NGORO, KabarJombang.com – Mengenal kata Desa Banyuarang, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang, di benak pikiran kita pasti berasal dari kata Banyu atau air dan Arang.
Desa Banyuarang, Kecamatan Ngoro, Jombang, mayoritas penduduknya hidup dari bertani, pedagang, Industri rumahan, pegawai dan lain sebagainya.
Kepala Desa Banyuarang, Achmad Ansori menjelaskan dari cerita rakyat yang berkembang menceritakan, bahwa asal usul nama Banyuarang tersebut bermula dari salah satu santri di pesantren yang didirikan oleh Pangeran Jenu.
Pangeran Jenu sendiri tersebut merupakan keturunan dari kerajaan Pajang. Namun, saat pangeran Jenu mendirikan sebuah pesantren untuk menyebarkan agama Islam yang lebih luas, terdapat salah seorang sakti yang sering mengusik keberadaan pesantren tersebut. Yakni Kebokicak.
Sehingga suatu ketika dalam ceritanya, terjadi perlawanan antara pangeran Jenu dengan Kebokicak dan termasuk dari beberapa pasukannya. Kemudian, perlawanan itu dimenangkan oleh Pangeran Jenu.
Namun tak selang lama dari perlawanan, mereka besanan. Nur Khotib yang merupakan anak dari Pangeran Jenu menikah dengan Wandan Wanuh.
Dalam beberapa hari usai pernikahannya, Nur Khotib pindah bersama istrinya ke Dapur Kejambon. Kemudian pada saat itulah daerah tersebut ditempati oleh keluarga pangeran Jenu dan para istrinya.
Sementara salah satu santri di pesantren yang didirikan oleh Pangeran Jenu tersebut ada suatu keanehan. Kedati santri itu bebal dalam mengaji Alquran, namun dirinya hanya bisa menghafal surat Al-fiil yang terdiri dari 1-5 ayat saja.
Suatu hari ketika santri tersebut lagi menghafalkan Alquran surat Al Fiil itu, dirinya mendapat diperintah dari Pangeran Jenu untuk membacanya agar di lengna (dipahami betul).
Nahas kata lengna yang ditangkap dalam pengamannya bukan itu, melainkan lenga (minyak). Karena menurutnya itu perintah dari guru atau Kiai, dengan langsungnya santri tersebut mengambil air yang ditaruh dalam sebuah wadah dan dengan Alquran diatasnya sembari melafalkan.
Setelah itu, usai salat subuh terdapat beberapa santri yang melihat dan mengambil Alquran yang diletakkan atas wadah yang berisi air tersebut. Setelah diambilnya, segenap santri merasa ada suatu keanehan. Pada awalnya air dalam wadah itu banyak menjadi sedikit, dan air itu berubah seperti lenga (minyak).
“Sehingga waktu itu santri menyebutnya lenga Alquran, namun setelah dikabarkan kepada pangeran Jenu, karena airnya berubah mengental seperti minyak, lalu dirinya menyebut itu ‘Banyu Arang’. Dan santri yang penghafal itu diberi julukan Mbah Alamtara,” ujar Ansori kepada KabarJombang.com, Sabtu (26/6/2021).
“Cerita rakyat yang berkembang secara turun-temurun itu sampai akhirnya diabadikan sebagai nama Desa. Dan untuk pangeran Jenu meninggal pada tahun 1065 Masehi yang pemakamannya di taruh didekat pemakaman umum sebelah barat Dusun Banyuarang,” lanjutnya.
Maka dari itu, pihaknya selaku Kepala Desa Banyuarang berharap masyarakat Jombang khususnya masyarakat Desa Banyuarang, Kecamatan Ngoro untuk mengetahuinya dan tempat berziarahnya.
“Sejarah tak patut untuk dilupakan, karena dari kisahnya terdapat banyak bisa dijadikan pelajaran. Seperti salah satunya patuhilah gurumu bila menurut mu tepat dan dijalan yang benar dan belajarlah bersungguh-sungguh dengan niat apik maka kelak akan terasa hasilnya,” kata Ansori memungkasi.