JOMBANG, KabarJombang.com – Pengidap hipertensi wajib menjaga pola makan. Demikian ini agar tekanan darahnya bisa terkontrol. Pola makan tinggi serat diketahui mampu menurunkan tekanan darah.
Selain itu, konsumi makanan dalam jumlah sedang dengan sumber yang bervariasi.
“Makanlah dengan moderat atau sedang, jadi jangan berlebihan sedikit demi sedikit,” kata dokter spesialis jantung dr.Antonia Anna Lukita.
Orang yang tekanan darahnya selalu tinggi juga dianjurkan tidak mengonsumsi garam tak lebih dari 1.500 miligram per hari. Saat memasak kurangi pemakaian garam dapur dan waspadai natrium yang terdapat dalam berbagai jenis kecap dan saus untuk bumbu masakan.
Penelitian menunjukkan, diet DASH (Dietary Approacher to Stop Hypertension) terbukti sebagai diet terbaik yang efektif menurunkan tekanan darah.
“Diet DASH itu membantu penderita hipertensi dalam mengatur asupan gulanya berapa, asupan garamnya berapa, karbonya sebaiknya berapa banyak. Diet ini membuat kita mengonsumsi banyak buah, sayuran, serta susu rendah lemak,” kata dr. Erwinanto Sp.JP (K).
Selain membantu menurunkan tekanan darah, mengadopsi diet DASH dalam jangka panjang juga efektif menjaga berat badan, mengontrol kadar gula darah, serta kolesterol.
Selain itu, menurut dr.Erwinanto, sebenarnya kita juga bisa mengikuti rekomendasi diet dari Kementrian Kesehatan RI, yaitu diet Isi Piringku.
“Sebenernya di Indonesia sudah disebutkan oleh Kemenkes, bagi penderita hipertensi bisa mengikuti diet DASH dan isi piringku,” jelas dokter sekaligus ketua dari Indonesian Society of Hypertension ini.
Diet Isi Piringku merupakan anjuran porsi makanan yang harus dimakan dalam satu kali, yaitu berupa setengah isi piring berupa sayuran dan buah, seperempat piring diisi dengan karbohidrat, dan sisanya protein hewani dan nabati.
Selain mengatur pola makan, dr.Erwinanto juga mengingatkan perlunya pemeriksaan rutin tekanan darah pada masyarakat yang sudah memiliki riwayat hipertensi.
“Pemeriksaan darah bisa dilakukan di rumah atau di pelayanan kesehatan. Setidaknya lakukan pemeriksaan satu tahun sekali apabila tekanan darah terukur jika sudah mencapai 130-138/85-89 mmHg,” tuturnya.
Dikenal dengan sebutan silent killer, hipertensi merupakan penyakit mematikan yang tak memiliki gejala. Sehingga banyak penderita tidak mengetahui dirinya mengidap hipertensi.
Dokter Antonia Anna Lukita menyebutkan bahwa banyak kasus hipertensi yang telat tertangani karena penderita datang ke dokter ketika hipertensi sudah memicu komplikasi.
“Orang yang nunggu sakit tengkuk dulu, sakit kepala dulu, itu salah sekali, karena tidak semua hipertensi menimbulkan gejala yang sama,” kata nya.
Keterlambatan penanganan inilah yang menyebabkan angka kematian akibat hipertensi masih tinggi di Indonesia.
Bahkan, menurut data dari Kementerian Kesehatan RI tahun 2018, jumlah angka kematian hipertensi sebesar 427. 218 dari 63.309.620 jumlah total kasus hipertensi.