JOMBANG, KabarJombang.com – Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Jombang mempertanyakan biaya rapid test di RSUD Jombang yang lebih mahal ketimbang beberapa rumah sakit swasta di Jombang.
Ini disampaikan Wakil Ketua Komisi D DPRD Jombang, Syarif Hidayatullah ke pihak RSUD Jombang dalam hearing di Ruang Rapat Paripurna, Rabu (10/6/2020) pagi.
Dalam kesempatan itu, Gus Sentot –begitu Waket Komisi D ini akrab disapa, menanyakan mengapa biaya rapid test di RSUD Jombang berbeda dan lebih mahal ketimbang di sejumlah RS swasta di Jombang.
“Penting saya tanyakan yang sempat ramai kemarin, soal biaya Rapid Test di RSUD Jombang sebesar Rp 300 ribu, lebih mahal dari pada beberapa rumah sakit A, B dan C di Jombang yang hanya Rp 200 ribu,” tanya dia.
Gus Sentot tidak mempermasalahkan biaya rapid test, apakah gratis atau berbayar. Pihaknya ingin mengetahui dasar atau pijakan RSUD Jombang, sehingga mematok biaya rapid test sebesar Rp 300 ribu.
“Bukan masalah gratis atau tidaknya. Rp 300 ribu itu diambil darimana dan bagaimana. Dan bedanya apa antara yang Rp 300 ribu dengan Rp 200 ribu, kami para legislatif juga perlu penjelasan secara detail,” sambung Gus Sentot.
Menanggapi hal ini, Direktur RSUD Jombang, dr Pudji Umbaran menyebut, sebelum ditentukan nominal, pihaknya sudah melakukan perhitungan. Rapid Test yang diperuntukkan masyarakat yang membutuhkan, adalah komersial.
“Biaya rapid test Rp 300 ribu ini merupakan paket komersial yang bersumber dari belanja APBD. Dan rapid test untuk masyarakat yang membutuhkan, sebenarnya komersial juga. Seperti biaya perjalanan dan lainnya,” jelasnya.
“Perhitungannya, mulai harga dasar, budgetnya, termasuk variabel cost-nya berapa. Sehingga ketemu sekitar Rp 290 sekian mendekati Rp 300 ribu,” rincinya.
Selain Ketua Komisi D DPRD Jombang Erna Kusuma, Wakil Ketua Syarif Hidayatullah dan anggota, Mustofa, hearing ini dihadiri pihak RSUD Jombang, RSUD Ploso, dan Dinas Kesehatan (Dinkes) Jombang.