atau belum. Kalau sudah turun mengapa kok baru Desember akhir dicairkan, apa diendapkan dulu,” ujar Eko mengurai permasalahan.
Lebih jauh disampaikan, benang merah dari permasalahan ini, berada di DPMD. Desa menurut Eko, telah memiliki aplikasi sistem keuangan desa (siskeudes). Dengan sistem ini, tracking dana yang masuk ke rekening desa bisa diketahui dengan mudah.
“DPMD melakukan blunder, mereka lupa kami juga punya sistem yang terintegrasi,” pungkasnya.