PETERONGAN, KabarJombang.com – Kebijakan Pemkab Jombang tidak adanya larangan warganya mudik ke kampung halaman serta yang bekerja di luar Jombang, harus mengikuti protokol kesehatan yakni dikarantina selama 14 hari, rupanya membuat pihak desa keteteran.
Pemdes dibuat kebingungan, soal biaya kebutuhan selama masa karantina di Posko Terpadu Covid-19 yang harus dijalani pemudik sebelum bertemu keluarganya. Sebab, biaya tersebut tidak disiapkan oleh Pemkab (Pemerintah Kabupaten) Jombang, melainkan menjadi tanggng jawab pihak keluarga pemudik yang menjalani karantina.
Disamping itu sebelumnya, tidak adanya biaya dari Pemkab setempat terkait pendirian posko terpadu Covid-19 yang memanfaatkan gedung sekolah dasar (SD) se-Kabupaten Jombang, membuat pihak Pemdes harus ‘kalang-kabut’ menyiapkan segala sesuatunya.
Problem tersebut seperti diungkap Kepala Dusun Sumberagung, Desa Sumberagung, Kecamatan Peterongan, Jombang, Fathurrozi. Menurutnya, kebutuhan warga yang menjalani 14 hari masa karantina di gedung SD, malah dibebankan pihak keluarganya.
Ini terjadi, katanya, karena dalam RAB (rancangan anggaran biaya) tidak ada anggaran yang mengatur kebutuhan hidup orang yang dikarantina. Di antaranya peralatan mandi, kasur, dan akomodasi atau makan minumnya.
“Kebutuhan itu tidak ada anggarannya dalam RAB. Malah dibebankan ke pihak keluarganya. Ini yang bikin kami bingung. Pertanyaannya, apakah mau pihak keluarga yang dikarantina dibebani,” kata Fahrurrozi yang juga relawan Posko Covid-19 setempat ini, Kamis (9/4/2020).
Terpisah, Sekretaris Desa (Sekdes) Sumberagung, Haris membenarkan jika biaya selama masa isolasi atau karantika sebelum pemudik atau pekeja luar Jombang bertemu keluarganya, ditanggung pihak keluarga. Padahal sebelumnya, ada kebijakan jika biaya tersebut ditanggung pihak Pemdes melalui Dana Desa (DD) dengan anggaran yang minim.
Adanya perubahan kebijakan tersebut, katanya, Pemdes seolah-olah akan dibenturkan dengan warganya sendiri. Sebab sebelumnya, Pemdes Sumberagung sendiri sudah terlanjur woro-woro lockdown ke masyarakat, yakni agar tidak mudik dan warga yang bekerja di luar Jombang menahan keinginannya untuk pulang, serta warga yang ada di dalam desa tidak diperkenankan keluar.
“Pada saat itu, menurut protap (prosedur teteap) dari Kabupaten, yang dikarantina akan menjadi tanggungan pihak desa. Pemdes sendiri bingung darimana uangnya karena anggaran tanggap bencana dari Dana Desa (DD) hanya sebesar Rp 10 juta. Apa cukup untuk ini semua. Nah, kemarin berubah lagi aturan dari Pemkab jika tidak ada anggaran untuk ini dan biaya selama karantina dibebankan pihak keluarganya. Kami khawatir ini akan muncul polemik bermacam-macam di desa,” paparnya, Kamis (9/4).
Selain itu, kata Haris, pihak Pemdes tidak memiliki tenaga medis untuk merawat pemudik yang sedang menderita sakit. “Kalau ada yang sakit, terus siapa yang merawat, di sini tidak disiapi tim medis. Kalau ada yang sakit, kita disuruh telpon ke Dinas Kesehatan, baru mereka datang,” ucapnya.
Pihaknya juga mengatakan, selama ini masalah muncul yakni warga yang bekerja di luar Jombang namun pulang ke Jombang tiap hari. Dikatakannya, protap yang berlaku harus melakukan protokol kesehatan, hanya dengan menjalani tes pengukur suhu tubuh saja.
“Sementara warga sini, ada yang pulangnya satu minggu sekali, ada sebulan sekali. Ketika warga tersebut pulang ke sini dan harus dikarantina 14 hari, terus kita harus bagaimana. Apalagi biaya karantina dibebankan pihak keluarga. Apa nggak nambah polemik nantinya,” katanya.