SUMOBITO, KabarJombang.com – Sejak puluhan tahun, warga di Dusun Tulungrejo, Desa Segodorejo, Kecamatan Sumobito, Kabupaten Jombang menekuni kerajinan anyaman bambu.
Kerajinan anyaman bambu ini sudah diwariskan turun temurun. Dan saat ini masih bertahan di tengah gempuran produk yang terbuat dari bahan plastik.
Sulinem, perajin anyaman bambu yang kini masih bertahan menuturkan jika sejak kecil ia sudah diajari membuat berbahai kerajinan berbahan dasar bambu tersebut.
Kini kerajinan anyaman bambu jenis kalo mata pencaharian utamanya bersama warga lainnya.
Dalam menganyam bambu tersebut pun, Suliem nampak sangat lihai dan getol. Satu persatu jarum bago dan rafia berwarna kuning ia sulam untuk menyatukan antara besek dengan plengkeran bambu hingga menjadi bentuk sempurna.
“Kerajinan bambu ini ya sudah saya tekuni sejak kecil dulu, orangtua saya juga dulunya pengrajin bambu jadi mau tidak mau saya juga belajar sampai sekarang. Kalau berapa tahunnya saya tidak tau pasti soalnya saya sejak kecil dulu kerajinan bambu ini sudah ada,” ungkap Suliem kepada KabarJombang.com, Rabu (26/5/2021).
Kerajinan bambu yang ia tekuni selama puluhan tahun ini lambat laun banyak yang tertarik hingga ia mampu bekerjasama dengan masyarakat sekitar, meski tidak banyak.
“Dulu itu saya ya anyam-anyam sendiri tapi sekarang sudah kerjasama dengan orang-orang sini untuk nganyamnya. Terus saya sama suami yang bagian nyetok bambunya ke mereka dan bagian melingkari pinggirnya ini untuk dibentuk,” katanya sambil menyulam bambu.
Untuk setiap kalo yang disetor dari beberapa orang ke dirinya dihargai Suliem Rp 2 ribu. Sementara untuk setiap anyam yang sudah dibentuk hingga bisa dipasarkan, harganya bervariasi tergantung jenisnya.
“Biasanya para tengkulak yang ambil ke sini untuk per satu kalo nya harganya Rp 4.500, untuk ceperan harganya Rp 6 ribu, dan wakol untuk tempat nasi itu sekitar Rp 10 ribu,” ujarnya.
Namun, kebanyakan yang ia tekuni saat ini adalah bentuk kalo dan ceperan dari bambu. Sedangkan, untuk wakol atau tempat nasi jarang ia garap kecuali jika ada pesanan.
Setiap harinya, Suliem mampu menghasilkan 50 hingga 100 buah kerajinan bambu untuk dipasarkan dan disetor ke pelanggannya mulai dari Madura, Surabaya, dan Probolinggo.
“Ya Alhamdulillah permintaan pasar cukup banyak. Soalnya setiap membuat terus orang-orang setor ke saya itu selalu habis,” ujarnya.
Dalam menekuni kerajinan bambu ini kendala yang dihadapi Suliem hampir tidak dirasakan. Karena pekerjaan tersebut seakan sudah mendarah daging bagi Suliem.