JOMBANG, KabarJombang.com-Jombang adalah salah satu kabupaten di Jawa Timur yang diyakini memiliki sejarah panjang. Jombang merupakan salah satu wilayah penting sejak zaman Kerajaan Majapahit.
Jombang yang sebelumnya adalah bagian dari regent Mojokerto menjadi kabupaten tersendiri sejak tahun 1910. Sosok yang dipercaya sebagai bupati pertama Kabupaten Jombang tersebut adalah R.A.A Soeroadiningrat V atau yang bergelar Kanjeng Sepuh Jombang.
Secara khusus tentang Bupati Jombang pertama dan kiprahnya dalam memimpin Jombang kini telah diabadikan dalam sebuah buku berjudul Kanjeng Sepuh Jombang (Meneladani Jejak Kepemimpinan Bupati Pertama Jombang).
Buku tersebut ditulis Aang Fatihul Islam, dosen yang juga penggiat sejarah di Jombang. Ia menulis kisah Kanjeng Sepuh Jombang dihimpun berdasarkan hasil penelusuran sejarah dari berbagai sumber.
Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa Kanjeng Sepuh Jombang pernah memimpin wilayah Sedayu sebelum akhirnya dipindahtugaskan di Jombang.
Karakter masyarakat pesisir yang keras tidak jauh berbeda dengan karakter masyarakat Jombang yang abangan. Sehingga, tidak sulit bagi Kanjeng Sepuh Jombang dalam menghadapi masyarakat Jombang kala itu, karena dia sudah memiliki pengalaman yang mumpuni.
Cerita awal mula berdirinya Kota Jombang yang sarat akan filosofi dan makna, menjadi hal yang menarik dalam buku ini. Seperti tentang adanya Pendopo Kabupaten, Ringin Conthong, dan Ndalem Kasepuhan Kanjeng Sepuh Jombang yang kini menjadi bagian dari Rumah Sakit Muhammadiyah.
Selain itu, diceritakan pula dalam buku ini tentang riwayat pendidikan Kanjeng Sepuh Jombang. Ia termasuk dari kalangan santri. Pada masa mudanya pernah menimba ilmu di Pesantren Giri Kedathon dan Perguruan Gilingwesi.
Salah satu guru spiritual Kanjeng Sepuh Jombang yang terkenal adalah Mbah Jimbrak Gudo, seorang tokoh masyhur yang berperan dalam mendidik Kanjeng Sepuh sebagai calon pemimpin, sehingga nantinya mampu mencetak karakter-karakter luhur yang dimiliki Kanjeng Sepuh.
Kepemimpinan Kanjeng Sepuh Jombang cukup menarik dikisahkan buku tersebut. Dia adalah sosok pemimpin yang dwi warna, artinya adalah sosok pemimpin (umara) dan seorang ulama yang cakap dan disegani. Hal ini dapat dilihat dari interaksinya dengan pejabat Belanda, para kiai, dan rakyatnya.
Kanjeng Sepuh Jombang adalah sosok pemimpin yang mencontoh model kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab ra, yakni suka berjalan-jalan di tengah malam sambil membawa makanan dan obat-obatan bagi warganya yang membutuhkan. Tentunya, model kepemimpinan seperti itu belum ditemukan di zaman sekarang.
Perjalanan Kanjeng Sepuh sebagai orang nomor satu di Jombang ini termasuk peninggalannya ditulis dengan baik disertai dengan gambar-gambar yang mendukung pembaca dalam memahami dan memperjelas gambaran suasana Jombang pada masa lampau, seperti foto lawas pendopo kabupaten Jombang (1954, hal: 68) dan foto Ndalem Kasepuhan Jombang (1937, halaman 73).
Selain gambar atau foto, dokumen-dokumen penting lain seperti beselit pengesahan berdirinya Jombang sebagai kabupaten tersendiri juga dilampirkan dalam buku ini (halaman 53-58). Termasuk juga foto dari Kanjeng Sepuh Jombang sendiri (halaman 37).
Di luar hal itu, kisah-kisah karamah Kanjeng Sepuh Jombang yang jarang dimiliki oleh manusia biasa pada umumnya juga turut menjadi bagian menarik dari buku ini, seperti mampu berjalan di atas air, (bagian 9 Beberapa Karamah Kanjeng Sepuh Jombang, halaman 102-105).
Bagi warga Jombang khususnya, yang ingin memperkaya pengetahuan atau khazanah tentang pemerintahan Jombang pada zaman dahulu, buku ini cukup membantu. Aang Fatihul telah mampu menyelesaikan karyanya ini dengan sangat baik.
Buku ini menjadi istimewa karena merupakan karya pertama yang menyajikan biografi Bupati Pertama Kabupaten Jombang secara utuh sejak kelahirannya di Sedayu.