JOMBANG, KabarJombang.com – “Jajanan opo sing nggak dituku nangis, mari dituku tetep nangis (Jawa: Kue apa jika tidak dibeli menangis, dan setelah dibeli tetap menangis)? Yang tahu pasti menjawab, Kue Putu.
Pertanyaan nostalgia era 90-an ini masih tenar hingga sekarang, meski kue putu sendiri sudah tak banyak dijumpai. Begitu juga di Kabupaten Jombang, Jawa Timur, jajanan jadul (jaman dulu) ini, sudah jarang dijajakan. Jika pun ada, setidaknya bisa dihitung jari.
Kue putu merupakan jenis jajanan tradisional nusantara berwarna hijau dan putih. Berisikan gula merah atau biasa disebut gula Jawa. Dibalut dengan parutan kelapa di atasnya, dan tepung beras butiran kasar.
Agar nikmat disantap, adonan kue yang sudah dikukus ini diletakkan di dalam cetakan berbahan bambu, dan dipadatkan. Kemudian, diletakkan di atas pemanas. Saat penutup lubang di pemanas itu dibuka, sekejap saja, suara khas uap kue putu keluar dari alat suitan ini. Rupanya, suitan ini menjadi alat promosi paling khas bagi pedagang kue putu.
Di masa kini, sejumlah pedagang mengganti cetakan berbahan bambu itu dengan pipa PVC agar lebih praktis. Meski, penggunaan pipa PVC sebagai cetakan memanaskan kue putu, tidaklah baik bagi kesehatan.
M Soleh (37), pedagang kue putu di kawasan Kelurahan Kepanjen, Kecamatan/ Kabupaten Jombang mengaku, tetap bertahan menggunakan cetakan berbahan bambu dalam pembuatan kue putunya, sejak lima tahun silam.
Selain kue putu, ia juga menjual beberapa jajanan tradisional lain, seperti getuk berbahan dasar singkong, klepon dari bahan dasar ketan, dan klanting dengan bahan dasar tepung kanji.
Harga kue putu jualan M Soleh, terbilang murah. Separuh dari harga pedagang putu yang ada di kawasan Jombang, yakni Rp 500 per biji. Meski begitu, soal rasa tak perlu dikhawatirkan. Lezat, lembut dan gula merahnya lumer saat digigit.
“Iya, saya sengaja harganya berbeda dengan pedagang putu lain. Biasanya, kalau di yang lain, harganya Rp 1.000. Satu porsi dengan menu campur, harganya Rp 5 ribu. Kalau bijian ya Rp 500-an,” terang Soleh kepada KabarJombang.com, Minggu (4/10/2020).
Dalam sehari, lanjut Soleh, penjualan kue putunya menghabiskan paling sedikit 4 kilogram adonan. Dari usahanya ini, omzet kotor yang dia dapat sekitar Rp 400 ribu.
Ia mengaku berjualan kue putu, lantaran susah mendapat pekerjaan waktu itu. “Maklum, mungkin kareana pendidikan saya, SMP. Ya ketimbang ikut ke orang lain, saya coba usaha sendiri. Alhamdulillah, berapapun untungnya, harus bersyukur,” katanya.
Soleh berjualan kue putu dan mendapatkan omzet ratusan ribu tersebut, tidak berlangsung lama. Hanya sekitar empat jam dia membuka lapaknya. Yakni mulai pukul 05.00 WIB hingga pukul 09.00 WIB.
“Alhamdulillah, ternyata jajanan tradisional masih banyak peminatnya,” pungkasnya di sela-sela aktivitas jualannya di Jalan Adityawarman, Jombang.