MOJOAGUNG, KabarJombang.com – Sekolah negeri di Jombang diduga masih lakukan pungutan dan mendapat keluhan dari wali murid, begini kata praktisi hukum terkait pungitan ini.
Praktisi hukum Edy Haryanto saat dikonfirmasi KabarJombang.com mengatakan, perihal fenomena yang terjadi selama masih ada regulasi yang jelas dan dikeluarkan pihak yang kompeten maka itu bukan pungutan liar (Pungli).
“Selama ada regulasi yang jelas dan dikeluarkan oleh pihak yang berkompeten maka bukan pungli,” ucapnya saat dikonfirmasi, Selasa (25/7/2023).
Lebih lanjut, saat ditanya terkait apakah kegiatan pungli ini melanggar hukum, ia mengatakan jika yang namanya pungli maka diartikan pungutan liar.
“Namanya saja liar. Kalau pungli diartikan pungutan liar dan untuk menentukan seseorang tersangka, prosesnya panjang,” katanya.
Menurutnya, untuk diketahui, pungli sendiri merupakan salah satu gejala sosial yang bersifat abadi. Sehingga selalu hadir di tengah kehidupan masyarakat. Pungli juga menjadi salah satu faktor yang menghambat kepercayaan masyarakat.
Dalam UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Peraturan Presiden No.87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar, Pengertian Pungutan Liar adalah suatu perbuatan yang dilakukan pegawai negeri atau penyelenggara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum.
Atau dengan menyalahgunakan kekuasannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
Pungli merupakan sebuah tindak pelanggaran hukum yang diatur dalam KUHP. Pada Pasal 368 KUHP menyatakan, barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa orang lain dengan kekerasan ancaman kekerasan, untuk memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian adalah milik orang lain.
Atau supaya memberikan hutang maupun menghapus piutang, diancam, karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama Sembilan tahun.
Hal inilah yang kemudian menjadi keluhan para wali murid. Dimana salah satu SMA Negeri di Jombang diduga masih melakukan pungutan.
Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri di Kecamatan Mojoagung, Jombang yang diduga masih memungut uang gedung ke wali murid.
Tidak hanya uang gedung, pihak sekolah melalui komite, juga diduga memaksa wali murid untuk membeli lima kain seragam dengan harga Rp 2.125.000.
Salah seorang wali murid SMA Negeri Mojoagung berinisial (WW) mengatakan, bahwa dirinya dan beberapa wali murid yang lain mengeluhkan mahalnya pungutan tersebut.
“Kalau melihat harganya saya rasa cukup mahal, itu belinya di (koperasi) sekolah itu harus dibayar secara langsung. Jika tidak dibayar tidak akan mendapat kain seragam,” kata (WW), Jumat (21/7/2023).
“Untuk seragam itu masih dalam bentuk kain lho, kalau yang sudah jadi cuma seragam olahraga. Jadi kami harus ada biaya tambahan lagi untuk menjahitkan,” tambahnya.
Dijelaskan, jika pembelian kain seragam di sekolah tersebut terkesan diwajibkan, karena jika membeli di luar, ia mengatakan, pihak sekolah mengkhawatirkan siswa akan memiliki seragam dengan warna yang berbeda.
“Anak saya dibilangin sama gurunya, kalau beli di luar nanti warnanya beda. Jadi anak-anak takut, apalagi siswa baru,” ujarnya.
Hal yang sama juga diungkapkan wali murid lain berinisial (IK). Ia mengaku harus bayar kain seragamnya Rp 2.125.000 meliputi kain Pramuka satu setel, kaos olahraga satu setel, putih abu-abu satu setel, kain batik satu setel dan baju almamater satu setel.
“Itu belum ongkos menjahit, yang tidak menjahitkan baju olah raga dan baju almamater. Terus uang kegiatan tahunan nya itu Rp 500 ribu, SPP Rp150 ribu tetapi yang paling memberatkan saya itu uang gedungnya awalnya 3 juta 800 rupiah, terus ditawar oleh wali murid pas rapat jadi Rp 2.500,000. Diprotes katanya tidak ada uang gedung, terus dijawab pihak sekolah memang tidak ada uang gedung ini sarana-prasarana pembangunan,” keluhnya.
Sementara itu, Humas SMAN Mojoagung, Putut, saat dikonfirmasi terkait hal itu membantah semua tudingan tersebut. Ia menjelaskan bahwa sekolah tidak mewajibkan siswa beli seragam di sekolah. Ia berdalih bahwa pihak sekolah hanya menyedikan kain saja, bukan menjual.
“Bagi yang membutuhkan silahkan, bagi yang tidak juga tidak apa-apa, tidak ada paksaan sama sekali, bisa beli di luar. Kalau beli di sekolah, disediakan di koperasi sekolah, jadi tidak benar kalau dipaksa harus beli,” jelasnya.