TEMBELANG, KabarJombang.com- Kabupaten Jombang sebagai kota santri dengan ratusan Pondok Pesantren (Ponpes) yang tersebar di sejumlah wilayahnya.
Salah satu Ponpesnya, ada di Desa Kepuhdoko, Kecamatan Tembelang, Kabupaten Jombang. Ponpes yang bernama Darul Ulum ini masih tetap berpegang teguh pada Kitab Kuning dan ajarkan pelajaran agama dengan dongeng kepada para santri maupun siswa.
Menurut Ketua Yayasan Pondok Pesanteren, KH Musta’in Hasan, Ponpes Darul Ulum, Kepuhdoko sudah berdiri sekitar tahun 1938 hingga sekarang dengan masih berpegang pada Kitab Kuning.
Dikatakan KH Musta’in Hasan, dulu Ponpes Darul Ulum adalah pondok angkring yang di atas bambu. Pesantren ini semula hanya untuk ngaji kitab, tahun 1942 mendirikan MI, tahun 1953 ada Mu’alimin cikal bakal SMP dan Tsanawiyah.
Tahun 1973 berubah menjadi SMP, tahun 1977 mendirikan Tsanawiyah, tahun 1979 mendirikan Madrasah Aliyah (MA), tahun 1997 MA dinegerikan, dan tahun 2002 mendirikan SMK.
“Meski sudah ada pendidikan formal. Namun tradisional juga masih bertahan. Ndak bisa dihilangkan itu sampai sekarang,” terang KH Musta’in Hasan kepada KabarJombang.com, Sabtu (31/10/2020).
Saat ini, jumlah santri putri dan putra di Ponpes Darul Ulum Kepuhdoko, totalnya sebanyak 2.472 santri. Ajaran yang diajarkan tidak hanya kitab kuning tetapi ibadah-ibadah yang diamalkan seperti berjamaah Salat Tahajud hingga Subuh, Salat Dhuha juga dilakukan dengan rutin.
“Disini itu kalau pendidikan formal atau yang dari Kemenag maupun dari Diknas, baru diajarkan pukul 08.30 WIB. Pukul 07.00 WIB sudah masuk, apel, anak-anak dibawa ke masjid untuk yang putra dan yang putri dirusunawi, dhuhaan lalu ngaji Al-Qur’an. Dan semua itu, mulai dari tingkat MI sampai Aliyah,” ungkapnya.
Dikatakannya, bahwa pendidikan formal itu harus didahului dengan pendidikan tradisional terlebih dahulu. Seperti kitab kuning, pengajian, Al-Qur’an itu harus didulukan.
Dalam teknik pembelajaran, Musta’in menandaskan tidak hanya dikelas atau gedung-gedung tetapi juga dikebun atau di garden class. Dimana para santri dan siswa tetap membawa kitab, sementara dalam pengajarannya melalui dongeng pelajaran agama sehingga tidak membosankan.
“Namun, karena pandemi ini kami belum berani, Sementara semua santri dan siswa pembelajarannya masih daring sampai saat ini,” katanya.