SMPN 4 Jombang, Sekolah Digital Berkarakter Pelajar Pancasila

Foto: Produk batik ecoprint, hasil karya dari siswa-siswi SMPN 4 Jombang
  • Whatsapp

JOMBANG, KabarJombang.com – Meski tidak berada di tengah kota, SMPN 4 Jombang yang berada di Desa Banjardowo, Jombang ternyata merupakan sekolah yang berbasis digital. Pemanfaatan teknologi dan digitalisasi sudah diterapkan hampir di seluruh proses kegiatan belajar mengajar. Mulai dari absen, pembelajaran, ujian, fasilitas, sampai buku sudah digital dan menggunakan teknologi yang canggih semua.

Mudahnya akses serta banyaknya kemudahan yang ada, tentu harus dibarengi dengan pendidikan karakter yang kuat. Untuk itu, SMPN 4 Jombang menerapkan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5)

“P5 bertujuan untuk membentuk karakter pelajar pancasila dalam diri seorang siswa. Yang meliputi gotong royong, emansipasi, kearifan lokal, kewirausahaan, dan lain sebagainya. Sebenarnya sama dengan pelajaran lainya, cuma P5 berbasis projek, dan ada bukunya yang berupa tema-tema,” ungkap Agus Tri Prasetyo, kepala sekolah SMPN 4 Jombang.

“Misalkan di dalam tema kearifan lokal, ada suatu kebudayaan yang selalu dipakai oleh masyarakat lokal dan itu turun temurun. Kemudian turunanya meliputi pementasan, ada ludruk, wayang kulit, jaranan. Kalau makanan lokal ya getuk, brubi, dll. Permainan ada gobak sodor, kelereng, gasing, dll,” lanjutnya.

Kemudian hasil karya dari projek tersebut ada layang-layang, topi dari anyaman bambu, dan lainnya, yang nantinya akan dipetakan sama guru pendamping. Setelah itu anak-anak membentuk kelompok dan mencari kearifan lokal yang nantinya mereka kerjakan dan hasilnya akan dipamerkan dengan nama panen karya.

“Panen karya tidak harus mewah dan sempurna, karena menurut saya hasilnya tidak penting. Yang terpenting adalah proses ketika anak-anak mengerjakan projek tersebut dan sesuai dengan penerapan profil pelajar pancasila. Dari proses seperti itu anak-anak bisa bersosialisasi dengan teman, menghargai pendapat orang lain, gotong royong, kerja sama, itu yang paling penting,” ujarnya.

“Jadi kalau ada yang bilang P5 harus buat yang mewah itu salah. Konsep seperti itu salah karena kurikulum merdeka belajar juga terbilang masih baru, dan banyak dilakukan penyempurnaan,” lanjutnya.

Pelaksanaan P5 di SMPN 4 Jombang terbilang sangat bagus dan tertata. Kalau biasanya karya dari siswa-siswi kebanyakan dikumpulkan dan lama kelamaan menumpuk disini berbeda.

“Kalau di sekolah kami, kita buatkan video dokumentasi, tahap demi tahan, proses demi proses sampai tahap terakhir. Kemudian proses editing, dan kami beri judul lorong P5,” jelasnya.

Di SMPN 4 Jombang sudah tidak lagi membuat buku dan tidak usah membeli buku paket. Tapi sudah berbentuk digital semua, tinggal di scan sudah muncul buku digitalnya. Kemudian saat ujian juga tidak memakai kertas tetapi sudah memakai aplikasi. Di setiap kelas, juga sudah menggunakan smart tv dalam proses pembelajaran.

“Makanya SMPN 4 Jombang terkenal dengan sekolah yang g berbasis teknologi dan pertama kali. Sampai anak-anak absen saja sudah menggunakan digital, pakai kartu yang di scan dan langsung terhubung ke orang tua masing-masing. Jadi orang tua tau kalau anaknya masuk sekolah, sampai pulang mereka mengetahui,” ungap Kepala Sekolah tersebut.

Lebih lanjut ia menjelaskan, dibalik kecanggihan teknologi terdapat resiko yang harus ditempuh. Manfaat adanya teknologi yang pertama cepat, kedua transparan. Jadi tidak ada kesempatan untuk mencari keuntungan. Dengan sistem yang seperti itu SMPN 4 Jombang dikenal dengan salah satu sekolahan yang bersih dari hal-hal seperti itu. Karena adanya digitalisasi tersebut bisa menjadikan sekolah untuk disiplin dan transparan.

“Kemudian seragam sekolah kita tidak beli tapi membuat sendiri. Seperti seragam batik yang dipakai anak-anak tersebut merupakan hasil karya mereka masing-masing. Anak-anak tersebut membawa kain dari rumah kemudian di sekolah diajari membatik dengan didampingi langsung oleh orang tua masing-masing. Tetapi orang tua tidak boleh pegang, hanya boleh melihat, dan berdiskusi,” kata Agus.

“Begitu sudah jadi kain yang di batik tersebut, dibawa pulang dan dijahitkan sendiri-sendiri. Jadi disini tidak ada istilah jual beli kain atau batik, dan tidak ada kesempatan untuk memanfaatkan hal tersebut,” tegasnya.

Kemudian ia mengungkapkan, karena lokasi sekolahan berada di desa kondisi murid-murid di sini kebanyakan dari segi ekonomi mereka kurang beruntung. Tapi pihak sekolahan punya cara sendiri untuk membantu mereka.

“Kami punya program bernama pawon barokah, yaitu makan siang gratis bagi anak-anak dari keluarga yang kurang mampu dengan jumlah 130 an setiap hari Rabu, Kamis, Jumat. Yang sumber dananya berasal dari iuran bapak ibu guru secara sukarela, ada yang bawa beras, mie, telur. Sebetulnya ya sederhana kita siapkan 2 megicom,” terangnya.

Agus juga menjelaskan, Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja (PKRS) juga maju, kemarin kedatangan 3 negara, Tunesia, Eutopia, dan Belanda.

“Mereka datang dari Jakarta ingin mencontoh sistem yang dipakai oleh SMPN 4 Jombang sampai masuk Televisi Nasional. Kita menjalankan secara bagus sehingga banyak mendapat apresiasi dan acuan oleh 3 negara tersebut, ungkapnya.

Kepala Sekolah tersebut juga menjelaskan, seumuran anak-anak SMP harus diklasifikasikan. Karena usia SMP merupakan masa transisi dari anak-anak ke remaja. Jadi harus kita dampingi karena mereka adalah masa awal remaja, bagaimana cara menyikapi dirinya ketika persiapan masa remaja lewat PKRS.

“Terdapat modul-modul mengenai hal tersebut yang dibuat oleh anak-anak sendiri berupa permainan dan pembelajaran yang jadi 2 buku. Buku tersebut dibawa oleh Belanda, Tunesia, dan Eutopia, Jakarta yang berbahasa Indonesia tetapi juga ada terjemahan bahasa internasional,” sebutnya.

“Kalau berbicara SMPN 4 Jombang adalah sekolah yang berbasis Informasi Teknologi (IT). Alasan penggunaan IT tersebut adalah yang pertama, merdeka belajar harus memakai sistem IT. Kemudian yang kedua saat ini kita juga menangani yang namanya generasi Z, bukan generasi milenial lagi,”

“Mereka sangat canggih, bahkan belum sekolahpun sudah pegang handphone. Sehingga pembiasaan ini akan membuat mereka punya budaya yang berbeda. Tetapi bagaimana caranya supaya tidak meninggalkan budaya Indonesia,” lanjutnya.

“Dengan adanya smartphone dunia menjadi terbuka lebar, aksesnya mudah, apa saja yang kita mau tinggal klik dan akan datang sendiri. Inilah realita generasi sekarang yang sangat canggih dunia dalam genggaman,” lanjutnya.

lebih lanjut ia menjelaskan, ketika mereka terbiasa di rumah memakai handphone dan di sekolahan tidak diperbolehkan, maka yang terjadi adalah kurang pas dihati para siswa.

“Kita tidak melarang hal tersebut tetapi membuat sistem supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak baik. Dengan begitu anak-anak bertambah semangat dalam proses pembelajaran. Walaupun SMPN 4 Jombang berada di desa kita berharap agar mampu bersaing dengan SMP-SMP yang ada di kota-kota,” pungkasnya. (Kevin Nizar)

Iklan Bank Jombang 2024
  • Whatsapp

Berita Terkait